13. Penantian Berharga

3.8K 349 53
                                    

Didedikasikan untuk sinagajaya

***

Langkah Dewi Harnum terhenti di sebuah kuil dewa dari para dewa yang bercorak Yunani Kuno yang terdapat di tengah alun-alun kota Kekaisaran Alaska. Ia sedikit mengangkat kepala dan mata di balik selendang tersebut menginvasi seluruh kuil dengan sorot tertarik. Dewi Harnum menatap patung yang dibawanya sebelum kembali menatap kuil tersebut, seperti terdapat ikatan. Lalu kilasan bayangan samar muncul kepermukaan dan membuat kepala sedikit pusing.

"Tidak! Jangan lakukan itu, Wahai ibu alam semesta!"

"Inilah kutukanku."

Dewi Harnum menutup mata sambil mengernyit guna mengurangi sakit yang menyerang kepalanya secara tiba-tiba.

"Takdir cinta akan membawamu padanya."

Dewi Harnum membuka mata dan mengernyit saat suara seseorang menarik perhatiannya. Ia pun menghampiri seorang nenek tua yang duduk di samping kuil tersebut dan duduk di hadapannya. Ia mengasihani nenek itu dalam hati. Sama seperti Alcmena, nenek ini pun tak dapat melihat indahnya dunia. "Apakah Nyonya bicara padaku?"

Nenek tua itu mengangguk dengan tangan yang terangkat di udara. "Takdir cinta berpihak pada kalian, tetapi alam semesta memiliki hukumnya sendiri."

"Apakah maksud Anda?"

"Dia akan selalu memprioritaskanmu. Bahkan jika diperlukan, dia akan menundukkan alam semesta di bawah kaki indahmu, Wahai Dewi."

Dewi Harnum mengernyit. "Siapakah yang Anda maksud?"

Nenek tua itu tersenyum manis. Air mata bahagia meluruh dari matanya yang terpejam. Ia sangat bahagia bisa bertemu dengan reinkarnasi mahadewi alam semesta yang kini duduk di hadapannya. Ia membungkukkan sedikit tubuhnya penuh hormat.

"Pangeranmu, tuanmu, kekasihmu, suamimu, cintamu ... takdirmu, Wahai Dewi."

Dewi Harnum segera bangkit dan bergegas pergi tanpa pamit. Riak kerumitan menghiasi matanya dan senyuman kaku tersungging di bibirnya. Ia hanya seorang pelayan dari kasta bawah, tak mungkin ditakdirkan bersanding bersama seorang pangeran. Nenek itu pasti salah. Kepalanya menggeleng sekali. Ya, tidak mungkin.

Antara pelayan dan pangeran adalah ketidakmungkinan, kecuali ia menjual kehormatan pada seorang pangeran. Namun ia takkan pernah melakukan hal menjijikkan tersebut.

***

Amarahnya pada salah satu selirnya yang kurang ajar membuat Pangeran Leonard tak jadi pergi ke Kerajaan Corinthus semalam. Ia mengurung diri semalaman di kamar sambil menggenggam sapu tangan pemberian permasurinya untuk meredakan amarahnya sementara waktu. Namun pagi ini ia tak dapat menunda kepergiannya lagi. Ia harus secepatnya pergi berperang untuk melampiaskan semua emosinya dengan membunuh siapa saja yang menghalangi jalannya.

Langkahnya terhenti dengan napas memburu. Mata birunya yang berkaca-kaca tampak berkilat marah. Ia memukul pilar di sampingnya penuh emosi sebelum menggeleng kuat saat ucapan selir yang ia anggap sebagai jalang sialan itu terus terngiang di telinga seolah menghantuinya.

Sialan! Sialan! Selir sialan! Permaisurinya adalah sosok berharga, bukan jalang sepertinya!

Putri Carrissa membulatkan mata terkejut saat melihat Pangeran Leonard dari kejauhan. Bukankah lelaki itu pergi semalam?

Permaisuriku~ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang