24. Hari Kebangkitan Cinta

3.4K 330 35
                                    

Di sebuah kamar mewah, Selir Kemuliaan Anye tengah duduk bersandar dengan nyaman di kepala ranjang dengan berselonjor kaki. Ia tersenyum saat menerima secangkir teh hangat dari Sina dan menikmatinya dengan khidmat. Keadaannya jauh lebih baik dari sebelumnya, meski wajahnya masih tampak pucat.

“Anda harus banyak beristirahat, agar lekas pulih,” ujar Sina sambil memijat kaki sang selir.

“Siapakah perempuan berselendang yang telah menyelamatkan saya, Sina?”

“Ia hanya seorang pelayan dari Kerajaan Borealis, Yang Mulia Selir. Putri Carrissa yang mengundangnya datang, entah untuk tujuan apa.”

“Antarkan saya padanya, Sina. Saya ingin berterima kasih padanya secara langsung.”

“Ia telah meninggalkan istana pagi tadi, Yang Mulia Selir.”

“Secepat itu? Mengapa?”

Sina pun menceritakan semua yang terjadi dalam rapat pagi tadi dengan jujur.

“Tak sepantasnya pelayan itu pergi dengan cara memalukan seperti itu, seolah semua jasanya tak dihargai,” ujar Selir Kemuliaan Anye miris.

“Saya tak mengerti dengan pola pikir pelayan itu, Yang Mulia Selir. Apakah salah jika menerima hadiah atas pekerjaannya? Sepertinya pelayan itu tak suka dikasihani.”

Selir Kemuliaan Anye pun setuju dalam hati. “Tuliskan surat pribadi saya padanya, Sina. Sampaikan terima kasih dan maaf saya padanya.”

“Baik, Yang Mulia Selir.”

Usai kepergian Sina, Selir Kemuliaan Anye meletakkan cangkir tehnya di nakas samping kasurnya. Ia menatap cuaca alam yang begitu terik melalui jendela kamar yang terbuka lebar.

“Semoga Dewa Zeus selalu melindungimu, Wahai orang baik.”

***

Matahari tengah berada di puncak langit yang cerah. Sengatan sinarnya membuat kebanyakan orang mengeluh. Cuaca lebih panas dari biasanya, seolah sang surya tengah meluapkan kemurkaannya pada bumi dan seisinya.

Di bawah teriknya matahari, Dewi Harnum terus berjalan. Sinar matahari yang menyengat tak menyurutkan langkahnya untuk segera sampai di Kerajaan Borealis, karena ia memang tak merasakan panasnya sang surya. Ia berhenti di tengah jalan saat rasa pusing dan lapar menghampiri. Ia merutuk diri saat tak sempat makan apa pun sebelum pergi dari Kekaisaran Alaska.

“Kuatkan aku, Dewi Dione.”

Dewi Harnum menaiki undakan tangga kuil Dewa Zeus dengan tubuh sedikit gemetar. Usai berada di kuil yang sepi tersebut, ia meletakkan patung Dewi Dione di sisinya sebelum bersimpuh di hadapan patung Dewa Zeus. “Rajanya para dewa, tolong aku ....” Suara Dewi Harnum terdengar bergetar. Ia memang tak bisa terlambat makan karena miliki sakit lambung. “Aku lapar ...,” cicitnya malu.

Tak lama, suara kerumunan orang terdengar. Dewi Harnum segera membenarkan posisi duduknya dan kembali memeluk patung Dewi Dione di pangkuannya. Kuil pun menjadi ramai. Dari balik selendangnya, Dewi Harnum melihat saat seorang wanita bertubuh gemuk duduk di sampingnya dan mengangsurkan setangkai buah anggur ke arahnya.

“Apakah kau mau?”

Dewi Harnum memetik satu buah anggur dari tangkainya sambil tersenyum lega. Dewa Zeus sangat baik. “Terima kasih, Nyonya.”

“Satu mana cukup, Nak.”

“Cukup, Nyonya.” Dewi Harnum tersenyum dan memakan anggurnya khidmat. Seketika sakit di perutnya menghilang begitu saja. Ia menatap lurus di mana patung Dewa Zeus berada dan berbisik, “Terima kasih, Dewa.”

Permaisuriku~ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang