01.
“Pa, aku mau datang ke acara ulang tahun Dhea. Boleh ‘kan?” celetuk Viona begitu makanan di atas piringnya habis.
“Jam berapa acaranya? Sama siapa aja perginya? Jangan pulang terlalu malam. Bawa supir. Papa nggak mau kamu kenapa-kenapa.”
“Aku pergi sama—”
“Papa mau ngizinin dia pergi? Papa yakin? Kemaren aja dia izin pergi ke acara ulang tahun tapi malah nginap di rumah cowok. Kalau bukan karena Vero, kita nggak tau apa Vio masih perawan sekarang ini.” Novan mencoba mengingatkan ayahnya tentang kejadian Minggu lalu.
Andrian menghela napas sejenak. “Kamu nggak bohongin papa lagi ‘kan?”
Viona meremas pahanya. Diam-diam dia mencuri pandang pada Novan yang tidak suka dengan rencananya malam ini. “Nggak, Pa. Aku beneran kok. Papa telepon aja ibunya Dhea, aku benar-benar mau ke rumah Dhea.”
Srek!
Kursi Novan bergeser dengan kasar bersamaan dengan bangkitnya pria itu. “Terserah kamu lah. Mau kamu sampai digilir juga kakak nggak peduli.” Lirikan mata sinis Novan membangkitkan ketakutan besar di diri Viona.
“Jaga bicara kamu, Novan!” sentak Andrian tidak suka. Dia tahu jika Minggu kemarin hal buruk hampir terjadi pada Viona dan untungnya pria berengsek yang ingin merusak Viona adalah sepupu dari sahabat Novan. Tapi sungguh, mulut Novan tidak seharusnya mengeluarkan kata-kata seperti itu.
“Terserah Papa. Manjain aja terus. Nanti kalau udah kejadian kan yang nyesel juga Papa.” Novan berlalu pergi. Kedua tangannya tenggelam pada saku celana jeans-nya. Dia bersenandung ringan. Tanpa diketahui oleh sang ayah, dia menyeringai. Senandung yang dia nyanyikan adalah peringatan keras untuk Viona yang seharusnya malam ini menyenangkannya bukan bersenang-senang sendiri.
“Boleh ‘kan, Pa?” Viona berkeringat dingin. Senandung Novan membuat hatinya gelisah. Sungguh, apa yang Novan ceritakan tidak lah benar. Nyatanya Novan yang menculiknya di tengah perjalanan dan membawanya ke hotel untuk dikurung. Paginya, saat kakaknya itu membawanya ke rumah, kebohongan yang membuatnya kena amukan sang ayah keluar dari mulut Novan. Kiss mark yang singgah di lehernya dikatakan hasil teman bejatnya, padahal itu adalah karya Novan yang tiada habisnya setiap malam.
“Ayah Dhea lagi di rumah ‘kan?”
“Iya.”
“Ya udah, kamu siap-siap sana. Papa yang anterin kamu. Biar papa ngobrol sama ayahnya sampai kamu selesai.”
“BENERAN?!” Viona bersorak senang. Dia tidak menyangka jika ayahnya akan mengantar dan menunggunya. Ini kabar baik. Sudut bibirnya tertarik membentuk senyum yang membuat sang ayah juga ikut bahagia.
“Iya, udah sana siap-siap. Kamu mau berangkat jam berapa. Izin dulu sama kak Novan. Kakakmu kayaknya marah. Bilang, papa yang ngantar kamu. Dia nggak usah khawatir.” Andrian menepuk kepala putrinya dengan lembut. Putrinya itu kini tengah memeluknya.
“Nggak mau, kak Novan pasti nggak ngasih izin.” Viona kembali gelisah. Izin sangat sulit didapat dari pria bernama Novan Alexander itu. Bukannya diizinkan, yang ada Viona akan semakin ditekan.
“Diizinin. Kan papa yang antar kamu.” Andrian tahu sekali jika Novan itu sosok yang marahnya bertahan lama. Jika tidak meminta izin, pria itu benar-benar tidak akan peduli pada adiknya lagi.
“Nggak mau, Pa. Papa kan tau kalau Dhea itu sahabat dekat aku. Kalau kak Novan nggak ngasih izin aku—”
“Sytt ....” Andrian menaruh jari telunjuknya di bibir Viona. “Papa cuma minta kamu izin, masalah diizinin atau nggak, kamu tetap pergi. Okey?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive and Psycho Boyfriend [REPOST]
Novela JuvenilFollow sebelum membaca "Keluarlah, Sayang! Percuma kau bersembunyi, aku akan menemukanmu!" Febri menendang meja tempat persembunyian Vani dengan kuat hingga membuat meja itu jatuh memporak porandakan hati Vani yang bergemuruh. "Ketemu juga." Vani...