“Tolong semuanya jangan ada yang beranjak dahulu.”
Beberapa anggota kekaisaran yang berada di luar untuk mengantar kepergian Pangeran Leonard pun tak berani bergerak dari tempatnya. Mereka patuh meski bingung atas titah menantu kesayangan Kekaisaran Alaska tersebut.
“Ada apakah gerangan, Nak?” tanya Kaisar Alardo heran, menyuarakan pertanyaan dalam benak semua orang.
“Maafkan aku, Ayah. Aku ingin kalian tetap tinggal untuk menyambut kedatangan seseorang.”
“Seseorang? Siapakah, Nak?”
“Dia adalah pelayan dari Kerajaan Borealis, Ibu Ratu. Aku yang telah mengundangnya datang kemari.”
“Apakah para bangsawan seperti kita harus membuang waktu hanya untuk menyambut kedatangan pelayan biasa, Tuan Putri?” tanya Ratu Issabelle tak habis pikir.
“Dia bukan hanya pelayan biasa, Bu. Dia adalah pelayan dari Kerajaan Borealis yang tersohor.”
“Pelayan tetaplah pelayan sekalipun terdapat gelar ‘tersohor’ di belakang namanya, Putriku,” ujar Kaisar Alardo. “Semuanya kembali dan-“
“Ayah, kumohon …,” mohon Putri Carrissa menyatukan tangan. “Pelayan itu seperti dewinya kasta rendahan. Dia mendapat anugerah dari dewa yang membuat setiap ucapannya menjadi kenyataan.”
“Ya! Saya pun pernah mendengarnya. Berita sangat tersohor,” timpal salah seorang menteri.
“Pelayan tetaplah pelayan sekalipun terdapat gelar ‘dewi’ di depan namanya, Putriku.” Kaisar Alardo bersikukuh.
“Kumohon ....” Putri Carrissa memohon dengan sangat. Apa pun akan ia lakukan agar dapat memberi kesan pertama yang baik pada pelayan tersebut. Tanpa menyadari jika ia sendirilah yang telah menerima sang permaisuri dengan tangan terbuka.
“Semua tetap di tempat. Buka gerbang utama!” Tanpa sang kaisar sadari ia pun turut serta memberi tempat untuk permaisuri putranya di istana.
“Terima kasih, Ayah. Kau sangat murah hati!”
Kaisar Alardo mengulurkan tangan untuk mengusap kepala menantunya dengan senyuman tipis di bibir. Apa pun akan ia lakukan agar menantu kesayangannya tersebut bahagia.
Suara pintu gerbang besar utama kekaisaran yang khas membuat semua orang menatap lurus ke depan, menanti seorang pelayan yang akan mereka sambut untuk pertama kalinya demi menantu kesayangan sang kaisar.
Dewi Harnum melangkahkan kaki kanannya ke halaman istana saat pintu gerbang utama terbuka lebar untuknya. Seketika angin sejuk datang, membelai lembut seluruh penghuni kekaisaran dan menggantikan hawa panas yang sedari tadi melingkupi kekaisaran. Semua orang terpaku. Satu langkah pelayan tersebut begitu mengagumkan. Bagaimana jika pelayan tersebut benar-benar memasuki istana?
Kaki kiri Dewi Harnum ikut melangkah. Seketika, langit semakin teduh cerah dengan awan yang mengumpul indah seperti akan hujan, namun tiada tanda-tanda akan turun hujan.
Di sisi lain, semua rakyat menatap langit dengan penasaran.
“Apakah akan terjadi bencana?”
“Bencana tak pernah datang membawa suasana teduh seperti ini. Ini adalah pertanda baik.”
“Mahadewinya alam semesta telah memulai kemuliaannya. Puji Mahadewi. Puji Mahadewi,” ujar sang nenek yang Dewi Harnum temui dengan gembira.
Semua orang bergidik jijik. Mereka menganggap nenek tua itu gila.
“Dia tak waras.”
“Aku waras! Lihatlah aku! Dahulu aku buta tetapi sekarang aku bisa melihat karena anugerah sang dewi. Puji Mahadewi. Puji Mahadewi~” Sang nenek menyatukan tangan di depan dahi sambil membungkuk penuh hormat pada sang Mahadewi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Permaisuriku~ (END)
Historical Fiction[BUKAN NOVEL TERJEMAH] "Tiada kasta dalam cinta." *** Dewi Harnum adalah seorang pelayan di suatu kerajaan. Ia selalu menggunakan selendang untuk menutupi wajah cantiknya, karena takut, jika kecantikannya akan menimbulkan perpecahan di masa depan. I...