11. [Bukan] Prioritas

3.5K 330 20
                                    

Sinar rembulan masuk melalui celah-celah jendela kamar dan menerangi percintaan panas dan menggairahkan dua insan yang tengah bergumul hebat di atas tempat tidur tersebut. Aroma percintaan tercium jelas memenuhi ruang kamar tersebut. Entah berapa permainan yang telah mereka lakukan.

Usai mendapatkan kepuasannya, Pangeran Leonard segera menarik diri dan membuang pengaman –yang entah keberapa ia pakai- ke ranjang yang berantakan sebelum membelakangi lawan mainnya untuk kembali mengenakan jirah bangsawannya tanpa riak.

Menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya, Putri Carrissa berbaring miring dan menopang sisi wajahnya dengan satu tangan. "Kapankah kau akan pergi ke Kerajaan Corinthus, Suamiku?"

"Sekarang."

"Besok pagi saja, ya?"

Saat mendapat tatapan tajam, Putri Carrissa tersenyum manis dan memilih tak mendebat keputusan sang suami. "Tiba-tiba aku menginginkan imbalan atas kerja kerasku tadi Sayang," ujarnya manja, Saat melihat tatapan malas sang suami, ia melanjutkan ucapannya, "Putri dari Kerajaan Kashi. Bawa dia untukku, Leon."

Pangeran Leonard mengangguk tanda menyanggupi tanpa pikir panjang sebelum bergegas pergi ke Kerajaan Corinthus mengingat malam belum larut. Tanpa menyadari jika Putri Carrissa menatap kepergiannya sendu.

"Kapankah aku menjadi prioritasmu, Leon?"

***

Saat bersiap pergi menuju Kerajaan Corinthus, langkah Pangeran Leonard terhenti di istana selirnya yang tampak bising. Tak seperti biasanya yang sunyi nan tenang. Seketika tatapannya menajam, jelas ia tak suka kebisingan sekecil apa pun. Ia pun menghampiri sumber suara dan menatap tajam salah satu selirnya yang tengah menghancurkan benda-benda di kamarnya sambil berteriak marah.

"Mohon jangan seperti ini, Yang Mulia Selir," ujar Sina selaku pelayan pribadi sang selir.

Namun diabaikan begitu saja. Ia malah diteriaki agar pergi dan tak mengganggunya. Begitu menyadari terdapat sosok lain di dalam kamar Selir Kemuliaan Anyelin, Sina menatap sekilas Pangeran Leonard dengan berlinang air mata sebelum menunduk hormat dan pergi atas titah sang pangeran.

"Selir Kemuliaan Anyelin?"

Selir Kemuliaan Anyelin mengerjap lambat dan menghentikan perilaku tak terpujinya. Ia menoleh dan tersenyum manis begitu menyadari kehadiran suaminya. Ia tak menyangka jika lelaki itu akan menemuinya. "Kupikir kau akan semalaman suntuk bersama Putri Carrissa, Tuanku."

Pangeran Leonard tak menanggapi hal tak penting tersebut. "Apakah yang Anda lakukan?"

"Menarik perhatianmu."

"Apakah Anda menyadari jika cara Anda ini sangat murahan, Selir?"

"Bila dengan menjadi murahan kau datang, aku tak keberatan melakukannya, Tuanku. Terlebih aku masih baru di sini, seharusnya kau menghabiskan lebih banyak waktu bersamaku, bukan bersamanya! Seharusnya kau memprioritaskanku!"

Pangeran Leonard mengepalkan tangan kuat. Dari dulu ia tak pernah suka dengan basa-basi yang hanya membuang waktu berharganya dan perempuan yang cemburuan. "Dengar. Bagiku kalian hanyalah lawan main di ranjang. Tak lebih!"

Selir Kemuliaan Anyelin marah. Secara tak langsung lelaki itu menganggap mereka semua sebagai jalang. "Kami mencintaimu, Tuanku! Inikah balasanmu pada kami yang rela menyerahkan segalanya padamu?!"

"Jangan banyak berharap, Anyelin."

"Itu artinya permaisurimu pun sama dengan kami!"

Pangeran Leonard menatapnya nyalang seolah memperingatkan untuk tak bicara sembarangan tentang sosok permaisurinya atau akibatnya akan buruk.

"Apakah bedanya dia dengan kami, Yang Mulia? Usai kau menemukannya, memakainya ... dia hanya akan menjadi bagian dari kami yang secara tak langsung kau anggap jalang-AKHH!!!" Tubuh Selir Kemuliaan Anyelin terbentur keras ke dinding kamar saat sebuah sinar ungu mengenai tubuhnya yang kini luruh ke bawah. Ia terbatuk-batuk mengeluarkan darah segar dari mulut."To-tolong a-aku, Tu-tuanku ...."

"Berani sekali sampah sepertimu bicara begitu tentang permaisuriku?!"

Bentakan murka Pangeran Leonard membuat tubuh Selir Kemuliaan Anyelin gemetar hebat. Ia tampak sangat ketakutan. Namun Pangeran Leonard tak peduli. Tangannya malah bergerak mencekik leher sang selir hingga membuat napasnya tercekat dan terputus-putus karena jiwanya serasa ditarik keluar secara paksa dari tubuh. "Kau ju-juga menikmatihh sam-pah se-sepertikuhh ...."

"Karena kau hanya selir. Selir! Kau hanya pemuas nafsuku! Bukan Permaisuriku!"

***

Permaisuriku~ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang