PENYATUAN bibir mereka bukanlah sebuah ciuman intens seperti "ciuman pertama" keduanya sebelumnya.
"Gue suka sama lo, Jeongguk." Jimin menatap Jeongguk dengan senyum di wajahnya.
"Maaf, kayaknya aku harus pulang sekarang." Jeongguk menjawab tak sampai lima detik setelah pengakuan Jimin tadi. Tanpa mengucapkan penjelasan tambahan, dia segera berdiri dan meninggalkan Jimin yang termenung di tempatnya, merasa tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Sudah seminggu sejak kejadian itu, tapi tentu saja Jimin masih tak habis pikir. Meski mata dan tangannya sibuk untuk fokus bermain dengan permainan bola di televisi berukuran lebar juga stick game, tapi wajahnya jelas menunjukkan rasa kesal dan rasa tak percaya. "Bukannya itu sama saja kayak gue ditolak kurang dari lima detik?" gumamnya dengan nada kesal, lalu berhasil mencetak gol di permainan yang sedang dia mainkan sekarang. "Kenapa? Kenapa dia nolak gue? Ini pertama kalinya ada yang nolak gue!? Dia pikir dia siapa bisa nolak gue kayak gitu!?"
Stick yang dia pegang pun akhirnya dia lempar ke sisi sofa yang dia duduki. Meski sudah berusaha melupakan kejadian itu dengan cara bermain pun, nyatanya dia tetap tidak bisa. Jadi, dia rasa permainan tadi tidaklah berguna dan dia tidak perlu bermain lebih jauh. Dia lebih memilih untuk menyandarkan tubuh pada sofa dengan ekspresi yang kentara sekali menunjukkan seolah dia mengalami depresi jangka pendek. "Dia Jeon Jeongguk, ganteng, sebelumnya pernah jadi model dan memang postur badannya tuh pas banget buat jadi model. Ditambah dia lahir di keluarga yang sehat-sehat alias baik-baik juga," akhirnya dia pun mulai menjawab sendiri pertanyaannya mengenai siapa itu Jeongguk yang berani menolaknya. "dia juga pintar. Ya, kalau dibandingin sama gue yang amburadul dan masa depan juga gak jelas, dia memang jauh, sih. Ditambah reputasi gue juga sudah buruk banget di mata orang-orang kampus, tapi dia berani buat ikut dapat reputasi buruk karena dia tahu gue gak salah. Dia jelas orang baik, lebih dari gue yang mungkin gak akan peduli posisi gue saat ini kalau ada di posisi dia."
"AAAARG—GAK TAHULAH, ANJING, GAK TAHUU!" Suara teriakan frustasi Jimin berakhir ketika dia berbaring tengkurap dan menenggelamkan wajahnya sendiri pada bantal sofa.
A Way to Get Him
Suasana kantin bisa dibilang ramai. Taehyung dan Namjoon bahkan masih bisa saling menghina satu sama lain sebagai candaan. Seokjin sendiri memilih untuk hanya menertawai mereka dan sibuk menghabiskan makanannya sendiri. Semuanya tampak baik-baik saja, setidaknya sampai suara helaan napas Jimin terdengar. Seluruh perhatian kawan-kawannya kini langsung tertuju padanya.
"Lo kenapa, bang?" tanya Taehyung khawatir.
Jimin akhirnya melihat ke arah Taehyung, menunjukkan ekspresi bingung sekaligus sedih—sesuatu yang jarang sekali bisa seorang Taehyung lihat. "Gue gak ngerti, Tae. Biasanya gue gak pernah peduli sama urusan percintaan, lo tahu sendiri gue tipikal cowok macam apa, gimana gampang banget buat gue narik perhatian cewek dan buang mereka pas gue ngerasa bosan. Tapi, satu penolakan dari Jeongguk saja sudah berhasil bikin gue ngerasa gak nafsu makan, susah eek, dan gak bisa berhenti mikirin dia. Ditambah lagi dia tuh sekarang memang kayak jauhin gue gitu, lho. Tiap gue sama dia papasan, pas gue senyumin, boro-boro dia senyumin gue balik. Dia bahkan gak mau mandang gue. Gue gak paham, sebenarnya yang salah dari gue tuh apa? Kenapa dia gak mau sama gue? Kenapa dia nolak gue?" jelasnya panjang. Setelah sedetik berlalu, dia pun segera menunduk sambil mengacak rambutnya sendiri. "Gue rasa gue mulai gila."
Namjoon dan Seokjin yang sejak tadi memerhatikan hanya mampu saling menatap—cukup terkejut dengan pengakuan Jimin, tapi mereka tidak bicara apapun karena yang lebih paham akan situasi Jimin saat ini adalah Taehyung. Mereka rasa yang bisa membantu Jimin hanyalah Taehyung karena mereka memiliki ketertarikan seksual yang sama—Taehyung pada Yoongi dan Jimin pada Jeongguk.
Taehyung baru saja membuka mulutnya untuk bersuara ketika seorang perempuan datang menghampiri meja mereka. Keempat lelaki di meja itu lalu menoleh dan memandang bingung ke arah sang perempuan.
"Err—halo? Nama saya Lisa," perempuan ini sebenarnya kelihatan sekali gugup. Otaknya berpikir keras untuk memilih kata-kata yang pas untuk disampaikan pada empat orang lelaki itu terutama Jimin. "sebenarnya saya bisa saja memerkenalkan diri dengan cukup panjang karena saya ini penggemar Bangtan, tapi saya mau omongin hal penting sama Bang Jimin. Ini tentang Jeongguk, teman saya."
Mendengar nama Jeongguk, tentu saja bias di mata Jimin berubah menjadi penuh rasa tertarik. Perasaannya saat ini 50:50 karena dia tidak tahu apa yang ingin disampaikan oleh perempuan bernama Lisa itu. Apakah itu berita baik atau buruk tentang Jeongguk. Dia juga penasaran kenapa perempuan itu ingin bertemu dengannya dan membicarakan Jeongguk? Apa dia tahu tentang gue dan Jeongguk? Karena rasa penasaran itulah, akhirnya dia memersilakan lisa untuk duduk berhadapan dengannya.
"Jadi, kenapa lo harus ketemu sama gue buat omongin soal Jeongguk?" tanya Jimin to the point.
"Oh," Lisa yang baru saja duduk merasa cukup terkejut karena langsung menerima pertanyaan. Dia lalu berdehem dan menunjukkan senyumnya, merasa bahwa dia harus bersikap biasa saja karena toh pembicaraan mereka adalah tentang temannya sejak SMA. "saya tahu tentang Bang Jimin dari dia. Dia sempat curhat beberapa kali tentang abang ke saya. Ya, kalau dijabarin semua curhatannya sih bakal panjang, tapi yang saya tangkap dari curhatan dia adalah, dia sebenarnya juga suka sama abang."
Dagu Jimin sedikit terjatuh ketika mendengar kalimat terakhir dari Lisa. Rasa tidak mengerti memenuhi hati dan otaknya. "Wait, kalau dia suka gue juga, terus kenapa dia nolak gue bahkan gak sampai lima detik?"
Senyum kembali tercetak di wajah Lisa dan kali ini terjadi karena dia merasa gemas pada kisah cinta teman dan idolanya sendiri. "Dia cuma masih ragu tentang perasaannya ini betulan atau cuma karena kebawa suasana di antara kalian. Kalau dia buru-buru terima abang, dan ternyata perasaannya cuma sesaat, dia pasti bakal nyakitin abang di akhir, jadi dia gak mau hal itu terjadi."
Jimin tampak merenungi penjelasan Lisa. Kalau dipikir-pikir, perempuan itu memang benar. Dia sendiri pun butuh waktu berbulan-bulan untuk akhirnya paham bahwa dia benar-benar menyukai Jeongguk, dia rasa Jeongguk pun pasti begitu. Apalagi Jeongguk langsung menerima pengakuan tiba-tiba darinya.
"Tapi, saya tahu kok cara yang bisa bikin Jeongguk sadar lebih cepat sama perasaan dia ke Bang Jimin itu betulan atau cuma karena suasana di antara kalian." Lisa kembali bicara dan berhasil menarik perhatian Jimin kembali. "Bang Jimin cuma perlu lakuin saran dariku, kalau Bang Jimin mau."
Jimin tampak tertarik hingga sedikit mencondongkan tubuh ke depan dengan kedua tangan terlipat rapi di atas meja. "Apa yang harus gue lakuin?"
Sekali lagi, Lisa tersenyum.
![](https://img.wattpad.com/cover/249070655-288-k256788.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidentally Falling in Love [KookMin]
FanfictionPark Jimin terkenal sebagai seorang drummer di sebuah band bernama Bangtan, sebuah band yang dibentuk dua tahun lalu dan kini memiliki banyak penggembar, terutama di kampus tempatnya berkuliah. Meskipun dia populer, tapi dia benar-benar bajingan yan...