14). We're Gonna Make it

62 23 38
                                    

Make my heart flutter so much
Go go, without hesitating any longer
-Y.Z.

*****

Ibarat guratan pensil di atas kertas polos, jejak tersebut tidak akan pernah bisa hilang meski dihapus. Begitu pula dengan ketulusan yang tidak akan pernah lekang oleh waktu dan akan terus terpatri dalam sanubari.

Yoga juga demikian. Yoana Zeminna seolah-olah berperan sebagai tape recorder yang secara berkelanjutan mengingatkannya akan kenangan di masa lalu bersama Luna Lovandra. Lagi dan lagi, seakan tidak ada habisnya.

Saking seringnya, Yoga tidak tahu apakah ini sebuah anugerah ataukah cobaan.

"Setidaknya gue udah berusaha. Patah hati karena cinta itu sakit, Ga. Gue mau mengobati lo, sama seperti lo tulus melibatkan diri lo di antara gue dan Tristan." Yoana berkata sementara angin yang berembus kencang di antara mereka seolah-olah mendramatisir kata-kata ajaibnya.

Ya, ajaib. Karena bagi Yoga, penuturan Yoana membuat Yoga bernostalgia ke masa SMA-nya. Atau lebih tepatnya, yang dimulai ketika dia pindah ke kelas Luna.

Hampir mirip dengan Yoana yang pernah satu SMP tetapi tidak pernah berinteraksi, ini juga terjadi pada kasus Yoga-Luna di SMA. Keduanya baru dipertemukan di tahun ketiga, tepatnya cowok itu dipindahkan gegara kesalahan pada sistem pembagian kelas.

Luna seramah yang dirumorkan, bahkan dia menawarkan Yoga untuk duduk di sebelah bangkunya yang kosong, membuat cowok itu seketika mengira kalau dia sedang bermimpi sekaligus bersyukur karena mendapat kesempatan untuk dipindahkan di kelas tersebut.

Yoga mendekati bangku kosong di sebelah Luna, lantas bertanya, "Hmm nggak apa-apa nih aku duduk di sini?"

"Daripada lo jadi Mister Lonely tanpa pasangan di sudut sana, mendingan lo duduk sama Luna," saran Nara sembari melirik Virga. "Dan juga biar Virga punya teman ngobrol. Dia sering gabut soalnya, apalagi kalo kuotanya habis."

Yoga kemudian duduk dengan gaya seperti ditawarkan duduk di singgasana samping putri raja, kemudian menoleh ke belakang untuk menatap Virga. "Kuota gue unlimited, lo bisa pake sepuas lo."

"As expected, you're that famous easy-going friend!" puji Virga bersungguh-sungguh, matanya langsung memantulkan sinar kebahagiaan seperti ketiban durian runtuh. "Gue doain lo jadian sama Luna, ya!"

"Secepat itu lo jual diri gue hanya karena kuota?" tanya Luna emosi meski ekspresinya sama sekali tidak menunjukkan kemarahan karena dia tahu Virga hanya terlalu bahagia dengan pemakaian kuota cuma-cuma tanpa dibatasi. "Setidaknya kita harus kenalan dulu. Gue Luna--"

"Luna Lovandra, kan?" potong Yoga hanya untuk menunjukkan kalau dia mengenal cewek itu dengan sangat baik. "Nggak mungkin gue nggak kenal sama lo. Gue jadi bertanya-tanya, mimpi apa ya gue, pindah kelas baru tau-taunya digebet sama dewi!"

"Gue pernah denger, kalo mimpi menggenggam kotoran itu bakal dapet rezeki nomplok yang nggak disangka-sangka kayak durian runtuh. Apa semalam lo mimpi itu?" tanya Virga yang entah sedang bercanda atau memang sepolos itu, membuat Luna dan Nara refleks memberikan tatapan jijik padanya.

Ingatan Yoga seketika berubah....

Mereka berjalan beriringan sepulang dari ruang guru dan berencana kembali ke kelas untuk mengambil tas mereka.

"Luna."

"Ya, Ga?"

Yoga berhenti, disusul oleh Luna dengan kernyitan di alisnya.

Cross Over You • PHILIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang