MATA Jimin sedikit memicing ketika melihat seorang perempuan tengah bersandar di pintu lokernya—menghalangi.
Semakin dekat langkah Jimin menuju perempuan itu, semakin jelas juga siapa orang yang kini sedang menunggunya. Ini bukan kebiasaannya, tapi karena perempuan itu memiliki keterkaitan dengan Jeon Jeongguk yang sudah membuatnya merasa terganggu selama satu bulan ini, akhirnya dia bisa mengingat siapa gadis yang pernah hampir dia tiduri di malam dirinya ditiduri oleh Jeongguk.
Yeri menegakkan posisi berdirinya begitu Jimin hampir benar-benar berdiri di hadapannya. Matanya melihat kilat tak tertarik di manik lelaki itu, hal yang sudah sangat dirinya hapal, sebenarnya. "Sudah cukup lama dari terakhir kita ketemu, Bang Jimin ingat aku, kan? Satu bulan lalu aku datang ke pesta band kalian dan kita sempat habisin waktu bareng."
Hanya anggukan yang diberikan oleh Jimin, dia tidak berniat untuk merespon perkataan perempuan di hadapannya. Alis kirinya lalu dia naikkan, mengajukan pertanyaan, "Terus? Kamu mau apa sekarang?" tanpa perlu buka suara. Kalau kalian bingung kenapa dirinya bersikap setidak acuh ini pada seorang perempuan yang sebenarnya sangatlah bukan dirinya biasanya, maka dia pun tidak punya jawaban pasti. Yang dia tahu, perempuan ini mengingatkannya akan kejadian malam itu dan hal tersebut membuatnya kesal. Baginya, tidak ada alasan untuk bersikap ramah kepada Yeri sebagaimana dirinya biasa bersikap ramah pada perempuan pencari muka lainnya.
"Uhm—" Yeri terdiam beberapa saat. Dia tidak tahu kenapa respon Jimin bisa seperti ini padanya—mengingat bagaimana lelaki itu pernah tersenyum begitu banyak untuknya. Diam-diam dia mulai berpikir mengenai kesalahan apa yang dia lakukan saat proses making out merekeka malam itu sampai Jimin bisa tiba-tiba marah padanya sampai saat ini. Tapi, begitu mengingat bagaimana sikapnya saat ini dan situasi yang terjadi malam itu semuanya berpihak pada tujuannya, maka kedua ujung bibirnya hampir saja terangkat. "—aku hamil, bang. Usia kandunganku hampir satu bulan dan aku baru tahu dari dokter kemarin."
"Hah?" Satu alis Jimin kembali terangkat dan kali ini berkat lelucon bodoh yang baru saja disampaikan perempuan di hadapannya. Tangan kanannya lalu terangkat dan langsung dia sandarkan telapaknya pada pintu loker di belakang Yeri—menimbulkan suara gebrakan yang cukup nyaring. Beruntung, saat ini tidak begitu banyak yang melintasi koridor utama gedung fakultas seni, jadi hal barusan tidak terlalu menarik perhatian. Dia lalu mendekatkan wajahnya pada Yeri, bicara dengan begitu pelan, "Gue gak ada waktu buat sampah yang baru saja lo keluarin dari mulut lo itu. Minggir." dan langsung menggeser—mendorong lengan kiri Yeri menggunakan tangan kirinya hingga perempuan itu hampir saja terjatuh.
Terkejut? Tentu saja. Yeri tidak tahu bahwa seorang Park Jimin bisa berlaku sekasar barusan padanya. Matanya mengikuti setiap pergerakan Jimin yang kini sibuk menyimpan dan mengambil barang yang sekiranya dia perlukan dari balik lokernya. "Bang Jimin gak seharusnya bersikap kayak gini sama aku! Bang Jimin gak ingat apa yang kita lakuin bulan lalu? Waktu Bang Jimin mabuk dan kita lakuin—"
Suara gebrakan kembali terdengar dan kali ini karena Jimin menutup pintu loker dengan keras. Dia lalu menoleh pada Yeri, matanya menunjukkan rasa jengah dan kesal yang begitu kuat. "Iya, kita making out dan gue sadar sepenuhnya, cewek murahan. Semabuk apa pun gue waktu itu, gue masih ingat banget gimana kegiatan kita cuma sekadar making out, jadi gak usah lo ngarang cerita tentang hamil anak gue padahal jelas-jelas malam itu gue sama—" Mulutnya langsung dia katupkan serapat mungkin begitu sadar bahwa hampir saja penjelasan mengenai dirinya yang menghabiskan malam menyebalkan bersama Jeongguk terselip keluar. Berdehem dengan tangan kiri mengepal, akhirnya dia pun kembali melanjutkan, "—gue sama sekali gak lakuin hal lebih selain nyium dan sedikit grepe lo. Tapi, beruntung sih gue gak benar-benar nidurin lo malam itu. Gak kebayang seberapa kotornya penis gue kalau sampai masuk ke lubang cewek murahan yang bahkan minta ditidurin cowok lain padahal sudah punya pacar. Lo disgusting." sebelum meninggalkan Yeri begitu saja yang kini hanya bisa terpekur di tempatnya berdiri.
Perkataan Jimin jelas sangat menohoknya, tapi Yeri sudah bertekad untuk mendapatkan lelaki itu. Dengan tangan yang menggenggam erat iPhone SE 2020, batinnya bersuara, aku gak bisa berhenti sekarang. Jeongguk sudah mutusin aku dan aku gak bisa nyari siapa pun yang bisa kujadiin kambing hitam atas kehamilanku sekarang. Jimin satu-satunya yang bisa kumanfaatin sekarang.
Jimin is Fucked Up
Samsung Galaxy M51 berdering di atas sebuah nakas. Jimin yang sebenarnya sedang bermimpi buruk—lagi-lagi berisi wajah Jeon Jeongguk—terbangun dengan mudah akibat suara ponselnya, jadi dengan cepat tangan kirinya meraih benda itu dan segera menerima panggilan dari seberang. "Ya?"
"Bang Jimin, lo harus ke kampus sekarang."
Mata mengantuk Jimin mengerjap beberapa kali. Seingatnya ini adalah hari selasa dan dirinya tidak memiliki kelas di setiap hari selasa. "Ngapain? Lo kan tahu jadwal gue kosong hari selasa," jawabnya yang langsung dia lanjutkan kembali begitu terpikir sesuatu, "ada latihan band dadakan?"
"Gue lebih suka ada latihan dadakan daripada ini—"
Jimin menunggu Taehyung untuk melanjutkan perkataannya.
"—gak tahu siapa, tapi ada yang nyebarin berita tentang hubungan lo sama Yeri di semua mading kampus. Beberapa di antaranya nyebut kalau sekarang Yeri lagi hamil."
"HAH!?" kaget Jimin yang sepenuhnya kehilangan rasa kantuk sekarang. Secepat mungkin dia bangkit dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi sambil berteriak, "Gue bakal ke kampus sekarang!"
Hanya dalam waktu setengah jam, Jimin sudah berdiri di depan mading dengan berbagai pandangan orang-orang yang kini sedang tertuju padanya—karena jelas dialah bintang mading saat ini. "The fuck!?" umpatannya terdengar begitu pelan karena tersendat di tenggorokan. "Kok bisa ada berita begini?"
Jimin tentu saja sadar mengenai pandangan semua orang yang berada di sekitar mading saat ini tertuju padanya. Tapi, sebanyak apa pun pengalamannya menjadi pusat perhatian, ini merupakan yang pertama baginya merasa tidak senang. Memang berniat untuk pergi dari tempatnya berdiri untuk menemui Yeri dan membicarakan masalah ini, ternyata sudah ada yang menjemputnya lebih dulu. Keramaian di sekitarnya mendadak membuka jalan dalam keadaan hening, membiarkan Pembantu Direktur Bidang Kemahasiswaan mendekat ke arah Jimin yang diam memerhatikan kedatangannya.
"Jimin, ada yang harus dibacarain di ruang direktur. Orangtuamu juga sudah datang, jadi kamu harus ikut." Pria paruh baya itu kemudian melirik pada mading di sisi kanannya. "Semua mading bakal dikosongin."
Di detik ini juga, Jimin tahu bahwa dirinya sedang dalam keadaan yang benar-benar buruk.
Ketika langkah Jimin dan Pembantu Direktur Bidang Kemahasiswaan semakin menjauh dari mading, mata seorang lelaki yang baru saja mendekat ke gedung fakultas seni terus mengikuti keduanya.
Saat itu, Jeongguk benar-benar paham kenapa langkahnya dengan begitu cepat membawanya dari fakultas jurnalisme yang letaknya di sisi jauh berlawanan. Dia khawatir pada Jimin dan untuk pertama kalinya, otak dan hatinya tidak ingin menampik perasaan itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/249070655-288-k256788.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidentally Falling in Love [KookMin]
Fiksi PenggemarPark Jimin terkenal sebagai seorang drummer di sebuah band bernama Bangtan, sebuah band yang dibentuk dua tahun lalu dan kini memiliki banyak penggembar, terutama di kampus tempatnya berkuliah. Meskipun dia populer, tapi dia benar-benar bajingan yan...