SUDAH satu minggu sejak kejadian di mana terakhir kalinya Jeongguk bertemu dengan Jimin.
Berkali-kali dirinya mencoba untuk bisa bertemu di kampus, yang dia dapati adalah teman-teman Jimin yang mengatakan bahwa lelaki itu belum terlihat lagi. Sudah jelas bahwa Jimin benar-benar menghindari lingkungan kampus dan sepertinya memang lelaki itu sedang tidak ingin dihubungi oleh siapa pun, bahkan Taehyung dan Yoongi sekali pun. Jeongguk sudah pernah bertanya pada Yoongi dan Taehyung, tapi jawaban mereka pun sama seperti teman-teman kuliah Jimin yang lain.
"Jimin gak bisa dihubungi."
Helaan napas keluar dari bibir Jeongguk begitu dia memasuki dapur rumah Jeon. Dia baru saja kembali dari villa milik Jimin yang sama saja seperti hari-hari sebelumnya, tidak menemukan adanya tanda keberadaan si pemilik. Ini merupakan pertama kalinya bagi lelaki ini untuk bisa merasakan khawatir yang bercampur rindu, tapi dia sudah benar-benar tidak menyukai perasaan seperti ini. Dia tidak bisa makan dan tidur dengan nyenyak mengingat bahkan dirinya tidak tahu bagaimana keadaan Jimin saat ini. Apa dia bisa tidur dengan nyenyak? Apa dia makan dengan teratur? Dia sebenarnya di mana? Pertanyaan-pertanyaan ini terus mengganggu pikirannya.
"Kamu kelihatan kayak mayat hidup," komentar seseorang berhasil membuat Jeongguk kembali dari lamunannya. Mengerjap beberapa kali, dirinya akhirnya sadar bahwa sejak tadi dia tidak sendirian di dapur. Kakaknya pun sedang menikmati kopi sambil memerhatikan Jeongguk yang seperti orang linglung karena memasukkan sesendok teh garam ke dalam secangkir teh. "lain kali kalau bikin minuman tuh yang sadar, dong. Untung kakak baik mau kasih tahu kamu, kalau enggak, kamu sudah minum teh asin."
"Eh, iya..." Jeongguk mendadak menjadi kikuk. Setelah menghela napas sekali lagi, akhirnya dia memilih untuk tidak jadi meminum teh dan mendudukkan diri di hadapan satu-satunya kakak sekaligus saudara kandung yang dimilikinya, Jeon Dongwook.
Dongwook memerhatikan baik-baik setiap guratan yang dibentuk oleh wajah sang adik, lalu senyum terkembang begitu saja di bibirnya. "Kamu lagi jatuh cinta, ya?"
"Hah?" Kepala Jeongguk langsung terangkat kembali dengan mata membulat yang tertuju pada Dongwook. Dia tidak tahu harus berbuat dan menjawab apa, tapi yang jelas, dia tahu bahwa menyangkal pertanyaan sang kakak bukanlah hal benar.
"Kayaknya kakak benar," lanjut Dongwook sebelum menyesap kembali kopinya. "belakangan ini kamu sering kelihatan gak fokus dan gelisah. Kalau dipikir-pikir, ini mirip sama kejadian Yoongi beberapa tahun lalu, waktu dia masih belum paham sama perasaan dia buat Taehyung itu apa, juga waktu dia masih ragu dan takut. Kutebak kamu lagi ngerasain itu juga? Apa gak mau coba cerita sama kakak? Mungkin kakak bisa bantu kasih masukan."
Jeongguk terdiam sambil menggigit pipi dalamnya, bingung apakah dirinya harus cerita atau tidak. Tapi, semakin dipikirkan, semakin gundah juga perasaannya, maka akhirnya dia pun menghela napas kembali sebelum membulatkan keputusan. Matanya menatap ke arah Dongwook dengan pandangan yakin. "Oke, sebenarnya—" berakhir dirinya benar-benar menceritakan setiap kejadian secara detail dari A sampai Z. Dimulai dari pertemuan pertamanya dengan Jimin di ruang modelling, sampai hari di mana Jimin memintanya untuk jangan memedulikannya.
Sang kakak mendengarkan setiap detail cerita Jeongguk dengan baik, lalu senyum kembali terkembang tipis di bibirnya begitu sang adik menyelesaikan ceritanya. "Boleh kakak kasih kamu saran, Jeongguk?"
Jeongguk mengangguk, laluDongwook kembali melanjutkan perkataannya. "Kalau kamu memang benar-benar peduli sama dia dan mau bela dia, maka korbanin dirimu sendiri dan kalian bisa berjuang sama-sama setelahnya."
Jeongguk's Clarification
Keributan terjadi di kampus. Seiring dengan rumor yang semakin berkembang dan ditambah Jimin yang tidak pernah mau membuka suara, maka keadaan pun semakin gempar. Semakin hari, semakin banyak mahasiswa-mahasiswa yang berkumpul untuk mendukung keadilan bagi Yeri. Mereka terus mendesak agar direktur kampus melakukan sesuatu pada Jimin dan hari inilah puncaknya.
Jeongguk cukup terkejut begitu mendapati banyaknya mahasiswa yang berkumpul di lapangan dekat gedung utama sambil membawa beberapa banner juga spanduk. Beberapa di antara mereka meneriakkan tuntutan mereka agar Jimin segera ditindak karena masih juga bungkam. Rumor kini semakin menyebar dan menyebutkan bahwa Yeri telah dilecehkan oleh Jimin, lelaki yang saat ini sedang berada di balkon lantai tiga gedung utama kampus, sambil memegang erat kertas berisi pengajuan mengundurkan diri dari kampus.
Langkah Jeongguk semakin cepat menaiki tangga menuju lantai tiga, seiring dengan ajuan juga cacian mahasiswa-mahasiswa yang semakin keras tertuju pada Jimin. Begitu dirinya sampai di lantai tiga, dia pun langsung menuju ke arah balkon dan berteriak, "Jimin gak bersalah!"
Suara tegas itu berhasil membuat Jimin menoleh dengan mata membola kaget. Di sisi kirinya, kini ada seorang Jeongguk yang berdiri dengan napas terengah. "Lo... ngapain?" pertanyaan ini dilayangkan olehnya dengan nada rendah, hampir tak terdengar.
Jeongguk menoleh ke arah Jimin hanya untuk memberikan senyuman yang sebenarnya terlihat begitu gugup di mata yang lebih tua. "Kamu tenang saja. Aku bakal bela kamu, kok." Setelah mengakatannya, fokusnya kembali pada gerombolan mahasiswa di bawah sana. "Saya Jeon Jeongguk, mahasiswa semester dua jurusan jurnalisme. Saya adalah saksi yang tahu jelas bahwa ayah dari bayi dalam kandungan Yeri bukan Jimin. Dia..."
"Heh!" Jimin segera menggenggam erat pergelangan tangan Jeongguk untuk menahan lelaki itu, tapi Jeongguk tak bergeming meski mendapatkan tatapan tajam darinya sekali pun.
Setelah berhasil meyakinkan dirinya kembali, Jeongguk pun akhirnya melanjutkan, "Dia, Yeri, cewek itu adalah mantan pacar saya. Waktu itu saya datang ke acara Jimin karena mau temuin dia, tapi yang saya lihat justru cewek itu lagi bercengkrama sama Jimin—tapi, itu gak berarti anak yang dikandung Yeri memang anaknya Jimin. Memang, usia kandungannya sekarang cukup pas sama kejadian malam itu, tapi justru itu yang buktiin kalau Jimin sebenarnya gak bersalah." Matanya melirik ke arah Jimin, mendapati gelengan kepala memohon dari lelaki itu, tapi dia tidak menghiraukannya dan terus bicara. "Malam itu Jimin ninggalin Yeri tanpa lakuin apa pun. Walau cewek itu mohon-mohon, Jimin bahkan gak berbalik sekali pun dan mereka gak lakuin apa pun."
"Kalau memang gitu, terus kenapa Jimin gak kelihatan lagi di acara itu begitu juga Yeri!?" Satu dari mahasiswa di bawah sana mengajukan pertanyaan dengan lantang.
Jeongguk pun menjawabnya dengan lantang dan penuh rasa yakin. "Karena malam itu Jimin memang gak balik lagi ke pestanya, melainkan..." Tubuhnya membalik, kini dirinya berhadapan langsung dengan Jimin, saling bertatapan dengan lelaki itu. "dia habisin malamnya sama saya, di salah satu kamar di villa-nya."
Suara napas yang terkejut mulai terdengar dari segala arah. Keadaan pun akhirnya ramai akan suara bisikan. Tak peduli dengan bagaimana pandangan para mahasiswa terhadap mereka, begitu juga sang direktur yang tak menyangka bahwa akan ada pengakuan memalukan semacam ini, Jeongguk tetap tidak melepaskan pandangannya dari Jimin.
"Lo gila," begitu ucap Jimin akhirnya, yang justru dibalas cengiran Jeongguk.
"Berkatmu yang sudah bikin aku gak tenang selama ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidentally Falling in Love [KookMin]
FanfictionPark Jimin terkenal sebagai seorang drummer di sebuah band bernama Bangtan, sebuah band yang dibentuk dua tahun lalu dan kini memiliki banyak penggembar, terutama di kampus tempatnya berkuliah. Meskipun dia populer, tapi dia benar-benar bajingan yan...