8). Dajjal

73 23 47
                                    

The moment I reach out my hands
Now you wake me up
-Y.Z.

*****

Ada alasan khusus mengapa Tristan begitu takut dengan Yoana, padahal seharusnya dia bisa mengalahkannya dengan mudah jika ditinjau dari segi adu kekuatan.

Namanya juga cewek. Yoga saja sudah beberapa kali menahan Yoana tanpa hambatan.

Lantas, apa yang membuat Tristan ketakutan sampai tidak bisa berkutik?

Mereka bilang, tidak ada ketakutan yang hakiki selain menyaksikannya sendiri. Benar, Tristan pernah menjadi saksi bisu Yoana menganiaya cowok yang tinggi badannya jauh di atas Yoana. Cewek itu bisa saja mempunyai bentuk tubuh yang adorable alias gampang dibopong ke mana-mana cukup dengan sebelah tangan, tetapi bagaimana beringasnya dia menjatuhkan lawan terekam begitu jelas dalam otak Tristan.

Meskipun demikian, Yoana bukan tipikal yang senang mencari perkara. Aksinya malah didukung penuh oleh sejumlah orang yang menonton, seperti sekarang ini.

Karena Yoana layak memberikan pukulan kepada orang yang tidak layak dimaafkan dan yang harus diberi pelajaran supaya kapok.

Masalahnya, Tristan berada di posisi cowok yang dulu sempat didisiplinkan oleh Yoana. Dia tahu dia salah, dia tahu dia berengsek, dan dia tahu dia layak dipukuli lebih parah dari korban yang  jatuh di tangan Yoana waktu itu.

Tristan menyesal—–tentu, apalagi dia telah membohongi Yoana selama lebih dari lima tahun. Pukulan fisik tidak akan cukup untuk memuaskan hati seorang Yoana. Juga terhadap Clara, dia juga merasa dirinya payah dan pengecut.

Yoana mengeratkan cengkeraman pada kerah kemeja Tristan dan menariknya supaya tatapan membunuhnya bisa tersampaikan dengan baik. Meski terhalang oleh kacamata hitam, dia tahu sepasang netranya telah basah karena luapan emosi.

Sama halnya pada Clara, Tristan juga mengenal Yoana dengan sangat baik. Itulah sebabnya mengapa dia selalu dan selalu berusaha untuk membalas perasaan cewek itu lebih dari sekadar teman dekat, berusaha menerima kalau Yoana memang jodohnya.

Lantas, mengapa semua usahanya menjadi sia-sia hanya karena mendengar sederet kalimat tentang Clara menyukai cowok lain?

Jawabannya hanya satu karena di detik yang sama, Tristan tertampar oleh kebenaran yang lain kalau sampai kapan pun dia tidak akan bisa move on dari Clara—–cinta pertamanya.

Cinta memang tidak bisa dipaksakan, mau seberapa tulus Tristan membalas ciuman Yoana. Tidak, cinta ternyata tidak sesederhana itu.

"Hidung gue berdarah, Na." Tristan memohon pada Yoana. "Plisssss...."

"Kayaknya nggak cukup dioperasi, deh." Terdengar suara Ferdian menyeletuk takjub selagi memperhatikan bagaimana hidungnya yang berhasil dibuat mimisan oleh kepalan tangan Yoana yang mungil. "Emang cowok brengsek tuh harus didisiplinkan."

"That's my boyfriend," puji Luna, pacarnya Ferdian dengan tulus.

"Tadi lo bilang mau dibunuh, kan?" tanya Yoana dengan tatapan yang tidak ada bedanya dengan psikopat yang berakting dalam drama. "Trus sekarang mau dikasihani? Lo kira bisa main-main sama gue?"

"Kita bisa bicara baik-baik, Na. Plissss...."

"Gue udah ngasih lo waktu lebih dari cukup buat jelasin." Yoana membalas dingin. "Setengah bulan, Tris. Lo ngapain aja, hah? Yang ada lo malah menghindari gue."

"Gue takut sama lo," jawab Tristan jujur.

"TRUS KENAPA TADI MINTA DIBUNUH?" Yoana ngegas. Saking mengerikannya, Tristan sampai memejamkan kedua matanya kuat-kuat. "Lo takut sama gue trus kenapa lo ngebiarin perasaan gue sampai begini lamanya?"

Cross Over You • PHILIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang