Maafkan diriku yang super duper ngaret, mager, dan terlalu tergiur dengan media sosial hingga menggantungkan kalian semua wkwkwk.
JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT⚠"Namanya Radit."
Adam diam, menunggu kelanjutan cerita yang akan dipaparkan Amel.
"Kenapa?," tanya Amel heran karena Adam menatapnya dengan serius. Adam mengernyitkan dahinya heran.
"Saya nungguin kamu cerita lah," kata Adam. Amel memandang heran, lalu sedetik kemudian tawanya lepas.
"Lo kira gue bakal langsung cerita ke elo? Hahaha ya enggak lah! Gue cuman ngasih tau nama doang, biar kalo lo ketemu dia lagi, lo tahu harus manggil dia apaan," kata Amel sambil tertawa.
Adam mengamati cara tertawa Amel. Sangat palsu. Penuh keterpaksaan.
"Ya udah kalo kamu gak mau cerita. Saya juga sama sekali gak rugi kok," jawab Adam pura-pura tidak peduli. Amel mengedikkan kedua bahunya.
"Gue juga males cerita sama orang yang baru gue kenal. Asal lo tau, banyak banget orang yang pengen tahu cerita kita, padahal kadang mereka cuman kepo, pengen tahu doang, dan sama sekali gak peduli apa yang kita alamin. Ya kadang juga tanpa rasa bersalah mereka jadiin masalah kita sebagai topik ghibah," ungkap Amel.
"Kamu gak perlu cerita kalau gak mau. Itu hak kamu," kata Adam.
"Oke. Mungkin untuk sekarang gue belum bisa percaya sepenuhnya sama lo. Eh tapi lo kok keterusan ngomong formal gini sama gue? Santai aja kali, sama kayak gue. Ya walaupun lo guru gue juga sih," kata Amel.
"Gak apa-apa. Saya lebih nyaman gini."
Amel hanya mengangguk mengerti.
Selanjutnya keheningan kembali datang, menyapa kedua insan yang entah bagaimana kelanjutan ceritanya.
******
Setelah makan, dengan sangat terpaksa Amel menemani Adam terlebih dahulu ke stasiun kereta. Entah ada keperluan apa Adam disana, gadis itu tidak peduli. Ia hanya ingin cepat-cepat pulang kerumah dan mandi air hangat. Semua badannya terasa remuk setelah pertandingan tadi.
Tiga puluh menit kemudian, Amel dan Adam sudah berada di stasiun kereta api. Setelah membuka seat belt, Adam langsung keluar mobil dan meninggalkan Amel. Tidak terima ditinggalkan, gadis itu ikut keluar mobil.
"Eh, lo mau kemana?," tanya Amel.
"Nemuin temen. Kamu tunggu disini aja. Saya gak akan lama," kata Adam.
"Gue ikut." Adam memutar kedua bola matanya malas.
"Kamu disini aja."
"Kalau gue ilang gimana?"
"Takdir."
"Dih, ngeselin banget sih."
"Ya udah ayo," kata Adam akhirnya. Amel tersenyum senang dan membuntuti Adam menuju ke dalam stasiun.
Tampaknya kereta api dari Jakarta baru saja datang. Ketika mereka masuk ke dalam, Adam terlihat memandang sekitar, mencari orang yang harus ditemuinya.
"Eh, itu yang lambai-lambai temen lo ya?," tanya Amel tiba-tiba. Ia menunjuk ke arah pria berjas biru dongker yang terlihat seperti melambai ke arah mereka. Adam mengangguk setelah menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Amel.
"Kamu tunggu di sini aja. Jangan kemana mana," kata Adam.
"Kok gue gak boleh ikut sih? Pelit amat," gerutu Amel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Knows?
Teen FictionAmel. Jika setiap siswa SMA Harapan mendengar nama Amel, maka yang terlintas dalam kepala mereka adalah anak populer kelas 11, tomboy, biang onar, seorang atlit, dan anak kesayangan guru olahraga. Walaupun mempunyai dua sahabat yang feminim, tetap s...