44. Berkhianat?🔪

29K 3K 1.7K
                                    

"Sst, udah jangan nangis terus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sst, udah jangan nangis terus. Makan ya?" Sudah berkali-kali Febri menyuruh Vani makan, tapi gadis itu tetap menolak. Dia masih terus menangis sedari tadi, apalagi saat dokter mengatakan kakinya tak akan sembuh. Air matanya tak dapat lagi berhenti. Mood-nya memburuk, hancur berantakan.

"Nanti juga sembuh. Makan terus minum obatnya," kata Febri lagi membuat Vani memukul dada laki-laki itu kuat.

"Kamu nggak denger dokter tadi bilang apa?!" teriak Vani dengan isak tangis yang semakin kuat. Kenapa Febri tak juga mengerti ....

Kakinya sudah tak bisa sembuh lagi!

"Aku udah ngagk bisa jalan lagi .... nggak bisa, Febri. Aku cacat. AKU CACAT!" Vani meraung lebih keras. Ia tak ingin seperti ini. Tak ingin! Kenapa kakinya? Kenapa kakinya bisa lumpuh?! Kenapa?!

"Stt, berhenti berkata seperti itu," gertak Febri menarik Vani ke dalam dekapannya. Dihujaninya puncak kepala gadisnya dengan kecupan-kecupan ringan.

Lama-lama juga akan terbiasa.

Febri memutar bola mata jengah. Jangan salahkan dirinya, salahkan saja Vani yang terus mencoba kabur darinya. Vani hanya perlu diam dan menurut, maka ia akan aman.

Jika ia tidak bisa menghukum dengan pisau lagi, ia rasa ini adalah cara terakhir. Vani tidak merasa kesakitan, bukan?

"Aku perlu bicara padamu nanti malam. Datang ke ruangan-ku." Xander menatap anaknya dengan tatapan datar. Tanpa menunggu jawaban Febri, ia melangkah pergi dari sana.

Apa ia perlu memberi pelajaran pada anak semata wayangnya itu? Febri memanglah anaknya, darah dagingnya, tapi kelakuan laki-laki itu sangat jauh lebih buruk darinya.

Dulu, ia sama sekali tak pernah menyakiti istrinya--Airin. Dari sewaktu ia meminta Airin menjadi kekasihnya hingga meminta wanita itu menjadi istrinya. Tidak pernah terdengar tangis selain tangis kebahagiaan.

... dan Febri, laki-laki itu lebih mirip dengan Raka--ayah Daven. Atau mungkin ini semua didikan dari laki-laki itu?

BRAK!
PYAR!

"AKU NGGAK MAU MAKAN!"

"Dia begitu keras kepala," desis Xander menatap pintu kamar anaknya dengan tatapan sinis. "Tinggal makan apa susahnya?"

Sementara di dalam kamar Febri berusaha sabar. Ia menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya secara perlahan.

"Dengar. Sekarang terserah padamu, ingin makan atau tidak. Aku sudah muak. Aku tidak bisa sabar lebih jauh lagi," geram Febri mulai muak. Ia bangkit dari duduknya namun dengan cepat Vani menahannya. Kedua tangan gadis itu pun bahkan kini memeluk pinggangnya erat.

"Makan. Aku mau makan," kata gadis itu masih sedikit terisak. "Tapi kaki aku gimana? Ini hukuman kamu ya?"

Pernyataan Vani membuat Febri kembali duduk. Ia membingkai lembut wajah Vani. "Menuduhku hm?" tanya Febri dengan raut datar.

Possessive and Psycho Boyfriend [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang