Aku, Terasing 2

10 1 3
                                    

[tok tok tok]

"Ka bangun, udah pagi. Siap-siap sekolah jangan enggak masuk lagi,"seru Ibu Andi.

Dengan malas Andi mencoba bangun dari tidurnya. Sambil menguap ia duduk dan bersandar di pinggir Kasur. Melakukan ritual pagi agar nyawa-nyawa yang berterbangan bisa terkumpul. Apalagi hari ini mungkin akan menjadi hari yang berat. Karena Andi harus pergi ke sekolah. Ia sudah tidak bisa bolos lagi, sudah 4 hari ia tidak masuk sekolah. Apalagi kemarin Rizki dan Ardi juga datang menjenguk. Mau tidak mau ia harus berangkat sekolah hari ini.

Pagi itu Andi berangkat sekolah diantar oleh sang ayah. Menggunakan sepeda motor sampai di depan gerbang. Selama dalam perjalanan banyak pikiran beradu di dalam kepalanya. Tentang bagaimana yang tak ada habis-habisnya; bagaimana ia harus bersikap ke dua temanya itu, bagaimana ia harus bersikap dengan murid di sekelasnya, bagaimana ia harus menjawab pertanyaan basa-basi yang mengganggu itu, bagaiman ini, bagaimana itu dan seterusnya. Semua pikiran riuh itu bercampur, beradu dan pecah membentuk suatu orkestra sumbang di kepala.

"Udah sampai," seru Sang Ayah yang, menyadarkan Andi dari lamunannya.

Andi berusaha bersikap senormal mungkin, agar terlihat baik-baik saja. Salim dan berpamitan kepada ayahnya lalu melangkah masuk ke dalam sekolah dengan perlahan. Dan ketika suara sepeda motor ayahnya telah menghilang, Andi berhenti sebenentar kemudian berbalik arah dan pergi. 

Andi menerobos keramaian siswa. Kembali ke jalan raya dan berjalan menjauhi sekolah. Kemudian menaiki angkot yang ia temui saat itu juga. Sejujurnya Andi tidak tahu akan pergi kemana. Yang ia ingin sekarang hanya pergi saja, menuruti kemauan hatinya.

"Kiri bang," sahut Andi ketika melihat taman kota.

Taman kota rasanya sangat pas untuknya hari ini. Tidak begitu ramai, tapi tidak sepi juga. Beberapa orang tersebar di beberapa tempat. Entah hanya numpang lewat atau beristirahat atau mungkin kabur sama seperti dirinya. Ia berjalan mengelilingi taman kota, kemudian duduk di kursi taman dan melanjutkan membaca buku.

Tak terasa matahari sudah berada di atas kepala. Untung hari ini agak sedikit berawan, jadi teriknya siang tidak terlalu berasa. Yang bermasalah adalah perut Andi sudah mulai keroncongan, karena tadi pagi ia belum sarapan. Uang jajannya pun hanya cukup membeli air mineral dan ongkos pulang nanti. Sunggung skenario bolos tanpa persiapan. Jadi yang bisa andi lakukan adalah menahan lapar, minumpun harus diiritnya agar bisa cukup sampai sore nanti.

"Nih mau enggak?" tiba-tiba seorang pemuda menawarkan sebungkus roti.

"Enggak mas terimakasih," jawab Andi sopan.

"Udeh ambil aja, dulu gua juga pernah kayak gini. Bolos dari sekolah tapi kaga bawa duit lebih, jadinya malah kelaperan," sambil memberikan sebungkus roti.

"Makasih bang kalo gitu," jawab Andi sambil tersenyum.

Lelaki itu tampak lebih tua darinya. Sepertinya seoarang Mahasiswa. Namun wajahnya tampak familiar.

Setelah memberikan sebungkus roti, pemuda itu mulai membaca sebuah buku. Sedang Andi sudah memakan rotinya, pengisi perut yang pas supaya perutnya tidak memberontak lagi, kemudian ia melanjutkan membaca bukunya. Beberapa waktu berselang pemuda itu pamit.

"Gua cabut duluan ya, besok masuk sekolah lu, jangan bolos lagi," katanya sambil berpamitan.

"Hehe iya bang," balas Andi.

***

Pagi datang begitu cepat. Membangunkan semua orang yang masih ingin terlelap. Andi segera bersiap untuk pergi ke sekolah. Sekarang ia benar-benar tidak mungkin untuk bolos lagi. Bagaimanapun keadaanya nanti, ia harus siap menghadapi. Karena lari tidak selamanya jadi solusi.

Kotak SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang