4. Syak

248 37 1
                                    

Hari ini aku menginap dirumah Nina, atau lebih tepatnya aku dipaksa menginap oleh Nina, "Kay, nginep di apart gue yaa, gue abis nonton horror jadi takut sendiri.."

Dia itu, sudah tahu anaknya penakut tapi masih saja suka nonton film horror, ujung-ujungnya apa? aku juga yang disuruh-suruh untuk menginap di apartemen dia. Tapi tidak apa sih, di apartment Nina ada shower air panasnya, aku suka. Aku tidak perlu repot-repot memasak air untuk bisa mandi air hangat seperti di kosan ku.

"Kay sini tiduran! Gue maskerin." Ucap Nina saat melihatku baru saja keluar kamar mandi.

Nina memang wanita sejati, dia selalu tidak lupa untuk merawat tubuhnya. Kalau kalian tahu, dia mempunyai 1 lemari yang berisi segala macam produk bodycare, mulai dari rak pertama berisi skincare wajah, rak kedua berisi bodycare seperti body lotion, scrub, lulur dan sebagainya yang aku sendiri pun tidak tahu namanya, dan yang paling bawah berisi produk-produk haircare.

Dia mempunyai segala perawatan untuk tubuhnya, pantas kalau Nina memang sangat sempurna sebagai seorang wanita.

"engga deh, gue mau tidur aja." tolakku

"nah yaudah sini maskeran dulu baru tidur, bagus tau buat kulit muka lo, Sini cepet gue pakein yang peel off biar lo nggak usah ribet-ribet lagi buat bilas."

Aku pun akhirnya menuruti apa kata Nina, karena aku yakin semakin aku menolak Nina, maka semakin sulit juga untuk aku tidur dengan tenang malam ini anak itu kadang terlalu keras kepala untuk ditolak.

"lo tuh harusnya manfaatin gue tau Kay." Ucapnya sambil mengaduk maskernya di dalam sebuah wadah kecil.

"kayaknya lo doang yang minta dimanfaatin sementara orang-orang diluar sana paling nggak suka kalau hidupnya dimanfaatin."

Nina terkekeh, "lo tau nggak betapa wanita-wanita diluar sana setres karena harga skincare dan bodycare mahal? lo itu sangat beruntung bisa memanfaatkan ini semua dengan cuma-cuma tapi apa? Lo malah nggak manfaatin itu??" ucap Nina sambil menunjuk lemari yang aku maksud tadi.

"ya itu kan punya lo. Masa iya gue yang pake."

"yaelah masih aja kaku lo. Gue tuh nggak mempermasalahkan hal itu kali, selagi lo udah di apartemen gue, apapun milik gue jadi milik lo juga."

Aku terdiam saat Nina mulai meratakan masker di wajahku, "lo pernah mikir gak sih kalo gue bisa aja jadi jahat dan malah mengkhianati lo?" tanya ku.

"enggak. Karna lo anak baik. Gue percaya lo akan selalu menjadi manusia baik dan gak pernah jahat ke siapapun termasuk gue." Ucap Nina penuh keyakinan, bahkan aku sendiri pun tidak pernah yakin terhadap diriku.

"jangan terlalu percaya sama gue." Ucapku berusaha mematahkan keyakinan Nina.

"kalo emang lo berkhianat itu udah jadi urusan gue, tanggung jawab gue karena udah terlaly percaya sama lo. Tanggung jawab lo hanya menjadi orang baik, udah itu aja."

Aku terdiam, jujur aku tidak tahu harus menanggapi Nina apa, aku merasa belum cukup baik untuk mendapatkan kepercayaan dari seseorang seperti Nina. Aku merasakan beban saat orang memiliki ekspetasi tinggi terhadapku disaat aku saja sering meremehkan diriku sendiri, bisa-bisanya Nina sangat percaya dan yakin kalau diriku ini memang terbaik.

Karena aku percaya manusia itu dinamis. Seiring berjalannya waktu, mereka yang awalnya jahat bisa menjadi personal yang leih baik, dan yang baik bisa pula berubah menjadi jahat. Aku mungkin bisa mempercayai orang lain saat ini, tapi tidak untuk selamanya, karena aku yakin suatu saat pasti aku merasa kecewa terhadap orang lain, walaupun dalam kadar yang berbeda.

Karna itulah aku tidak pernah benar-benar bisa percaya terhadap orang lain, termasuk juga diriku.

"btw, lo itu sebenernya cantik tau Kay. Besok mau gak kalo lo gue make up—"

"enggak." Jawab ku cepat.

Aku masih setia dengan pelembab, sunscreen dan compact powderku, berbeda dengan Nina yang memakai toner hingga setting spray tanpa melewatkan 1 pun item make up.

Selain karna aku tidak begitu mengerti tentang make up, aku itu sangat perhitungan mengenai uang. Lebih baik aku membeli makanan enak untuk perutku dibanding aku harus mengeluarkan uang untuk make up yang tidak ada habisnya.

"gue belum selesai ngomong!"

"gue udah tau apa yang mau lo omongin!" balasku

"coba deh Kay, sekali aja lo mau gue make up in. Lo itu cantik anjir! Gue yakin kalo lo mempercantik diri dengan make up dan hairstyling yang tepat pasti banyak cowo yang ngelirik lo."

"makasih deh, ngeliat lo yang dikerubungi cowok-cowok aja udah bikin gue risih, apalagi kalo gue yang ada di posisi kayak lo.

"Dan juga.. lo nggak ada niatan buat ngasih kesempatan sama salah satu dari mereka gitu?" lanjut ku

"gimana ya Kay.. gue belum nemu yang sreg. Sebenernya ada sih, tapi gue masih gak yakin gitu, ah nggak tau deh, masih abu-abu banget." ucap Nina tersirat ragu.

"siapa?"

"enggak. Coba dong elo, lo nggak pernah tertarik sama siapa gitu? gue belum pernah denger cerita asmara lo." ucap Nina yang berusaha mengalihkan topik.

"enggak ada."

Bukannya aku tidak percaya Nina untuk menceritakan perasaanku terhadap Gara. Hanya saja, perasaan sebelah pihak ini tidak pantas untuk diceritakan. Cukup aku saja yang merasakan dan paham akan perasaan itu.

Lagipula apa yang harus aku ceritakan? Dekat dengan Gara tidak, berteman dengan Gara tidak, mengobrol pun hanya untuk sekedar basa-basi. Pengalaman asmaraku hanya menjadi cerita menyedihkan jika aku ungkapkan kepada Nina.

"ah gak asik lo!" rajuk Nina, kini ia mulai membuat racikan masker baru untuk wajahnya –karena urusan dia dengan masker wajahku sudah selesai-

"oh iya Kay, gue mau nanya dong!"

"sejak kapan lo minta izin gue kalau mau nanya sesuatu?" tanyaku.

Nina kembali terkekeh sebelum berucap, "menurut lo.. Gara tuh orangnya gimana?"

Aku lantas menatap Nina dengan cepat, tanpa sadar jantung ku bekerja lebih cepat ketika mendengar nama itu disebut. Tentu langsung banyak pertanyaan yang langsung berkecamuk di dalam otakku.

"kenapa emang? Tiba-tiba banget nanyain tentang Gara?" pancingku

Nina terlihat mengangkat kedua bahunya tanda ia sendiri pun tidak tahu, "Cuma penasaran aja menurut lo gimana, gak penting sih sebenernya."

Aku semakin menatap curiga kepada Nina, tentu ini bukan pertanyaan biasa saja buat ku. Ini mengenai Gara, lelaki yang selalu mencampuradukkan perasaan ku selama masa kuliah ini. Tidak mungkin aku bisa berfikir biasa saja saat teman ku satu-satunya menyinggung tentang Gara. dan fakta lainnya kita berdua belum pernah sekali pun menyinggung tentang Gara selama 2 tahun berteman ini.

Dengan sisa keberanian ku, aku mulai bertanya pertanyaan yang sebenarnya tidak ingin aku ketahui jawabannya, tapi menurut ku ini kemungkinan terbesar kenapa Nina tiba-tiba menanyakan tentang Gara.

"lo lagi suka sama Gara ya Nin?"

Nina lantas menghentikan pergerakan kuas yang berada di atas wajahnya. Aku langsung menatap wajah Nina melalui pantulan cermin, terdapat sedikit guratan panik di wajah Nina. Aku yakin itu.

"eng-enggak! Yakali gue suka cowo konyol kayak dia."

Aku mentap Nina penuh ketidakpercayaan. Hal itu membuat Nina semakin panik dan lantas bangkit dari duduknya, "Udah ya Kay jangan ngomong gue dulu, nanti masker gue retak." Ucapnya sambil berlalu.

"Sebenernya ada sih, tapi gue masih gak yakin, ah nggak tau deh, masih abu-abu banget."

Ucapan Nina itu seperti kaset yang terus berputar di kepalaku. Terus terulang hingga aku sendiri pun tidak bisa menemukan maksud lain dari pertanyaan Nina tentang Gara barusan.

Apa mungkin benar kalau Nina menyukai Gara?

-

KANIGARA | Hendery✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang