24). Give Up?

71 20 29
                                    

I'm not gonna take these kind of words as a joke anymore
-Y.Z.

*****

Yoga merasa tindakannya semalam adalah sebuah reaksi yang sangat normal dan sudah sewajarnya dilakukan.

Seperti salah satu penerapan Hukum Newton dalam kehidupan sehari-hari yang mana sering disebut sebagai hukum aksi-reaksi; 'Jika suatu benda mengerjakan gaya pada benda lain, maka benda yang dikenai gaya akan mengerjakan gaya yang sama besarnya meski arahnya berlawanan', kedekatan Yoana dan Tristan adalah sebuah aksi yang memberikan Yoga peringatan untuk mundur sebagai reaksinya.

Kembali pada kenyataan, bukan? Terlepas dari kesediaan Yoga untuk membuka hati pada Yoana, tetap saja tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Tristan masih mengisi sebagian atau bahkan keseluruhan dalam ruang hati Yoana.

Ibarat ampas kopi yang masih setia menjejaki bagian dasar gelas, yang tidak akan pernah bisa larut sampai kapan pun.

Maka, alih-alih baper, dia malah mendukung keputusan Yoana karena pada kenyataannya, Yoga hanyalah teman sekaligus media distraksi Yoana sehingga akan sangat lancang jika dia menghalangi keduanya.

Seharusnya yang benar adalah... Yoga turut berbahagia jika keduanya berbaikan, kan?

Lantas... mengapa suaranya terdengar berbeda saat Yoana mengajaknya berbicara?

"Yoga, semalam lo ke mana? Nara bilang lo udah keluar kos, tapi nyatanya gue nggak ketemu sama lo kemaren."

"Gue mampir ke tempat lain."

Yoga merasa seperti ada jiwa lain yang menguasainya dan saat itu juga dia mulai menduga kalau otaknya sedang mengalami gangguan karena matanya menolak untuk membalas tatapan Yoana.

Kesannya menjadi dua kali lebih konyol, padahal dia sudah bertekad untuk bersikap biasa-biasa saja seolah-olah aksinya tadi adalah sesuatu yang sangat wajar untuk dilakukan.

"Lo kenapa, Ga? Lagi sakit, ya?" tanya Yoana, refleks mendekat selangkah tetapi Yoga telanjur bertindak impulsif dengan mundur selangkah.

Sekali. Dua kali. Keduanya jadi tidak ada bedanya dengan dua kutub magnet sejenis yang saling tolak-menolak.

"Lo kenapa, sih?" tanya Yoana heran, kemudian ekspresinya berubah sumringah saat menyadari sesuatu. "Oh... lo masih canggung soal ngajak gue kencan, ya? Nggak apa-apa kali, Yoga. Mau ganti hari lain juga boleh."

Yoga masih menolak untuk menatap. Dia lebih tertarik memperhatikan sekelompok mahasiswa di pelataran gedung fakultas Ekonomi di mana mereka sedang mengerumuni meja panjang dengan tatanan aneka gorengan untuk dijual.

Melihat acara danus-an tersebut, membuat Yoga spontan teringat akan kata-kata Yoana kala itu.

"Lo bukan kandidat yang buruk menurut gue. Kenapa kita nggak coba aja, berhubung kita ini sad couple yang lagi booming?"

"... seenggaknya, gue punya distraksi biar nggak kepikiran terus. Gue udah pernah ngaku sama lo kan kalo gue perlu waktu seumur hidup buat lupain Tristan? Jangankan gue, lo aja belum berhasil move on dari Luna."

"... lo kayak selalu muncul tiap gue lagi patah hati. Seperti gue bilang tadi, lo kayak pengalihan di saat gue merasa sulit untuk lupain Tristan. Gue tau ini bersifat sementara, tapi gue harap lo bersedia deket sama gue. Let's be friends, Yoga."

"Yoana." Suara Yoga akhirnya terdengar meski tatapannya masih menempel pada kerumunan di seberangnya. Kali ini, untungnya, Yoga merasa nada suaranya sudah kembali normal.

Cross Over You • PHILIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang