Andri berjalan cepat, berusaha menjejeri langkah kaki Rembulan, keduanya meninggalkan ruang perpustakaan, dengan tergesa-gesa, sebenarnya bukan Andri yang tergesa-gesa tapi Rembulan. Entah mengapa, setelah Rembulan membacakan puisi buatannnya,dia langsung bediri dari duduknya dan meninggalkan Andri dalam kebingungan. Secara spontan, Andri langsung berdiri dan mengikuti langkah kaki Rembulan, Kini keduanya berjalan dengan langkah cepat di lorong sekolah.
"Bulan! Kenapa? Kok tiba-tiba kabur?" Tanya Andri dengan wajah kebingungan.
"Gak apa-apa,"Jawab Rembulan singkat, dia tidak menoleh pada Andri.
"Wah, kok malah dadi aneh to? Aku mung pengen diajari nulis puisi," Andri berusaha menjelaskan maksudnya pada Rembulan.
"Langsung belajar lagi pada bu Sri aja, beliau lebih pinter," Jawab Rembulan singkat.
Andri menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia tidak tahu lagi harus berkata apa. Tiba-tiba, di hadapan mereka berdua, muncul Tiara, adik kelas mereka, yang duduk di kelas 2. Tiara, adalah pacar dari Andri, mereka baru jadian 2 bulan yang lalu, Tiara, pernah mmendengar jika Andri pernah menaruh hati pada Rembulan, karena itu begitu melihat Rembulan dan Andri terlihat berjalan beriringan, rasa cemburu langsung menjalar dalam dadanya, dan secara spontan dia menghadang jalan keduanya. Kemunculan Tiara yang tiba-tiba membuat langkah Rembulan dan Andri terhenti, keduanya merasa terkejut.
Mata Tiara melotot tajam kearah Andri, membuat Andri semakin salah tingkah, "Hmmm," Gumam Tiara. Rembulan, melirik ke arah Andri, bibirnya terkatup, namun jelas, dia merasa tidak nyaman dengan perilaku Tiara.
"Ayo, kita pergi dari sini, Aku jelasin ke kamu, Yuk, ya Bulan, makasih pelajaran singktnya," Andri yang menyadari situasi yang terjadi saat itu sudah tidak nyaman, langsung menarik tangan Tiara, menjauh dari Rembulan, dan meninggalkan Rembulan sendirian di lorong sekolah.
Andri dan Tiara sudah tidak terlihat lagi, Rembulan merasa lega, dan bahagia. Baginya, saat ini, dia tidak butuh gangguan dari siapapun, sebab suasana hatinya juga sedang tidak baik. Dengan langkah perlahan, tidak secepat tadi, Rembulan memutuskan kembali masuk ke dalam ruang kelasnya, dan melanjutkan membaca novel karya Buya Hamka, yang dipinjamnya dari perpustakaan sekolah.
***
Hari pun berlalu begitu saja, selepas penolakan Rembulan pada Yuda. Keduanya, sudah tidak pernah berjumpa lagi. Tapi, sore ini, tiba-tiba Rembulan melihat Yuda ada di rumah mbak Tanti, yang rumahnya tepat berada di samping rumah Rembulan. Mbak Tanti sendiri usianya sama dengan Yuda, dan juga sedang menempuh pendidikan di sekolah keperawatan yang ada di Surakarta. Keduanya terlihat begitu menikmati suasana sore hari di teras rumah mbak Tanti, senyum tak pernah lepas dari bibir Yuda, begitu juga dengan mbak Tanti, berulangkali dari bibirnya terlihat senyum yang mengembang. Keduanya terlihat begitu akrab seolah telah lama mengenal. Padahal setahu Rembulan, mbak Tanti dan Yuda, tidak pernah benar-benar saling mengenal, meski mereka dulu adalah teman satu sekolah.
Mbak Tanti yang melihat Rembulan melintas di depan rumahnya, segera memanggil Rembulan, "Dik! Sini, tak kenalke karo kancaku," Panggil mbak Tanti, Rembulan yang semula ingin menghindar mau tidak mau akhirnya berjalan mendekar kearah mereka berdua.
Begitu Rembulan, berjalan semakin mendekat, mbak Tanti, langung berdiri dan menarik tangan Rembulan, " Mas, ini Rembulan panggilannya Bulan,sekolahnya sama karo Gendis adikmu," mbak Tanti yang tidak mengetahu jika Yuda dan Rembulan sebenarnya telah saling mengenal, terlihat begitu antusias mengenalkan Rembulan pada Yuda.
"Saya pun kenal mbak," Rembulan menjawab pelan, wajahnya menunduk, namun, matanya melirik malu ke arah mbak Tanti.
"Wah, tenan to mas?" Mata mbak membulat tanda terkejut, seolah untuk meyakinkan, dia kembali bertanya pada Yuda.
Yuda hanya melirik sekilas kearah Rembulan, terasa dingin dan hampa sorot mata Yuda,hingga mampu membuat Rembulan menjadi tidak enak hati, "Iya, Bulan itu sahabatnya Gendis," Ujar yuda singkat.
Mendengar jawaban Yuda, mbak Tanti semakin sumringah, senyumnya semakin merekah."Weleh, ternyata mbulet wae kisah nya kita ini mas," mbak Tanti melangkah mendekat kearah Yuda.
"Kok, sekolahnya sampe sore to dik?" tanya mbak Tanti pada Rembulan, begitu menyadari jika saat itu Rembulan, masih mengenakan seragam sekolahnya.
"Ehm, mulai hari ini ada les tambahan mbak dari sekolah, persiapan menjelang UNAS," Jawab Rembulan.
"O, begitu. Tapi, mbak rasa, kamu wis ndak perlu les tambahan, lha kamu wis pinter. Malah bisa, sakjane jadi guru les, untuk persiapan UNAS," Mbak Tanti, yang mengetahui kepandaian dan prestasi Rembulan, sacara langsung memberikan pujian pada Rembulan.
Rembulan tersenyum malu,mendengar pujian dari mbak Tanti, "Ndak mbak, saya belum bisa jadi guru les. Ilmu saya masih kurang mbak,"
"Wah, ya ora to. Kamu pinter tenan lho dik, mbak pernah baca tulisanmu yang menang dulu di media massa. Kebetulan teman kuliah mbak Tanti wong Semarang, pas dia pulang ke kos, bawa oleh-oleh yang dibungkus kertas koran. Iseng mbak baca, lha kok, namanya ndak asing. Ternyata namanya mirip namamu, dan setelah mbak baca tuntas, ternyata itu bener dirimu," Mbak Tanti, menjelaskan panjang dan lebar tanpa diminta oleh Rembulan.
Yuda, tersenyum. entah senyum itu untuk apa, tapi, bagi Rembulan senyum yang tersungging di bibir Yuda adalah sebuah hadiah untuknya, sebab sedari tadi, Rembulan belum melihat Yuda tersenyum.
"Maturnuwun mbak," Ujar Rembulan singkat, berada di antara mereka berdua terlalu lama, membuat Rembulan menjadi semakin resah dan tidak nyaman.
"Mbak, mas, saya permisi pulang. Nanti dicari emak sama bapak," Akhirnya Rembulan berpamitan pada keduanya. Tanpa menunggu jawaban dari mbak Tanti dan yuda, Rembulan langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Meski, saat itu, kepala Rembulan digelanyuti sejuta pertanyaan, tentang hubungan apa yang sebenarnya terjalin antara mbak Tanti dan Yuda. Namun, sebisa mungkin dia berusaha untuk mengabaikannya. Baginya, apapun itu bukan hal yang penting dan utama bagi Rembulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi Rembulan.
RandomSebuah novel bercerita tentang impian dan cita-cita seorang gadis remaja, yang akhirnya, harus mengorbankan impian dan cita-citanya untuk kebahagiaan keluarganya.