The Night When We Become One

839 103 7
                                    

     JEONGGUK merasakan sekujur tubuhnya kaku.

     Bibirnya saat ini benar-benar dibungkam oleh lumatan bibir Jimin. Rasanya basah dan sedikit pahit—Jeongguk bisa menebak bahwa ini pasti efek dari alkohol yang diminum Jimin sebelumnya. Gerak bibir Jimin terasa sangat lembut dan perlahan, namun mampu membuat jantungnya berdegup cepat hingga seperti akan meledak. Wajahnya juga terasa panas karena ini dan dia tidak tahu harus berbuat apa selain menatap mata Jimin yang saat ini tertutup. Begitu kelopak itu mulai terbuka perlahan, dia bisa menatap binar sayu yang dipenuhi kesedihan di sana.

     Jimin kemudian menjauhkan wajahnya dengan kedua tangan berada di bahu Jeongguk sebagai penopang tubuhnya yang terasa tidak seimbang. Melihat bagaimana terkejutnya lelaki di hadapannya itu, akhirnya dia pun mendengus karena menahan tawa. "Lo gak pernah ciuman, ya? Bibir lo kerasa tegang banget..." perkataannya terhenti karena kesadarannya yang kembali melemah dan membuatnya terjatuh ke dalam pelukan Jeongguk.

     Walau akhirnya Jeongguk bisa kembali ke alam sadar, dia tetap tak mampu mengatakan apa pun. Detak jantungnya juga masih terasa cepat dan dia tidak tahu bagaimana cara mengatasinya bila Jimin sendiri masih berada dalam dekapannya.

     "Aw!" ringis Jeongguk begitu satu tamparan dia berikan pada pipi kanannya sendiri. Setelah mengusap bekas tamparannya lalu menghela napas sekali, dia pun akhirnya mampu mengendalikan dirinya kembali. "Oke, sekarang kurasa aku harus bawa dia ke kamar. Dia sudah gak sadar," gumamnya kemudian sebelum mengangkat tubuh Jimin menggunakan kedua tangan. Sebenarnya dia sedikit terkejut juga karena ternyata lelaki itu tidak seberat dugaannya. Kayaknya sih berat badannya jauh lebih ringan dariku, pikirnya sambil melangkah untuk mencari keberadaan kamar tidur.

     Jeongguk benar-benar membawa Jimin dengan rasa waspada. Penyebabnya? Tentu saja dia tidak ingin menjadi pusat perhatian karena membawa pemilik pesta dalam keadaan tidak sadar. Kalau sampai orang-orang menyadari hal ini, pasti hidupnya tidak akan lagi tenang nanti. Dia sudah bisa membayangkan banyak gossip yang menyebar dan itu sudah bisa membuatnya menghela napas lelah. Selama ini dia hidup sebagai orang baik yang tak pernah terlibat masalah juga rumor apa pun dan dia tidak pernah berniat untuk mengubah gelar itu.

     Dengan hati-hati Jeongguk membuka sebuah pintu untuk memeriksa apakah itu kamar tidur atau bukan. Beruntung, setelah kepalanya menyembul masuk, dia menemukan adanya kasur berukuran queen juga beberapa barang lainnya yang identik dengan kamar tidur bernuansa hitam dan abu. Tak peduli itu kamar milik siapa, dia segera membawa Jimin masuk dan menutup kembali pintu menggunakan kaki. Dibaringkannya tubuh Jimin dengan hati-hati sebelum kembali menjauhkan tubuhnya dan berdiri tegak.

     Sambil mengatur napasnya karena ternyata membawa Jimin dari arah kolam renang sampai lantai dua itu cukup melelahkan, Jeongguk tanpa sadar mulai memerhatikan wajah Jimin yang saat ini tampak tertidur dengan pulas. Entah bagaimana, tapi ingatannya mulai memutar kembali kejadian di mana Jimin mencium bibirnya tiba-tiba dan tanpa ragu memberikan lumatan lembut di sana. Dia bahkan masih bisa mengingat dengan jelas napas Jimin yang menerpa wajahnya. Jimin yang menutup mata seperti ini membuatnya ingat bagaimana perlahan kelopak mata itu terbuka dan menampilkan kesedihan, sesuatu yang membuatnya membungkuk untuk melihat wajah lelaki itu dari dekat.

     Katakan saja Jeongguk benar-benar gila, karena dirinya justru ingin merasakan kembali bibir itu menyentuh miliknya, bergerak di sana, memberikan sentuhan menggebu di jantungnya. Ketika Jimin dalam keadaan mabuk bertanya tentang dirinya yang tidak pernah berciuman, sebenarnya dia cukup tersinggung juga karena itu memang benar. Dan perasaan itu pulalah yang membuatnya semakin ingin mencoba, berakhir dirinya kini sudah mendudukkan diri di tepi kasur dengan wajah mendekat pada Jimin dan bibirnya perlahan dia tempelkan pada milik lelaki itu.

     Jeongguk memejamkan mata, mengingat kembali bagaimana seorang Park Jimin menggerakkan bibirnya sebelumnya. Dia mulai membuka mulutnya sedikit, membelah kedua bibir Jimin untuk dia lumat keduanya bergantian, menyesapnya perlahan sebelum kembali melumatnya. Ketika dirinya membuka mata kembali, dia menemukan kedua mata Jimin kini sudah terbuka dan baik dirinya atau Jimin sendiri bahkan tidak berniat untuk menjauhkan wajah masing-masing. Bibir keduanya masih menyatu.

     Jimin sedikit tersenyum, kedua tangannya lalu dia kalungkan di leher Jeongguk sebelum mulai menggerakkan bibir untuk melanjutkan ciuman dari lelaki itu yang sempat terhenti. Mengikuti naluri, tangan kanannya mulai mengusapi tengkuk Jeongguk dengan menggoda, benar-benar berhasil membuat lelaki itu sedikit menegang di tengah ciumannya. 

     Jeongguk sendiri tidak begitu tahu bagaimana, yang dia lakukan hanyalah mengikuti nalurinya, menikmati setiap sentuhan yang Jimin berikan padanya, dan tanpa sadar kini dirinya sudah berada di atas tubuh Jimin dalam keadaan tanpa pakaian. Dia tidak pernah melakukan ini sebelumnya, namun benaknya dengan sangat lancar memberikan arahan atas apalagi yang perlu dia perbuat selanjutnya. Saat ini bibir dan lidahnya bergerak lihai memainkan puting kecokelatan Jimin dengan tangan kanannya yang memainkan puting lainnya menggunakan ibu jari juga telunjuk.

     "Ahh—itu geli, basah—hh..." perkataan Jimin terdengar tersendat-sendat. Dengan keadaan seperti ini, dia merasa kesulitan untuk bernapas, namun dirinya tidak merasa tersiksa atas itu. Tubuhnya yang sesekali ikut terhentak karena pinggul Jeongguk di bawah sana membuatnya tak sanggup untuk bersuara tanpa getaran di nadanya. "L—lebih... cepat ahh..."

     Jeongguk kembali mendongak. Dengan napas yang sama memburunya, dia memerhatikan bagaimana wajah Jimin yang memerah dengan peluh kini sedang mendongak nikmat. Dia tidak pernah tahu bahwa mendengarkan suara bergetar juga melihat bagaimana tak berdayanya lelaki itu bisa membuat perutnya begitu bergejolak. Ini membangkitkan nafsunya dan dia sudah tidak tahu lagi apakah ini kesalahan atau bukan. Yang dia tahu, dia ingin membuat lelaki di bawahnya bersuara lebih kuat lagi.

     "Ahh—terlalu... ahh!" Jimin berteriak begitu merasakan prostatnya tersentuh berkali-kali oleh kepala penis milik lelaki di atasnya. Kedua tangannya kini berpegangan pada pinggang dan punggung Jeongguk, meremat dan sesekali menggaruknya untuk melampiaskan rasa nikmatnya. Bibirnya terbuka penuh, tak sanggup menyembunyikan rasa senangnya akan gerak Jeongguk di dalam sana.

     Melihat pemandangan di mana bibir Jimin yang terbuka seperti itu, Jeongguk tergoda untuk kembali merasakan bibir itu. Tapi, di satu sisi dia pun tidak ingin menahan desahan Jimin. Itulah mengapa ciuman yang dia berikan akhirnya terasa gamang, hanya sesekali dia melumat kedua bibir itu bergantian, tak berniat untuk membungkam Jimin dan tetap membiarkan lelaki itu mendesah untuknya.

     Malam itu, yang Jeongguk tahu, dia sangat menikmati suara Jimin juga penyatuan mereka. Dia tidak tahu bahwa perbuatannya malam itu akan berdampak pada hubungan keduanya di masa depan.

Accidentally Falling in Love [KookMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang