Dan, Rasa Itu Begitu Menyakitkan!

5 0 0
                                    

Apakah ini?
Apakah rasanya ini?
Mengapa begitu pedih?
Mengapa terasa perih?
Kucari luka itu, di sekujur tubuhku.
Namun, tak kutemukan luka di tubuhku.

Ah, aku ingin menangis.
Tapi apa yang ingin ku tangisi?
Tak ada yang membuatku nelangsa.
Tapi, kenapa aku merasa sengsara?

Aku ingin mengadu, tapi apa yang akan ku adukan?
Aku ingin bertanya, tapi apa yang akan kutanyakan?
Sungguh, aku berada di sebuah persimpangan.

Rembulan, meletakkan bolpoint nya, dibaca nya sekali lagi puisi yang baru saja dia tulis. Puisi yang mewakili isi hatinya. Entah mengapa, pertemuan sore tadi, membuat hatinya gelisah tak menentu. Dia, merasa marah, jengkel,kesal. Namun, dia tak tahu untuk siapa semua rasa tak jelas itu. Kalau untuk Yuda, rasanya terlalu naif dirinya, sebab, dia yang menolak, dan sekarang dia yang terluka.

"Lagi sibuk dik?" Suara mbak Tanti mengejutkan Rembulan. Ketika Rembulan menoleh, benar saja mbak Tanti, sudah berdiri di belakangnya, dan sedang menatap Rembulan yang konsentrasi menulis.

" Mboten mbak," Rembulan berusaha tersenyum ramah pada mbak Tanti, meski hatinya carut marut tak karuan, dia berusaha untuk tidak menunjukkannya pada mbak Tanti. Mbak Tanti, wanita berkulit kuning Langsat, yang ayu itu, tersenyum manis ke arah Rembulan. Dengan santai, dia kemudian duduk di belakang Rembulan. Memang, malam itu, Rembulan sedang duduk sendirian di teras rumahnya. Menggelar tikar, sambil menatap ke arah langit, yang malam ini bersinar dengan terang.

"Langitnya bagus ya, dik?cerah, bintang dan bulannya bersinar terang," mbak Tanti, menengadahkan kepalanya ke arah langit, menatap bulan dan bintang yang bersinar terang, wajahnya terlihat begitu bahagia, terlihat jelas jika, dia sedang jatuh cinta.

"Iya mbak," Rembulan menjawab, sambil mengikuti arah tatapan mata mbak Tanti.

"Dik, Yudi itu baik?" Pertanyaan mbak Tanti, yang tiba-tiba membuat Rembulan terkejut. Kenapa justru pertanyaan itu harus ditanyakan padanya.

"Kenapa mbak?" Selidik Rembulan.

"Ndak, apa-apa  cuma pengen tahu aja," Jawab mbak Tanti.

"Setahu Rembulan sih baik mbak, orangnya bertanggung jawab,tegas, dan penyayang," Akhirnya Rembulan menjawab pertanyaan mbak Tanti.

"Sudah tak duga, wataknya begitu. Sebenernya sih, mbak ini, sudah naksir sama Yuda dari SMU, tapi wong e cuek, cool, jadi ya  mbak ndak berani mendekat," tiba-tiba saja mbak Tanti, curhat pada Rembulan tentang Yuda. Hati Rembulan terasa berdesir ada rasa tidak nyaman ketika mendengarnya, tapi, demi sebuah kesopanan dia berusaha bersikap biasa saja.

"O," hanya kalimat itu saja  yang keluar dari bibir Rembulan.

"Minggu lalu, mbak ndak sengaja ketemu Yuda, di Solo Grand Mall, lha kok dia yang nyapa mbak dulu. Padahal, mbak sendiri sudah pura-pura ndak lihat dia. Akhirnya, kita ngobrol lama. Dari situ, kita tukeran nomor WhatsApp. Lanjut terus ngobrol via WA. Jebule dia itu lucu, wong e nyenengke, mbak cocok ngobrol sama dia," cerita mbak Tanti pada Rembulan. Wajahnya terlihat berseri ketika bercerita pada Rembulan, ikhwal pertemuannya dengan Yuda.

"Trus, kita kok jadi dekat. Tadi sore, tiba-tiba dia main ke rumah. Dan, kowe ngerti. Mbak tembak dia,Dor! Ha,ha,ha. Dia kaget dik, dia Ndak nyangka, mbak bakal nyatakan perasaan mbak duluan," mbak Tanti, memang suka bertindak  spontan, dan Rembulan tahu pasti, jika, mbak Tanti menginginkan sesuatu dia harus mendapatkannya. Maklum, sebagai anak tunggal dari pemilik perkebunan di kampung ini, dia serba tercukupi. Hidupnya tidak pernah susah, apa yang diminta hampir selalu dikabulkan kedua orangtuanya. Untungnya, mbak Tanti meski manja dan egois, hatinya baik, dia sering tidak tega melihat penderitaan orang lain, jadi ketika ada orang yang membutuhkan bantuan dan datang pada mbak Tanti. Tanpa pikir panjang, biasanya mbak Tanti akan langsung membantunya, tidak peduli dia kenal atau tidak dengan orang itu.
Dan, kali ini, dengan mudahnya di cerita tentang hubungannya dengan Yuda, suatu cerita yang sebenarnya tidak ingin Rembulan dengarkan.

"Kowe ngerti, dia kaget! Dia cuma diam, aku lanjut kan wae, tak jelaskan ke dia,kalau aku sudah suka sama dia sejak SMU, dan sekarang rasanya masih sama. Jadi, aku putuskan untuk jujur saja, urusan diterima atau ndak nya sama dia, itu belakangan," mbak Tanti melanjutkan ceritanya, tanpa memandang ke arah Rembulan, wajahnya lurus menatap langit sambil terus tersenyum lepas. Sementara di sampingnya, Rembulan terlihat begitu menyedihkan, sekuat tenaga dia berusaha menahan airmatanya agar tidak tumpah keluar.

"Trus pripun mbak kelanjutannya?"Meski terasa sakit, namun, Rembulan tetap.merasa penasaran dengan kelanjutan kisah mbak Tanti dan Yuda, karena itu dengan suara yang bergetar, Rembulan bertanya pada mbak Tanti.

"Dia mau dik, dia terima aku jadi pacarnya! Bayang ke dik, berapa tahun aku nunggu kesempatan ini. Dan, ketika itu terjadi, rasanya semua persis kayak mimpi. Per hari ini, aku dan Yuda wis sah jadi pacar dik," Mbak Tanti mengalihkan pandangannya ke arah Rembulan, terlihat bukan hanya wajahnya yang bersinar tapi juga sorot matanya bersinar seperti bintang di langit. Sorot mata bahagia yang benar-benar mewakili isi hatinya, yang bahagia.

Mendengar kalimat mbak Tanti yang terakhir. Rasanya rontok hati Rembulan, tidak disangka secepat itu Yuda berpaling perasaannya pada wanita lain. Padahal, baru beberapa hari yang lalu Yuda menyatakan rasa cintanya pada Rembulan. Ingin rasanya Rembulan menangis, karena merasa dipermainkan dan merasa sekaligus patah hati. Ah- andai nasibnya sebagus mbak Tanti, tentu dia saat ini yang akan bersama Yuda, tidak ada lagi rasa sakit akibat patah hati, hanya kebahagiaan-yah- hanya kebahagiaan.

Malam ini adalah malam yang sangat menyedihkan bagi Rembulan, hatinya hancur berkeping-keping, berbanding terbalik dengan mbak Tanti, yang diselimuti oleh kebahagiaan.

"Oh, malam! Rasanya aku ingin menghilang!" Teriak Rembulan dalam hati.

Puisi Rembulan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang