Jeno

17 3 0
                                    

"Udah deh jun, duluan ajaaa iihh gak usah selalu ngelindungin gue ahh gak seru tau, mending gue nempel sama echan."

"Kamu fikir mendaki itu mudah? Ada sesuatu nanti dibelakang kamu, yaa jadi saya jaga lah kalau tiba tiba ada harimau dibelakang kamu, mau apa kamu?"

"Ya itu terserah takdir j-"

"Woii apaa sii berisik amat."

"Jeno?" Sahut gue sama renjun bersamaan.

"Kenape?, iya gue ikut. Emang gue anaknya nakal, tapi gue bakal ikut kegiatan sekolah, emangnya juga gapapa nakal yang penting shalat 5 waktu"

"Salah itu Jeno. Prinsip kamu salah, jika kamu shalat tapi akhlak kamu belum benar. Mana bisa, perbaiki akhlak dulu lalu kerjakan tugas. Seperti cari pensil atau pulpen dulu baru menulis. Sama saja sudah berbuat kebaikan lalu berbuat buruk kembali."

"Lebih baik akhlak plus, dan shalat 5 waktu plus." Lanjut renjun, btw gue ada didepan renjun sama Jeno. Katanya si renjun mau ngejagain gue dari belakang entah entah ada kejadian yang gak di inginkan.

Cih.

"Hm iyee pak kyai"

Gue ngerasa ada yang bergetar gitu dari tadi pas mendaki. Mana hujan gini kan bahaya kalau mendaki, aduh.

Tapi yang penting didepan gue ada siswa siswi sama guru sama teman kelas. dibelakang gue ada cogan, Jeno sama renjun hahah yes dude.

"Eh eh, kok bergetar gini tanahnya" Renjun yang ngedenger gue cepet cepet pergi ke dekat gue.

"Gapapa kamu?"

"Gak, anu.. Tan-"  Baru gue bilang, semua pohon bergetar. Ada suruhan dari atas buat lari keatas. Katanya mau longsor. Ini mana gue yang paling di belakang disuruh lari ke atas.

"Ransel gue berat gak bisa lari" Renjun ngambil ransel yang gue angkat, lalu Jeno megang tangan gue. Ngebantu gue lari keatas.

Tapi tanahnya ini makin bergetar, jejak yang didepan mulai hilang, semuanya udah sampai kepuncak kecuali gue sama renjun dan jeno.

"Eh eh kok kerasa mau jat- aaaaaaaa" Nihil. Tanahnya udah longsor dan parahnya cuma gue yang tertimpa longsor mereka berdua gak.

"BULAN!!!"

-: ✧ :-  

Gue ngebuka mata. Semuanya gelap, gue gak bisa bernafas. Gue panik ini gue dimanaaa.

Gue ngedenger ada alat angkat barang dari luar, dan ternyata alat angkat tanah. Ternyata gue terkubur tanah.

Gue ngelihat cahaya. Dan dari luar, bisa gue lihat tim SAR ngangkat gue dan memasukkan gue kedalam ambulans.

Niu Niu Niu. Semua terasa buram. Gue ngelihat sekeliling mobil ambulans yang berjalan menuju kerumah sakit.

Ada seseorang yang duduk. Mama dan.. Gak jelas, parasnya serasa gak asing tapi gue lupa dia siapa.

Gue ngeliat seluruh badan gue kotor dilumuri lumpur.

"m-ma"

Mama kaget ngeliat gue udah siuman. Dia lansung mendekap tubuh gue. "Semua akan baik baik saja nak"

"Iya bulan, percaya mama kamu. Saya juga ada disini bersama kamu."

"Lo?"

"l-lo si-siapa?"

Gue ngedenger alat komputer yang bisa mendeteksi detakan jantung gue. Gue ngebuka mata perlahan. Ini di rumah sakit.

Gue gak suka tempat ini, dimana papah yang meninggal di tempat ini. Rumah sakit yang menyebalkan, rumah yang sudah merenggut semua tangis beribu ribu orang. Entah itu tangisan bahagia dan sedih.

Namun menurutku rumah sakit seperti neraka sangat menyebalkan.

"Alhamdulillah kamu udah siuman nak, ada yang mau ketemu kamu nih."

Mama membiarkan anak cwo itu menghalangi tubuh mama.

"Assalamu'alaikum bulan. Masih kenal saya tidak?" Gue mencoba ngingat tapi kepala gue terasa nyeri dan sakit.

"AAA MINGGIR AAA SAKIT"

Mama panik dan segera memanggil dokter. "Dia hanya masih tidak bisa mengingat, biarkan dia mengingatnya sendiri. Agar dia tidak terluka, namun juga amnesia ini tidak permanen. Yasuda saya tinggal kan dulu."

"Amnesia?mama.."

"Iyaa, kepala kamu terbentur batu pas kamu tertimpa longsor."

"Longs- aaa, r-renjun dimana ma?"

Mama tersenyum kecut, begitupun cwo yang disamping mama.

"Tante tau kamu bisa menerima ini semua renjun. Berbincang lah dengannya. tante mau keluar dulu."

"Iya tante. Kamu belum makan bulan, ini saya suap ya. Aaa' buka mulutnya"

"Aaa' "

"Nyam, enak kan? Renjun yang buat loh..khusus untuk bulan yang manis."

Gue jadi teringat sama ucapan renjun yang sering ngalus itu. "Renjun dimana? Dan lu siapa?."

Cwo itu berhenti nyuap gue terus menghela nafas pelan. "Saya tidak ingin membuat kamu terluka, namun jika kamu memang menanyakan saya ini siapa. Saya ini renjun. Renjun sastra pratama."

"Renj- aaaa aduh" Cowo itu ngasih secepatnya gue segelas air minum.

"Sudah, nanti juga kamu tahu sendiri siapa saya. jangan dipaksa. Hati saya terasa di iris iris jika kamu tersakiti begini."

Cwo lainnya masuk ke ruangan gue. Tapi..

"Udah sembuh lu lan?gue kira udah ninggal lo"

"Shht Jeno, gak boleh gitu."

"Renjun?"

"Haa?, gue? Gue Jeno bukan renjun."

Gue meluk renjun. Gue benar benar salut sama dia karena selalu ngejaga gue. "Makasii jun makasii banget, gue kagum banget sama lo bisa ngejagain gue gimana pun keadaan gue."

Cwo yang gak gue kenal itu tersenyum terharu apa yang gue bilang. Tapi renjun malah diem gitu kek orang dongo.

"Gue buk-"

"Sudah jen..nanti kepalanya sakit, ikhlas kan saja.memangnya apa ruginya dianggap sebagai renjun? Cowo ganteng lagi hahah."

"Cih, gue gak mau masuk urusan lo hahah bye."

"Renjun!! Ih kok dia pergi.."

"Karena dia bukan renjun."

"DIA RENJUN!"

"Saya tidak ingin kepala kamu sakit. Nanti juga kamu tahu sendiri siapa renjun. Dari kata bicaranya yang lembut. Kamu pasti akan mengenali dia."

Ucap cwo misteri itu lalu menuju keluar ruangan. "Lu mau kemana!"

"Saya merasa sesak. Meski secara tidak langsung, yang penting saya sudah tahu apa yang ingin kamu katakan kepada renjun. Saya juga kagum terhadap mu bulan."

[Hikmah || renjun]

Hikmah| huangrenjun✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang