[3] Mental Yang Lemah

331 52 2
                                    

Mental seseorang itu beda-beda, ada yang kuat sampai benar-benar kuat memendamnya, tidak ada yang tau apa masalahnya. Hingga orang-orang beranggapan, mereka baik-baik saja. Ada pula yang lemah, saking rusaknya sampai mereka tidak bisa melawan emosi hingga banyak orang yang mengakhiri hidupnya begitu saja.

Seperti hari ini contohnya. 17 September 2022. Tubuhnya kaku hampir tidak bisa digerakkan, ingin melangkah saja berat rasanya. Remaja yang masih memakai seragam dan menggendong tas sekolah itu hanya diam membeku di tempat, matanya tidak lepas dari seorang gadis yang terpelungkup mengenaskan di atas aspal.

Darah mengalir mengotori jalanan. Masyarakat setempat yang melihat kejadian itu menghentikan aktivitas nya menolong gadis itu. Banyak pengendara berhenti, untuk sekedar menjawab rasa penasaran mereka.

"Kasihan sekali gadis itu, masih sekolah tapi sudah mengakhiri hidupnya sendiri."

"Kira-kira apa ya masalahnya?"

"Masalah duit SPP mungkin hahaha."

"Belum tau susahnya cari duit aja udah bunuh diri bunuh diri aja."

Cakra tersadar setelah mendengar bisikan-bisikan masyarakat yang mulai membicarakan gadis itu. Apa yang lucu? Masalah mental bukan untuk dibuat bercandaan. Pada dasarnya manusia tidak akan pernah saling memahami jika mereka belum merasakan penderitaan yang sama.

Dia tidak punya keberanian untuk membalas orang-orang itu, jadi dia memilih diam dan pergi dari sana. Bukan karena dia tidak peduli, tapi dia tidak mau saja terlibat dalam masalah ini dan menjadi saksi utama disana. Itu akan menghambat pekerjaannya.

Cakra berjalan ke arah halte untuk menunggu bus seperti biasa. Laki-laki itu duduk di sangahan halte dengan mata yang tidak mau lepas dari keramaian jalanan di depan sekolahannya itu.

Ia menyipitkan matanya karena pandangannya mungkin sedikit terganggu karena kacamata nya pecah akibat ulah Rio kemarin. Yang jelas, para anak-anak berandal yang biasanya memenuhi halte ada disana, mengerumuni gadis itu.

Awalnya ia tidak begitu peduli, tetapi saat melihat salah satu diantara mereka menggendong gadis itu dan membawanya ke ambulance yang baru saja datang itu membuatnya penasaran. Ia ingin kembali kesana untuk sekedar menjawab rasa penasarannya namun bus sudah tiba yang membuatnya harus mengurungkan niatnya.

"Apa mereka saling kenal?" gumam Cakra yang masih memperhatikan kerumunan itu di balik kaca bus yang mulai menjauhi wilayah itu.

•••

Cakra menghembuskan nafasnya lega ketika melihat Aca yang sudah tertidur pulas di meja belajar kamarnya. Sepertinya gadis kecil itu menunggunya.

"Kasihan sekali kamu Ca, pasti nunggu lama ya!" Cakra terkekeh sambil mengusap lembut rambut yang dikuncir dua itu.

Laki-laki itu terpaku menatap gambar yang dibuat oleh Aca di buku nya. Tidak sadar air matanya menetes begitu saja. Namun dengan cepat dia menghapus nya, dia tidak mau Aca melihatnya menangis.

Cakra menggendong Aca untuk memindahkan gadis itu ke tempat tidur, posisinya sangat kurang nyaman saat tidur di kursi meja belajar tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Cakra menggendong Aca untuk memindahkan gadis itu ke tempat tidur, posisinya sangat kurang nyaman saat tidur di kursi meja belajar tadi. Semoga saja tidak bangun. Kalo bangun mungkin gadis itu akan rewel memintanya agar di rumah saja menemaninya tidur.

Setelah berhasil memindahkan adiknya, dia langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berangkat bekerja.

Pak Basuki, laki-laki yang berambut putih itu satu-satunya orang yang memahaminya. Satu-satunya orang yang peduli dengan hidupnya. Memastikan dirinya sudah makan atau belum. Walaupun tidak segan dirinya akan kena marah ketika beliau tau bahwa ia jarang makan karena tidak memiliki uang. Pak Basuki itu adalah ayah keduanya untuk saat ini.

"Bagaimana keadaan ibu mu?" tanya Pak Basuki.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan Pak, " balas Cakra dengan sopan.

"Alhamdulillah kalo begitu."

"Ngomong-ngomong saya dengar tadi ada bunuh diri ya? Katanya siswa di sekolahan mu?"

"Iya Pak, sekolahku besok juga mungkin diliburkan karena kasus ini."

"Kamu kenal dengan siswa itu?" tanya Pak Basuki yang membuatnya menggeleng cepat.

"Tidak ada yang lebih mahal dari harga mental yang sehat. Cakra, bapak harap kamu kuat ya! Jangan bertindak untuk menyakiti dirimu sendiri. Kamu harus lihat orang-orang yang sayang sama kamu. Gimana perasaan mereka jika kamu meninggalkan mereka? Terutama adik mu."

"Saya tidak akan pernah melakukan itu."

"Bapak pegang omonganmu."

Cakra terkekeh mendengarnya.

"Lagian mana mungkin saya berani begitu? Naik bianglala aja gak berani Pak."

"Baguslah kalo begitu. Jaga dirimu baik-baik."

Cakra tau, mengapa banyak orang memilih untuk bunuh diri. Karena dia juga pernah merasakan hal yang sama disaat ia kehilangan orang tuanya. Ayahnya meninggal disusul oleh ibunya yang sakit parah. Tidak bisa di ungkapkan bahwa saat itu pikirannya sangat kacau. Dia benar-benar kehilangan jiwanya. Jiwa yang mati dan raga yang dipaksa untuk bertahan.

Tak ada yang peduli dengannya. Mati mengenaskan pun juga sepertinya akan terasa sama saja. Dia tidak terlalu sempurna untuk membuat semua orang tertarik.

Dulu dia selalu mencoba begitu banyak cara untuk mati. Tetapi sekarang dia mengorbankan banyak hal untuk tetap hidup. Jika dia mati, bagaimana dengan adiknya? Siapa yang akan mengantar sekolahnya? Siapa yang akan menguncir rambutnya? Siapa yang akan membelikan es krim untuknya?

Pokoknya penderitaan ini tidak boleh dirasain oleh Aca.

"Oh iya, udah lama kerja disini kamu belum pernah melihat anak bapak ya?" tanya Pak Basuki seakan mengganti topik pembicaraan.

"Bapak punya anak?" tanya Cakra penasaran.

Hampir setahun dia bekerja di angkringan ini tapi dia sama sekali tidak tau kalo Pak Basuki punya anak. Hampir tidak pernah beliau menceritakan kehidupannya.

"Punya dong. Anak bapak itu seperantaran sama kamu. Geulis. Mau tidak bapak kenalkan?" tawar Pak Basuki sambil tersenyum menggoda nya.

Cakra tersenyum, laki-laki itu mengusap tengkuknya malu.

"Dia itu satu SMA sama kamu." Ucapan terakhir itu membuat mata Cakra langsung memandang Pak Basuki tidak percaya.

"Hah? Siapa?"

"Hah? Siapa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Siapa hayo?

Fight Or DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang