25

1K 200 37
                                    

Bulan menutup pintu kamarnya.

Ia tidak tahu yang ia lakukan selanjutnya itu harus menangis atau tertawa. Menertawakan bagaimana malangnya seorang Kim Bulan.

Ia berjalan gontai ke arah kasurnya, duduk di pinggiran kasur sebelum akhirnya ia membaringkan tubuhnya di sana.

"Mark. Kamu—kita, bisa LDR, kan? Kamu bisa LDR, kan?"

"Aku enggak bisa LDR."

"Kenapa enggak bisa, Mark?"

Mark menggeleng, "aku enggak bisa, Lan. Aku enggak percaya sama hubungan jarak jauh. Aku—"

"Kalau gitu dihari nanti kamu pergi ke Kanada, komitmen kita gimana? Tugas kita saling jaga hati gimana?"

"Kenapa kita enggak jalanin dulu?"

"Mark—"

"Masih ada waktu sebelum UN akhir bulan ini. Kita jalanin dulu hubungan kita tanpa mikir kedepannya."

"Kamu pikir bisa jalanin hubungan saat kita tau kapan hubungan itu bakal berakhir?" Bulan menggeleng tegas, "aku gak bisa Mark. Itu namanya main-main sama perasaan."

"Aku enggak main-main sama perasaan, Lan."

"Kalau gitu apa? Dengan kamu minta aku buat jalanin semuanya tanpa mikirin akhirnya kita bakal pisah, sama aja kamu mainin perasaan. Mainin perasaan aku." Suara Bulan yang kian bergetar menusuk hati Mark.

"apa kamu enggak mikir kalau perasaan aku nantinya bakal susah buat ngelepasin kamu? Aku bakal makin jatuh cinta sama kamu kalau hubungan kita terus berjalan, Mark."

"Kalau gitu mau gimana, Lan? Jujur aku enggak bisa kalau kamu suruh aku LDR."

"Kenapa? Boleh aku tau alasannya?"

"Aku gak percaya diri. Gak percaya diri tentang aku yang bisa atau enggak buat selalu mikir positif tentang kamu."

"Maksudnya?"

"Kunci dari LDR itu percaya kan, Lan?"

"Kamu gak percaya sama aku? Kamu bakal mikir aku enggak bisa jaga hati kamu?"

"Sayangnya iya, Lan. Aku benci sebenarnya mikir enggak-enggak sama orang. Tapi itu aku. Aku enggak sepercaya diri itu buat percaya kita bakal baik-baik aja. Aku gak mau, Lan. Gak bisa."

"Kalau gitu aku juga gak bisa, Mark."

"Maksudnya?"

"Aku gak bisa komitmen sama kamu. Aku gak bisa ngelanjutin hubungan yang akhirnya singkat. Hubungan sementara. Aku gak suka jaga hati untuk hal yang sia-sia."

"Jadi kamu mau hubungan kita yang baru aja resmi mulai ini berhenti?"

"Sayangnya iya. Aku gak bisa karna kamu gak bisa."

Selanjutnya masih Bulan ingat jelas nasi goreng pesanan mereka datang. Mereka berdua menyantap makanan mereka jauh dari kata nikmat dan baik-baik saja.

Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Keduanya saling tenggelam pada hati yang kusut.

Kalau biasanya ada saja pembicaraan mereka yang membuat mereka kompak tertawa bersama, kali ini tidak dengan biasanya itu. Kali ini, keduanya memasang jarak lebar. Keduanya mulai merasa asing padahal baru saja memulai.

Wajar saja, mereka yang baru saja memulai sudah harus mengakhirinya.

Bulan pikir malam ini ia akan menghabiskan waktu dengan menangis tersedu-sedu. Nyatanya, yang ia lakukan saat ini justru tersenyum.

Ia tersenyum, tak lama ia tertawa entah untuk apa. Yang ia tahu, saat ini ia hanya ingin tertawa lebar, tertawa nyaring, tertawa lepas tentang sesuatu.

Apa ini tentang ia menertawakan kisah cinta nya yang malang?

Kata pepatah tentang cinta pertama selalu gagal itu, benar adanya.

•••

"ANJING!" Umpat Yuqi segera, tepat setelah Bulan menyelesaikan ceritanya.

Yeri yang duduk di sebelah Bulan memandang Bulan sedih, hanya bisa menepuk-nepuk punggung gadis itu berharap rasa sedihnya ikut tersalurkan.

"Kalian mau tau gak, sih?" Tanya Bulan dengan senyum lebarnya.

Bukan senyum bahagia, di mata Yuqi dan Yeri yang terlampau peka tentu mengerti itu senyuman yang dipaksakan. Senyuman yang baru ini pertama kalinya Bulan tunjukkan, senyuman sedih yang paling sedih.

"Gue mikir bakal nangis, loh." Kata Bulan lalu menunjuk kedua matanya, "gue takut banget bakal ada mata panda, tau nya gue ketawa cekikikan di kamar bukannya nangis. Gue takut gue gak normal, nih."

"Kenapa gak telpon kita, Lan?" Tanya Yeri menarik Bulan mendekat, setengah memeluknya.

Bulan menggeleng tegas, "ya kali? Itu tuh, udah malem banget. Gak mungkin dong gue nelpon kalian cuma buat itu?"

"Enggak apa, Lan. Justru harus." Tegas Yeri, tapi Bulan menanggapi dengan gelengan.

Yuqi menghela napas kasar, mengalihkan pandangannya dari Bulan yang di matanya terlihat sedih. Ia tidak mau menangis, sedang gadis itu tidak menangis.

Entah ini sebuah keberuntungan atau kemalangan, Yuqi yang baru saja berbalik memilih melihat ke arah koridor lantas melotot. Tiba-tiba tensi nya naik.

Dari pinggir lapangan ini, Yuqi bisa melihat bagaimana santainya sosok Mark berjalan menyusuri koridor.

Laki-laki itu tidak sendiri, ada sosok Naeun di sebelahnya. Entah apa yang mereka berdua lakukan, Yuqi yang kepalang benci lantas ikut benci begitu saja saat melihat Naeun ada bersama Mark.

Yuqi hendak melangkahkan kakinya menghampiri Mark, buru-buru ditahan Bulan yang sudah tahu bagaimana jalan pikiran sahabatnya yang satu itu.

"Jangan buat keributan, Yuqi." Tegas Bulan, terlihat jelas gadis itu tidak mau dibantah.

Tapi bukan Yuqi namanya kalau tidak sempat membantah, "jangan tahan gue, Lan. Gue gak bisa liat tuh cowok santai-santai aja setelah dia buat Lo kayak gini."

"Kayak gini gimana?" Tanya Bulan segera, Yuqi diam di tempatnya.

"Gue baik-baik aja. Gue enggak sedih, gue enggak patah hati." Katanya yang lalu menghela napas, "jangan buat keributan yang bikin gue malu, Yuqi. Biarin gue baik-baik aja. Gue ikhlas dengan yang udah terjadi. Inget, dia itu sahabat kita juga terlepas dari masalah ini."

Yuqi melirik ke arah Yeri, yang diberikan gadis itu adalah anggukan. Yeri mengangguk, pada akhirnya pun Yuqi pasrah dan mengalah.

Gadis itu memilih duduk di sebelah Bulan dan memeluk gadis itu sama seperti yang masih Yeri lakukan.

"Jangan ngerasa kuat sendiri, Lan. Jangan gengsi juga buat nangis. Walaupun Lo enggak nangis, bukan berarti kalau Lo itu enggak normal. Hati Lo aja yang terlalu kuat."

Bulan tersenyum menanggapi.


•••

Ayoo bergalau ria di malam Minggu ini mwehehehehe

Selamat malam Minggu💚💚💚

Stay healthy yaa 💚💚💚💚💚


Sementara | Mark Lee✔️[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang