Yuda, Sakit Jantung Atau?

6 1 0
                                    

Kedua mata Yuda sama sekali tidak bisa terpejam, entah mengapa. Padahal, waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 WIB, pikirannya selalu tertuju pada sosok Rembulan. Ternyata, semakin diperhatikan Rembulan terlihat semakin cantik, Bukan kecantikan fisiknya saja yang terlihat melainkan juga kecantikan batinnya, dan juga kecerdasannya. Dan, yang luar biasa, sikap takzim Rembulan pada orang yang lebih tua benar-benar mencerminkan pribadi diri yang berkualitas. Meski dia bukan berasal dari keluarga yang kaya raya atau keluarga yang berkecukupan, namun, dia memiliki kualitas melebihi remaja wanita kaya yang Yuda kenal. Dan, malam ketika acara hajatan kemarin, berhasil menorehkan kesan mendalam tentang Rembulaln di hati Yuda, apalagi saat itu, mereka berdua terlihat begitu akrab dan dekat, dan di momet itu juga, Yuda bisa berbincang lebih lama dengan Rembulan.

"Aduh, mataku ini sudah sepet. Tapi kok ndak mau merem-merem ya. Lan, Bulan, kenapa wajahmu terus yang kelihatan," Ujar Yuda, sambil matanya menerawang ke langit-langit kamarnnya. Dengan penuh rasa gemas, dipeluknya guling miliknya erat-erat, dan dipaksanya kedua matanya terpejam. Lama-lama terlelaplah Yuda ke dalam alam mimpi.

***

Rembulan terlihat asyik membaca buku, di dalam kamar Gendis. Dia terlihat sangat serius ketika membaca buku yang ada di tangannya. Hingga tidak menyadari kedatangan Yuda, yang sedari tadi berdiri di depan pintu kamar Gendis, dan terpaku menatap Rembulan.

"Weh! Ngapain mas, berdiri di depan kamarku?" Tiba-tiba Gendis menepuk bahu Yuda dari belakang, dan berkata dengan suara yang nyaring tepat di telinga Yuda, hingga sukses membuat Yuda terkejut bukan alang kepalang.

"Gendis! Kowe ngagetin wae!" Ujar Yuda. Seketika Yuda menjadi salah tingkah begitu menyadari perilakunya yang mengamati Rembulan, ketahuan oleh Gendis. Rembulan sendiri juga terkejut melihat keberadaan Yuda, yang ada di depan pintu kamar Gendis, berdiri mengamatinya.

"Mas, lho ngapain? Kok berdiri diam di depan kamar," Gendis kembali mengulang pertanyaannya diawal tadi.

"Ora, kuwi lho, Bulan lagi baca apa? Kok asik- men," Ujar Yuda.

"O, ini lho mas baca novel karya Andrea Hirata, judulnya, Laskar Pelangi," Rembulan menjelaskan buku, yang sedang di abaca pada Yuda.

Mendengar jawaban Rembulan, alis Yuda terlihat mengernyit, "Bukannya itu novel sudah tayang jadi film layar lebar ya?" Tanya Yuda.

Rembulan tersenyum simpul mendengar pertanyaan Yuda, "Iya, tapi di novel ceritanya lebih jelas dan lengkap tanpa di sensor. Kalau di film banyak yang di sensor," Rembulan menjelaskan alasannya membaca novel Andrea Hirata meskipun dia sudah melihat filmnya.

"Hmm, menurutmu itu kisah nyata?" Tanya Yuda, sekedar untuk mengetahui sejauh mana Rembulan memahami tentang kisah tersebut.

"Menurut yang saya baca sih, itu cerita nyata,mas," Rembulan menjawab sambil bibirnya tersenyum simpul.

"Trus pesan moral nya apa?" Kembali Yuda, menanyakan sesuatu hal yang sebenarnya hanya untuk mengetahui pemahaman Rembulan.

"Banyak mas, salah satunya adalah tentang motivasi hidup, meski kita hidup serba terbatas, dalam situasi sulit, namun, janganlah kita berhenti untuk bermimpi dan meraih impian kita," Rembulan tersenyum. sorot matanya, terlihat optimis, ada sebuah keyakinan yang terpancar disitu, keyakinan yang membuat hati Yuda bergetar .

"Yah, bisa jadi," Yuda menjawab singkat dan kemudian berlalu dari kamar Gendis.

"Woei mas! ojo bikin bingung to, mas Yuda ini Cuma mau ngetes Bulan to?" Gendis, berkata dengan suara sedikit berteriak pada mas nya, sementara yang diteriakin, hanya tersenyum penuh arti sambil mengangkat bahunya.

"Dasar aneh!" Gendis, mengejek kakak lelaki satu-satunya itu, dengan suara lantang, namun, Yuda sama sekali tidak peduli. Dengan santai dia kembali ke dalam kamarnya, baginya, lebih baik berkutat dengan tumpukan tugas kuliahnya, daripada dia harus berbicang dengan durasi waktu yang lama dengan Rembulan, sebab, ternyata berbincang dengan Rembulan, membuat andrenalinnya serasa dipacu dengan begitu cepat. Hingga, jantungnya berdegub kencang. Ah-mungkinkah dia sakit jantung. Karena, selama ini, dia tidak pernah merasakan hal semacam itu, ketika berdekatan dengan gadis manapun, Hanya pada Rembulan, jantungnya berdetak dengan sangat cepat.

Hari ini, dia berencana akan bilang ke ibu dan bapak nya, untuk memeriksakan penyakitnya ke dokter, dia sudah benar-benar merasa lelah dengan semua rasa yang tidak jelas ini. Namun, sebelum dia bilang pada kedua orangtuanya, dia lebih baik bertanya terlebih dahulu pada Tomy, teman SMU nya dahulu, yang sekarang kuliah fakultas kedokteran di Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Dengan segera diambilnya ponsel miliknya, dan dengan penuh semangat dia mengirim pesan singkat untuk Tomy.

Yuda : "Tom, lagi sibuk ndak?

Tomy: "Ndak, lagi di kantin ini,why?"

Yuda : "Jantungku kayaknya bermasalah deh,"

Tomy : "Bermasalah piye?"

Yuda : "Piye yo, jadi gini, ada sahabat dekatnya si Gendis, adikku. Kalau aku ketemu atau ngobrol sama dia, kok, degub jantungku jadi cepet ya. Frekuensinya naik turun, sampe serba salah aku,"

Dari seberang sana, terdengar suara orang tersedak, kemudian disusul dengan suara tawa yang nyaring sekali.

Tomy : "Woei, cah gemblung! Kuwi namanya jatuh cinta!,"

Yuda : "Moso to? Kan, kamu belum dengar keseluruhan gejalaku,kok wis divonis jatuh cinta,"

Tomy : "Yo wis, sekarang jelaske. Kudengarkan!"

Yuda : " Jadi, selain jantung berdegub, aku juga sering keluar keringat dingin, dari badanku,"

Tomy : "Dan itu kalau dekat dengan dia aja to?"

Yuda : "Sepertinya iya,"

Sekali lagi terdengar suara tawa yang nyaring dari seberang.

Tomy : "Yud, kuwi wis jelas. Kamu sedang dilanda penyakit C alias cinta! Byuh, ternyata kamu tetep lugu dan polos yo, wis, cepet dipepet itu cewek trus dilamar, ha,ha,ha"

Yuda : "Lamar? Weh, jelas ora sik laah, selesaikan kuliah sik, njur golek bojo,"

Tomy : "Sak karepmu! Tapi saranku, coba sik wae, nyatakan perasaanmu. Daripada nanti nyesel, langka ini, kamu jatuh cinta sama perempuan, ha,ha,ha,"

Yuda : "Insyaallah, ya wis, makasih yo, diagnosis dan sarannya, setidaknya,aku lega ora perlu ngombe obat,"

Tomy : "Hooh, tapi, ati-ati karena banyak kasus, cinta tak tersampaikan akhirnya berakhir dengan meminum obat, ha,ha,ha,"

Yuda : "Asem! Yo, ojo lah!"

Tomy : "Ha,ha,ha, yo wis, good luck ya, semoga berhasil dengan pernyataan cintanya nanti,"

Yuda : "Aamin,"

Dan, percapakapan via pesan whattsap itu pun berakhir, dengan hasil diagnosis. Yuda, ternyata jatuh hati pada Rembulan. Ah- kenapa ya, rasanya jadi semakin sulit bagi Yuda, dia yang selama 20 tahun lebih hidup di dunia fana ini, baru kali ini merasakan yang namanya jatuh cinta. Dulu, waktu Yuda masih SMU, banyak teman wanita di sekolahnya, yang menaruh hati padanya, tapi, karena dia tidak pernah mau tahu, dan sibuk dengan kegiatan di sekolahnya, akhirnya semua gadis itu berlalu begitu saja dari masa remajanya. Dan, sekarang memasuki masa dewasa awal, dia divonis jatuh hati pada seorang gadis yang masih remaja, dan merupakan sahabat adik perempuan satu-satunya. Aih, rasanya begitu membingunkan bagi Yuda. Dengan penuh rasa sebal, dan tidak menentu, Yuda membenamkan kepalanya dalam guling yang ada di atas kasurnya. 

Puisi Rembulan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang