5. Keputusan

4.5K 464 29
                                    

“Kebun bunga yang sangat indah. Pantas usai meminum teh, Anda sangat bersikeras mengajak saya kemari.”

Putri Arianna tersenyum malu. “Saya hanya tak ingin Anda melewatkan apa pun selama di sini. Sebagai seorang  tuan putri, saya bertanggungjawab menjamu Anda dengan baik, Yang Mulia.”

“Apakah Anda melakukan hal serupa pada setiap tamu yang datang kemari?”

“Tentu tidak. Hanya Anda, karena Anda sangat istimewa bagi saya,” ujar Putri Arianna menyatakan perasaannya dengan malu-malu.

Pangeran Arjuna terkekeh pelan namun ada kebosanan dalam riaknya. Putri Arianna ternyata sama saja dengan para perempuan lainnya, terlalu terbuka mengaku telah menyukainya. Pangeran Arjuna menginginkan sesuatu yang menantang, namun sampai sekarang tak kunjung ia temukan. Tetapi mengapa ia sangat tertarik pada Putri Arianna dan ingin memilikinya? Mungkin karena Putri Arianna cantik, pikirnya tak ambil pusing.

“Manakah bunga kesukaan Anda, Tuan Putri?”

“Ini … bunga matahari.” Putri Arianna menunjuk bunga berwarna kuning yang sangat indah dipandang. “Dari kata bunga, saya ingin menjadi pribadi yang indah dipandang tanpa mengharap pujian. Lalu dari kata matahari, saya ingin bermanfaat bagi sesama, ingin terus bersinar tanpa pamrih dan tak menyengat meski terkadang dibenci.”

Pangeran Arjuna bertepuk tangan, sangat mengapresiasi filosofi bunga matahari menurut Putri Arianna. “Sangat indah.”

“Tentu saja, Yang Mulia. Pelayan saya memang yang terbaik dalam hal tersebut.” Tanpa sadar, Putri Arianna mengungkapkan rahasia kalimatnya yang indah dengan antusias seolah hal tersebut bukan masalah baginya.

Pangeran Arjuna tertegun. “Pelayan?”

“Ya. Pelayan yang Anda titahkan untuk beristirahat. Dia … memang agak berbeda dari pelayan pada umumnya, tetapi dia sangat baik. Saya harap Anda tak mengambil hati karena sikapnya yang mungkin kurang menghormati Anda.”

“Tak masalah,” ujar Pangeran Arjuna. Ia terdiam seolah banyak pikiran. Pantas saat pertemuan pertama mereka pelayan itu memintanya ke tabib untuk memeriksakan mata. Jujur saja, ia memang tak menyadari jika perempuan itu adalah seorang pelayan. Karena memang tak tampak kesan seorang pelayan padanya. “Tetapi mengapa ia menutup wajahnya, Tuan Putri?”

Putri Arianna menghela napas berat seolah mengasihani Dewi Harnum. Meski dalam hati ia merasa sangat panas karena cemburu. “Dia … nasibnya memang malang, Yang Mulia. Wajahnya rusak,” dustanya. Takkan ia biarkan kecantikan Dewi Harnum diketahui oleh banyak orang terutama Pangeran Arjuna.

Rusak karena apa? Ingin sekali Pangeran Arjuna menyuarakan rasa penasarannya dan mengetahui lebih banyak tentang pelayan tersebut. Namun mengingat tak ada gunanya, ia memendam rasa penasarannya seorang diri.

Melihat kebungkaman Pangeran Arjuna yang tak bertanya lebih lanjut mengenai Dewi Harnum, diam-diam Putri Arianna tersenyum puas. Agaknya lelaki tersebut jijik pada Dewi Harnum, pikirnya lega karena akan sangat memalukan bila ia bersaing dengan seorang pelayan.

“Kalau Anda? Adakah di sini ... bunga kesukaan Anda?”

Pangeran Arjuna mendekati salah satu bunga, memutar tubuh dan tersenyum pada Putri Arianna. “Inilah bunga kesukaan saya, Tuan Putri. Bunga mawar merah.” Ia memetik satu bunga mawar tanpa takut pada duri di batang sang bunga dan menatapnya dalam. “Perempuan adalah candu. Bunga ini sangat tepat mewakili perempuan yang saya dambakan. Sulit didapatkan, sangat menantang, indah meski hanya dipandang dan mampu menyenangkan saat berada dalam genggaman.”

“Dan kau adalah bunga mawar yang membuatku kecanduan, Kallistei. Tiada yang lain, hanya kau seorang.”

Pangeran Arjuna mengerjap saat suara di masa lalu terdengar. Lantas ia menatap bunga di tangannya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Permaisuriku~ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang