Epilog 3/3

89 23 42
                                    

Author's Note

Buat kalian yang udah baca sampai part ini, terima kasih sekali. Saya senang banget kalian mau ngikutin cerita saya sampai tamat, bahkan buat kalian yang udah dari awal ngikutin cerita saya, terima kasih banyak 😭.

Baru kali ini ya ada part Epilog sampai tiga bagian. Sebenarnya sudah dari kemaren aku memutuskan untuk jadiin satu, tapi aku rasa part-nya jadi panjang. Jadi, aku pisahin aja deh. Lebih cocok begini sih ya karena dalam part Epilog ini, semua tokoh bergabung kayak reuni gitu. Muehehehe....

Senang akhirnya bisa sampai di tahap ini. Saya nulis cerita memang karena hobi, tapi nggak munafik semua akan terasa sempurna jika punya pembaca setia, terutama kalian yang enjoy sama cerita aku ❤️.

Semoga saya bisa terus menerbitkan karya-karya berkualitas lainnya dan pastinya cocok sama kalian. Sekali lagi, terima kasih.

Part Epilog 3/3. Enjoy.

*****

I wanna confess to you again
-Y.P.

*****

"Yoana... kita perlu ngomong." Yoga memulai setelah dia mengajak Yoana menepi dari keramaian. Seolah-olah ada campur tangan semesta karena di waktu yang bersamaan pula, mereka bisa memperhatikan Clara dan Tristan dari sini.

Keduanya duduk berdampingan di bangku panjang. Meski terlihat sedang berbicara serius, ada senyuman uwu yang sesekali ditunjukkan Clara dan direspons Tristan dengan cara yang sama.

"Kayaknya rencana gue udah berhasil, bagus deh." Yoana menyeletuk dengan nada puas sebelum berfokus sepenuhnya pada Yoga. "Lo mau bilang apa?"

"Ini juga akal-akalan lo biar Clara sama Tristan bisa ngomong berdua, ya?" tanya Yoga memastikan, mulai memahami apa maksud Yoana yang lebih memilih mengikuti Clara barusan, padahal jelas-jelas ada Tristan di antara mereka.

Yoana mengangguk. "Kak Clara itu tipikal gengsian yang lebih suka memendam perasaan, sedangkan Tristan rada-rada pengecut dan sering salah langkah. Kalo gue nggak rencanain ini semua, gue yakin mereka nggak bakalan maju-maju.

"Eh iya, ada yang mau lo sampaikan ke gue, kan?" lanjut Yoana setelah jeda beberapa saat dan Yoga masih belum bersuara.

Lebih tepatnya, dia jadi malu sendiri karena sempat mengira Yoana bakal salah paham melihat kedekatannya dengan Luna di beberapa wahana bermain tadi.

"Hmm... nggak jadi, Yoana."

"Loh, kok gitu?"

"Kamu haus, nggak? Ayo beli minuman."

"CIEEE... udah pake kamu-kamu aja nih."

"Hah?" Yoga jadi salah tingkah.

"Refleks, ya? Tadi ngomongnya pake 'kamu' ke gue."

"Hmm... iya, ya?"

"Ish, gemes. Pake acara salting-salting segala. Ya udah, mulai hari ini ngomong aku-kamu ya?"

Entah kapan mulainya, yang jelas saat Yoga sadar, kedua tangannya sudah disibukkan dengan aktivitas baru; tangan kiri menempel di bagian belakang lehernya sementara tangan yang lain sudah terhubung langsung dengan tangan Yoana.

Atau dengan kata lain, Yoana berinisiatif untuk menggenggam tangan kanannya.

"Hmm... tadinya aku ngira ka-kamu cemburu." Yoga memutuskan untuk berterus terang selagi keduanya berjalan di antara pengunjung dufan lain. Setidaknya usahanya untuk menyelamatkan situasi canggung telah berhasil karena cowok itu bisa berpura-pura mengalihkan atensinya ke segala arah.

Cross Over You • PHILIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang