JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT⚠️
Sudah dua minggu sejak Amel, Adam, dan Livia pergi ke bioskop, dan sudah satu minggu juga hubungan Amel dan Radit membaik. Terkadang mereka pergi berdua, entah sekedar jalan-jalan atau nongkrong di cafe. Terkadang Amel juga pergi ke sekolah bersama Radit, walaupun Radit harus berangkat lebih pagi dan membuang waktu lebih lama untuk sampai ke sekolahnya.
Adam? Terkadang Ia juga masih berangkat ke sekolah bersama Amel jika Radit kesiangan. Namun, di beberapa kesempatan, Amel memilih pergi bersama Nabil. Ya, Amel tetap masih jadi Amel yang dulu.
Ia pun bingung, mengapa Ia sangat menghindari pergi bersama Adam ke sekolah. Mungkin karena takut ketahuan bahwa Ia pergi dengan Adam, guru incaran murid di sekolah, atau memang karena sulit mengendalikan detak jantungnya ketika bersama Adam? Entahlah, dirinya pun tidak mengerti.
Oh ya, dan masalah Adam, kini Radit tahu bahwa Adam bukan pacar Amel, melainkan anak dari teman Bunda Amel.
Pagi ini, terlihat Amel sedang menunggu Radit menjemputnya. Sudah sejak 10 menit yang lalu Amel menunggu, namun Radit tidak kunjung datang. Gadis itu bergerak gelisah, karena sejak chat terakhir Radit yang mengatakan Ia sudah di jalan, harusnya Radit kini sudah sampai di rumahnya.
"Pergi sama siapa, Mel?" Suara berat itu sedikit membuat Amel terkejut dan menolehkan kepalanya ke belakang. Tampak Adam yang sudah siap berangkat dan hendak masuk ke mobilnya.
"Sama Radit," jawab Amel seadanya. Adam mengernyitkan dahinya, lalu mengecek jam di pergelangan tangannya.
"Tumben jam segini belum berangkat. Raditnya kesiangan?" tanya Adam.
"Enggak tahu. Tadi sih bilangnya udah di jalan tapi belum ada orangnya sampai sekarang. Lo gak pergi?" kata Amel, kali ini sedikit lebih panjang. Adam terlihat berpikir sebentar.
"Saya tunggu sampai kamu dijemput Radit."
"Eh, gak perlu. Lo duluan aja," tolak Amel cepat.
"Kenapa? Saya cuman mau nungguin kamu." Amel menghela napas pasrah. Ya sudahlah.
Tak lama kemudian, tiba-tiba ponsel Amel berdering. Gadis itu melihat siapa yang menelfonnya sepagi ini, dan ternyata itu adalah telfon dari Radit.
"Halo Dit? Lo di mana? Hampir mau telat nih!"
"Eh, mbak temennya yang punya hp? Ini saya menghubungi orang yang terakhir chat dengan mas yang punya hp ini. Masnya kecelakaan dan sekarang sedang di bawa ke rumah sakit," jelas suara di sebrang sana.
"Hah? Astaghfirullah! Beneran pak?" Adam yang melihat keterkejutan Amel berdiri tegak, penasaran apa yang sedang terjadi.
"Iya mbak, sekarang sedang di bawa ke rumah sakit, tas dan ponselnya ketinggalan di tempat kejadian. Mbak bisa ambil di minimarket yang ada di depan perumahan Bumi Asri," jelas bapak yang memegang ponsel Radit.
"Perumahan saya itu, Pak. Baik pak saya segera ke sana. Terima kasih banyak ya, pak." Amel mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku.
"Kenapa Mel?"
"Itu, Radit kecelakaan. Lo bisa anterin gue ke rumah sakit? Tapi kita ambil ponsel dan tasnya Radit dulu."
"Saya anterin. Ayo." Adam langsung masuk ke mobilnya. Amel tertegun sejenak, lalu mengikuti Adam untuk masuk ke mobil.
Minimarket yang dimaksud bapak tersebut persis berada di depan gerbang perumahan Amel. Sepertinya kejadiannya pun tidak jauh dari sana. Setelah sampai di minimarket tersebut, Amel yang diikuti Adam keluar dari mobil. Tampak seorang bapak-bapak yang umurnya sekitar 40 tahun menghampiri mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Knows?
Teen FictionAmel. Jika setiap siswa SMA Harapan mendengar nama Amel, maka yang terlintas dalam kepala mereka adalah anak populer kelas 11, tomboy, biang onar, seorang atlit, dan anak kesayangan guru olahraga. Walaupun mempunyai dua sahabat yang feminim, tetap s...