Pak Lurah, terkesima oleh Rembulan, dia merasa, gadis remaja itu sangat sempurna untuk dijadikan istrinya. Pribadi dan akhlaknya yang baik, ditunjang juga dengan prestasinya yang bagus. Sebuah kualitas yang sangat sempurna, untuk dijadikan pendamping hidupnya. Hanya saja, sayangnya Rembulan masih sekolah, jadi rasanya keinginan itu, harus ditunda terlebih dahulu.
"Sekarang Rembulan, sudah kelas berapa ya?" Tanya pak lurah pada pa Parimin,
"Alhamdulillah, Sekarang anaknya sudah di kelas 3, sebentar lagi lulus, pangestunya ngih- pak," Jawab Pak Parimin, pada pak Lurah.
Pak Lurah tersenyum, kelas 3, dan akan lulus, tiba-tiba di benaknya muncul sebuah ide. Tanpa dipersilahkan, pak Lurah, langsung duduk di saung, dan mengajak kedua orangtua Rembulan berbicara sesuatu yang serius.
"Iya, saya pasti doakan, Pak, Bu, ngapunten sebelumnya, kalau saya boleh tanya, apa Rembulan sudah Yang- yang an?" Pertanyaan Pak Lurah yang tiba-tiba, tentang siapa kekasih Rembulan, membuat kedua orangtua Rembulan terkejut, namun, tak lama kemudian keduanya tertawa.
"Wah, Rembulan itu pak, konsentrasi dengan sekolahnya,sejauh ini, dia mikir dan konsentrasi ke sekolah dan menulisnya. Sebab, anak itu punya cita-cita jadi dokter," Kali ini yang menjawab pertanyaan pak lurah adalah bu Saripah.
"Weh lha dalah,cita-citanya tinggi ya," Ujar pak Lurah, dengan penuh rasa kagum.
"Iya, betul pak. Tapi, kalau dengan biaya dari kami ndak mungkin, untuk makan saja kami juga susah. Jadi,yang dikejar sama anaknya itu program apa kuwi bu, jenenge?" Pak Parimin yang lupa program apa yang akan diambil oleh Rembulan, kembali bertanya pada istrinya.
"Itu lho pak, program Beasiswa," Jawab bu Saripah.
"Lha itu bagus bu, cita-cita yang mulia. Tapi, apa ndak lebih bagus lagi kalau dinikahkan saja?" Pak Lurah, berkata seperti itu, sebenarnya untuk memancing reaksi kedua orangtua Rembulan. Mendengar kata-kata pak Lurah, Pak Parimin, menatap sekilas kearah istrinya, dan kemudian dia tersenyum.
" Kami berdua ini, terserah apa keinginan anak pak. Sebagai, orangtua, kami ingin anak-anak kami hidupnya lebih baik dari kami. Kalau, menurut anaknya yang terbaik adalah melanjutkan sekolahnya, ya kami, selaku orangtuanya hanya bisa mendukung dan mendoakannya," Dengan bijaksana, Pak Parimin, memberikan jawaban atas pertanyaan pak Lurah.
" Hmmm, jadi begini, sebenarnya, saya berniat mencari istri. Kok, saya perhatikan Rembulan,semakin hari semakin cantik dan menarik. Terus terang, saya selama ini, mendengar tentang semua prestasi Rembulan, dan saya tertarik dengan Rembulan," Pak Lurah, tersenyum penuh arti pada Pak Parimin dan Bu Saripah. Mendengar kata-kata pak Lurah, keduanya, saling berpandangan dengan tatapan mata bingung.
"Maksudnya pripun ngih, pak?" Pak Parimin, mengajukan sebuah pertanyaan pada pak Lurah.
"Saya ini, berkeinginan untuk menjadikan Rembulan istri, saya sreg sama dia, saya perhatikan pribadi dan akhlak Rembulan, ya bagus. Bisa, untuk mendampingi saya, memimpin desa ini," Kaki pak Lurah diangkat ke atas saung, sembari berkata dan memperjelas maksudnya. Bu Saripah, melirik ke arah suaminya, wajahnya terlihat gusar. Dia sedikit berat dengan maksud pak Lurah. Melihat kegusaran di wajah istrinya, pak Parimin, berusaha bersikap tenang, wajahnya tetap tersenyum. meski batinnya berkecamuk tak menentu. Memang, kedua orangtua Rembulan, meski mereka bukan orang terpelajar dan bukan orang kaya, namun, keduanya berpikiran terbuka dan maju, mereka berdua ingin, agar kedua anak mereka memperoleh hidup yang lebih baik dibandingkan ke duanya.
"Dados pripun? Tawaran saya untuk menjadikan Rembulan istri, saya janji, nanti setelah menikah Rembulan, tetap bisa melanjutkan kuliah. Saya, ya seneng kok pak, bu, dapat istri yang terpelajar. Itu sebuah kebangaan tersendiri bagi saya," Pak Lurah yang seolah memahami kegundahan dan kebingungan pak Parimin, dan bu Saripah, berusaha untuk meyakinkan keduanya, bahwa, meski nanti Rembulan menikah, dia masih akan tetap bisa mewujudkan cita-citanya.
"Pada dasarnya, kami berdua terserah apa kata anaknya pak. Kami, tidak ingin jadi orangtua yang memaksakan kehendak kami," Akhirnya pak Parimin yang memberikan jawaban, sebuah jawaban yang terkesan abu-abu, sebab dia sendiri juga merasa bingung dan tidak ingin anak gadisnya menikah dahulu, namun, karena rasa segan terhadap pak Lurah saja, maka, dia akhirnya memberikan sebuah jawaban. Andai itu bukan pak Lurah, yang bertanya. Pak Parimin akan langsung menolaknya.
"Hmm," Sebuah kata singkat keluar dari pak Lurah, sepertinya, bukan itu jawaban yan diinginkan pak lurah. Memang, kalau dinalar, siapa sih yang tidak bangga dan bahagia, anak nya dilamar oleh pemimpin di desa nya, meski duda, tapi, secara fisik dan kewibawaan pak lurah memilikinya. Dan itu belum termasuk harta benda pak Lurah yang tersebar. Suasana saung mendadak dipenuhi oleh rasa kaku, mereka bertiga seolah tenggelam dalam pemikirannya masing-masing.
"Assallamualaikum," Dari jauh terdengar suara mas Taryono, ketiganya sontak menoleh. Dan, benar terlihat di kejauhan mas Taryono, berjalan diatara sayur-sayuran yang siap dipanen. Sementara di belakangnya, berjalan mas Kimin. Wajah keduanya terlihat sumringah, berbanding terbalik dengan wajah pak Lurah, pak Parimin dan istrinya.
PakParimin dan Bu Saripah, merasa tertolong dengan kedatangan Mas taryono dan masKimin, dengan sopan, mereka berdua pamit meninggalkan pak Lurah untuk memanensayuran, dan meninggalkan pak Lurah yang masih duduk termenung di saung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi Rembulan.
AcakSebuah novel bercerita tentang impian dan cita-cita seorang gadis remaja, yang akhirnya, harus mengorbankan impian dan cita-citanya untuk kebahagiaan keluarganya.