Jimin, I Do Care for You

590 95 13
                                    

     RASA terkejut masih memenuhi diri Jimin hingga lelaki ini masih tak membuka suara bahkan sampai setengah jam pertemuan di ruang direktur berlangsung.

     Perasaan nyeri di pipi dan sudut bibir kirinya tidaklah sebanding dengan sesak di dadanya atas perkataan sang ayah sekitar setengah jam lalu. Wajahnya saat ini menunjukkan ekspresi terkejut yang sama sekali tak dapat disembunyikan. Dia melamun, tak mendengar dan peduli akan apa pun yang sedang dibicarakan beberapa orang lainnya dalam ruangan ini.

     Taehyung melihat ke arah Jimin dengan perasaan khawatir, tapi di sisi lain dia juga tidak bisa membela lelaki ini. Sejak setengah jam lalu, dirinya dibawa sebagai salah satu saksi atas kejadian di pesta satu bulan lalu. Tuduhan atas Jimin yang menghamili Yeri tentu saja tidak bisa dia percaya, tapi dia sendiri tidak mampu untuk memberikan alibi apa pun, karena saat itu dirinya memang melihat Jimin membawa Yeri pergi dan tidak melihat lagi kedua orang itu sampai acara pesta berakhir. "Cuma itu yang bisa saya bilang sebagai saksi," ucapnya mengakhiri penjelasannya.

     Direktur hanya mengangguk lalu melihat ke arah Jimin yang masih melamun. "Jimin, sekarang apa yang mau kamu bilang? Di situasi kayak gini, posisimu memang terpojok dan susah buat membela diri. Apa kamu gak mau ngaku saja biar masalah ini cepat selesai? Kamu salah satu mahasiswa berharga di kampus ini, sangat disayangkan kalau sampai ada masalah yang bikin nama kamu buruk. Saya gak tahu apa yang bisa mahasiswa lain lakuin atas kejadian ini."

     Jimin masih bergeming. Setelah mendapatkan senggolan Taehyung di lengan kanannya, barulah dia tersadar dan melihat ke arah direktur kampusnya tanpa mengatakan apa pun. Dia tidak tahu harus berkata apa karena sejak tadi bahkan dirinya tidak mendengar apa yang sedang dibicarakan. Meski dalam keadaan seperti ini, sebenarnya dia tidaklah begitu peduli tentang rumor yang menuduhnya atau apa pun itu yang sedang menyudutkannya. Saat ini dirinya hanya ingin pulang dan istirahat. Walau tidaklah sedang melakukan olahraga, tapi fisiknya terasa sangat lelah sekarang. "Saya..." dia terdiam untuk beberapa detik. "saya permisi. Apa pun keputusannya nanti, bukan urusan saya. Kalau saya harus ninggalin kampus ini karena masalah ini, saya gak masalah. Permisi," pamitnya sebelum bergerak meninggalkan ruangan begitu saja.

     "Bang!" panggilan Taehyung tidak Jimin indahkan. Yang dilakukannya hanyalah berjalan secepat mungkin untuk meninggalkan gedung utama kampus sebelum air matanya benar-benar terjatuh dan ada orang lain yang melihat.

     Tanpa memedulikan tatapan orang-orang di sekitarnya, Jimin terus berjalan cepat menuju tempat di mana mobilnya terparkir—dekat gedung fakultasnya. Tapi, satu kalimat yang memanggil namanya berhasil membuat tubuhnya tiba-tiba saja membeku.

     "Jimin!" Jeongguk segera menghampiri si pemilik nama tepat setelah memanggil, tapi Jimin sendiri kembali bergerak cepat dan hampir berlari untuk melanjutkan langkahnya. Tidak ingin diabaikan begitu saja, tentu saja dia pun segera mengejar Jimin dan menahan tangan lelaki itu, membuatnya berbalik. Belum sedetik mata keduanya saling berpandangan, setetes air mengalir jatuh dari mata kiri Jimin, berhasil membuat lelaki yang menahannya diam membatu. Ini merupakan yang pertama baginya melihat Jimin menangis dan terlihat sesedih ini.

     "Huh," dengusan keluar dari bibir Jimin sambil menyeka air matanya dengan satu tangannya yang bebas dari genggaman Jeongguk. "apa sekarang lo senang? Dulu bukannya lo sempat bilang kalau lo gak pernah suka gue sejak pertama kali kita ketemu, benar? Sekarang lo senang lihat orang yang paling gak lo suka ini terpojok? Apa lo ke sini cuma buat lihat gimana menyedihkannya gue sekarang? Apa itu mau lo sampai jauh-jauh ke fakultas gue? Kalau itu mau lo, maka selamat. Pacar lo itu berhasil hancurin hidup gue. Hidup gue yang memang sudah penuh kebencian ini akhirnya hancur total. Makasih banyak."

     Jimin menarik tangannya dari genggaman Jeongguk, menatap lelaki di hadapannya penuh rasa marah dan benci yang sebenarnya dia sendiri tidak paham perasaan itu ditujukan untuk siapa. Untuk Jeongguk? Untuk Yeri? Untuk ayahnya? Atau untuk keadaannya saat ini?

     Jauh dari ekspektasi Jimin, Jeongguk justru mengatakan, "Aku ke sini karena aku khawatir," dan berhasil membuat lelaki di hadapannya membulatkan mata karena terkejut. Sekali lagi, dia memang tidak ingin lagi menampik perasaan yang saat ini dirasakannya untuk Jimin, jadi dia pun mengatakan sejujurnya. "aku gak ngerasa bahagia atas apa yang kamu alami sekarang. Aku khawatir, aku ke sini buat mastiin bahwa kamu gak sendirian."

     Bibir Jimin terbuka, tapi tak ada satu pun kata yang terucap. Dirinya bingung harus mengatakan apa dan bagaimana menjelaskan tentang perasaan terkejut juga hangat di dadanya saat ini. Yang dilakukannya hanyalah menatap Jeongguk, tepat di mata, mencaritahu apa yang sebenarnya dipikirkan lelaki itu sampai bicara hal tidak masuk akal baginya seperti tadi. Begitu tidak menemukan kebohongan dalam mata Jeongguk, dia pun berdehem dan segera membuang pandangannya ke arah lain, ke mana pun asal bukan wajah Jeongguk. "Jangan sok peduli sama gue, gue mohon."

     Perlahan, Jimin berbalik dan meninggalkan Jeongguk yang menatapi punggungnya. Belum terlalu jauh, dia bisa mendengar sayup-sayup kalimat lelaki yang sebenarnya adalah adik tingkatnya itu.

     "Aku memang peduli sama kamu, Jimin."

Accidentally Falling in Love [KookMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang