16. Kelopak Bunga Mawar Basah

3.6K 316 40
                                    

Didedikasikan untuk UmmuAlfarizky

***

Keadaan Selir Kemuliaan Anye tampak mengenaskan dan menjijikkan. Ia kejang-kejang dengan napas yang terputus-putus. Sekujur tubuhnya kecuali wajah tampak membiru. Ia merasakan panas yang luar biasa bak tengah dipanggang hidup-hidup. Kulit tubuhnya sedikit demi sedikit mulai terkelupas dan melepuh. Aroma tak sedap seketika menyerebak dan menyelimuti Kekaisaran Alaska.

Beberapa pelayan yang berdiri cukup jauh dari sang selir berusaha keras untuk tak bergidik jijik dan muntah. Mereka berpura-pura menjadi pelayan yang baik, meski riak wajah mereka tak dapat dibohongi.

Tabib Loth dengan begitu sabar menjalankan tugasnya dengan baik. Ia menatap lama jendela kamar yang sengaja dibiarkan terbuka agar bau busuk di ruangan tersebut tak terlalu menyengat. Matahari akan semakin menaik tinggi ke permukaan. Ia kian risau karena sang selir tak memiliki banyak waktu, hanya sampai matahari berada di puncak tertinggi.

“Oh Dewa Zeus ..., tolonglah sang selir.”

Mereka semua menunduk hormat saat penguasa Kekaisaran Alaska datang. Kaisar Alardo mengernyit begitu melihat keadaan menantunya yang sangat parah. Ia mendengkus samar karena merasa putranya terlalu kekanak-kanakkan. “Bagaimana keadaannya, Tabib?”

“Segala cara telah diupayakan, Baginda. Namun ….” Tabib Loth menggeleng miris.

Ratu Issabelle bergidik jijik dan tak ingin mendekat. Berbanding terbalik dengan Sina yang segera duduk di samping sang selir dengan berlinang air mata. “Bertahanlah, Yang Mulia Selir.”

“Hanya yang menanam yang bisa mencabutnya. Dia hanya memiliki waktu sampai matahari berada di puncak,” ujar Kaisar Alardo.

Ratu Issabelle menatap sang selir tajam. “Putra Mahkota adalah tipikal orang yang takkan melakukan sesuatu tanpa sebab. Mungkin dia telah memprovokasi Putra Mahkota.”

“Itu pasti benar, Ibu Ratu. Dan, Putra Mahkota memberinya kematian sebagai hukuman.”

Dewi Harnum mengernyit dengan penuturan Putri Carrissa. Kematian bukanlah hukuman. Kematian adalah kepastian. Hanya Tuhan yang berhak mengambil nyawa setiap makhluk-Nya dengan cara yang telah ditakdirkan oleh-Nya.

Namun begitu ia mengamati keadaan sang selir lebih fokus, Dewi Harnum melihat sebuah sulur hitam beracun tak kasat mata telah membelenggu lehernya dengan sangat kuat hingga membuatnya kesulitan untuk bernapas bebas. Terlebih, ia tak merasakan kehadiran dewa kematian di ruangan tersebut. Itu artinya belum saatnya sang selir mati.

“Jika diizinkan. Apakah saya boleh mengobati selir?”

Sontak semua orang menatap Dewi Harnum terkejut.

“Anda … bisa?” tanya Putri Carrissa.

Dewi Harnum tersenyum tipis. “Atas izin sang dewi yang agung.”

“Diizinkan,” putus Kaisar Alardo.

Semua orang menjauh saat Dewi Harnum mendekati sang selir yang tengah sekarat. Ia meletakkan patung Dewi Dione di nakas sebelum duduk di sisi tubuh sang selir dan menatapnya lekat. “Tolong kumpulkan kelopak bunga mawar basah yang berada di halaman istana. Haluskan tanpa dicampur apa pun.”

Permaisuriku~ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang