19). Conflict (2)

68 23 38
                                    

Reality is just reality until I found the imaginary way from you.
-Y.P.

*****

Yoana tidak menyangka akan bertemu dengan Yoga selepas keluar dari departemen jurusannya. Jika saja cowok itu sendirian, dia pasti akan menggodanya dengan mengatakan kalau situasi mereka sedang dikendalikan oleh takdir.

Alih-alih mengatakan demikian, Yoana hanya bisa diam tatkala memperhatikan Yoga berjalan bersama dengan Luna. Ditilik dari tas yang bergelayut pada masing-masing bahu, bisa disimpulkan kalau keduanya sedang berada dalam perjalanan pulang.

Sama seperti Yoana.

Cewek itu segera bersyukur dia tidak jadi menyuarakan kata-kata yang terlintas dalam otaknya tentang takdir konyol barusan. Rasanya tentu akan memalukan, apalagi dengan adanya eksistensi Luna di dekat Yoga.

Luna Lovandra, si cantik yang vibes-nya sangat bertolak belakang dengan Yoana Zeminna.

Yoana bisa saja berpenampilan feminin dan 'menipu' kaum awam di permukaan, tetapi dia jelas lebih powerful dari Luna. Dia juga tipikal berterus terang dan barbar, yang memberikan kesan tomboi dalam dirinya. Selain itu, fakta dia lebih sering berinteraksi dengan kaum adam membuatnya semakin jauh dari dunia ke-cewek-cewek-an.

Lantas melihat bagaimana Luna berjalan di sisi Yoga, membuat Yoana mengatakan ini dalam batinnya secara spontan.

Pantesan, Yoga rela jadi bucinnya.

Tak ayal, kalimat berikutnya menyusul seakan menampar Yoana secara abstrak.

Oh iya... sama berlakunya dengan Kak Clara, Tristan juga suka sama cewek tipe ginian.

Kenapa, sih? Emangnya cowok-cowok ngeri banget ya sama cewek barbar?

Kemudian seolah-olah menjawab pertanyaan dalam kepala Yoana, suara random milik salah satu mahasiswa terdengar dari balik punggungnya. Dia berjalan sambil lalu dengan tangan memegangi ponsel yang sudah ditempel ke salah satu telinganya.

"... iya, Bro. Ngeri banget gue sama cewek-cewek zaman sekarang. Gila aja ya, gue ditembak di depan orang banyak. Malu banget, asli!"

"Sialan!" umpat Yoana spontan. Untungnya mahasiswa tersebut sudah jauh dari jarak pandang, jadi dia tidak bisa mendengar celetukannya.

Sebagai gantinya, duo Yoga dan Yoana yang mendengar itu.

"Kenapa, Yoana?" tanya Yoga polos setelah menghentikan langkah, disusul Luna. Wajar saja mereka akan dipertemukan, mengingat posisi Yoana berada di percabangan koridor yang merujuk ke mana departemen yang satu dengan yang lain.

"Hai, Yoana." Luna menyapa lembut, disambut cengiran lebar Yoana.

Ya ampun, cantik banget sih lo. "Hai juga, Luna."

"Nah kalo gitu gue duluan, ya. Anterin Yoana pulang gih, Ga."

"Eh tapi, Na...."

"Gue bisa pulang sendiri, Yoga. Lagian tadi janji kalian batal, kan?" tanya Luna frontal dan kalem, lantas mengalihkan atensinya pada Yoana. "Jangan sampai salah paham ya, Yoana. Kami memang deket, tapi sebatas sahabat aja jadi lo nggak boleh nyerah sama Yoga, ya."

"Luna!" tegur Yoga dengan ekspresi tidak nyaman. Seketika dia merasa canggung di depan Yoana. Gimana ya, berasa jadi pejomblo yang kentara sekali ngenesnya padahal dia yakin dia tidak semenyedihkan itu. "Ya ampun...."

"Hmm... nggak salah paham, kok." Yoana menjawab sama kalemnya meski dia juga canggung sama halnya dengan Yoga.

"Bagus kalo gitu. Seneng rasanya, moga kalian jadian beneran ya. Yoga, makasih ya udah dengerin curhat gue."

Cross Over You • PHILIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang