"sekarang kita mau masak apa?" Tanya Mark melepas seragamnya, menyisakan kaos putih tipis. Bulan hampir teriak saat Mark membuka seragamnya, untung saja gadis itu langsung sadar bahwa dibalik seragam laki-laki itu masih ada baju yang lain.
Mark melipat asal seragamnya, hendak memasukkan langsung ke dalam tas. Tapi urung, saat Bulan buru-buru mencegah.
"Eh—jangan." Katanya mengambil alih seragam Mark yang dilipat asal.
Mark memandang heran, tapi tidak bertanya. Ia membiarkan seragamnya berpindah tangan ke Bulan, memerhatikan tidak tergerak untuk bertanya. Walau penasaran.
"Ini nanti bakal kusut. Besok kan, mau dipakai lagi." Kata Bulan menjelaskan, melipat seragam Mark sedikit lebih rapi dari sebelumnya.
Senyum Mark terbit, serius memerhatikan Bulan yang melipat seragamnya.
"Nih, simpen di tas yang rapi." Katanya bersamaan dengan seragam Mark yang dikembalikan.
Mark menerima seragamnya kembali, senyum tidak luntur setelah terbit di wajahnya. Ia mengikuti ucapan Bulan untuk menyimpan seragamnya rapi ke dalam tas.
Sedang Bulan kini menguncir rambutnya rapi. Ia sudah berganti pakaian, kini tinggal menyiapkan beberapa peralatan masak.
Memeriksa bahan makanan di dalam mesin pendingin sebentar, tangannya yang telaten bergerak lincah bekerja di luar kepala. Kelihatan kalau gadis itu dasarnya memang gemar memasak.
"Kita mau masak apa?" Tanya Mark lagi, memerhatikan beberapa bahan makanan yang disiapkan Bulan.
"Kamu suka sayur, Mark?" Tanya Bulan.
Mark mengangguk sebentar, "mau masak sayur?"
"Bukan." Kata Bulan menggeleng lalu meringis pelan, "nasi goreng."
Melihat ekspresi Bulan yang mendadak meringis pelan itu lantas terkekeh geli. Bagaimana bisa, gadis di depannya ini terlihat menggemaskan dengan berbagai ekspresi yang ditunjukkan.
Wajah kaget saat Mark melepas seragam, tentu saja Mark sadar tentang hal itu. Hampir saja tawanya meledak nyaring, Mark dengan keahliannya bersikap pura-pura tidak tau dan sibuk sendiri tadi.
"Gak masalah, kan? Makan nasi goreng sayur? Banyak sayur nih, di kulkas." Tanya Bulan lagi memastikan, sementara Mark langsung saja menganggukkan kepala ditengah-tengah ia yang terkekeh geli.
"Gak masalah. Yang kamu masak, aku makan, kok."
Tak menanggapi, Bulan kini mulai memasak. Dimulai dengan mencuci beberapa sayuran yang akan dipakai, sebelum memotongnya jadi beberapa bagian.
"Aku ngapain, Lan?"
Bulan melirik Mark sekilas, "kerjain aja yang bisa kamu kerjain."
"Ya—apa?"
"Telur?"
"Ha?"
"Telur mata sapi. Kamu enggak mau? Buat gih." Bilang Bulan memberi perintah, sementara Mark diam di tempat jadi gugup sendiri.
Terakhir ia membuat telur mata sapi di rumah, habis dia diejek oleh kakak laki-lakinya karna telur yang ia buat jauh dari kata baik. Hampir tidak layak konsumsi. Kalau Bulan menyuruh demikian, bagaimana Mark di mata Bulan nanti.
Menyadari diamnya Mark, tidak tergerak untuk mengikuti perintah Bulan, membuatnya menoleh ke arah laki-laki setengah bule itu. Tatapan mata mereka bertemu, bukan saatnya untuk Bulan ataupun Mark merasakan debaran jantung yang lain dari biasanya.
"Jangan bilang—"
Bulan menggantung kalimatnya, sementara Mark meringis pelan tampak canggung sendiri.
Ketahuan seperti ini rasanya lebih buruk untuk Mark.
Bukannya marah atau mengejek seperti yang Mark bayangkan, Bulan justru tersenyum lembut seraya menyerahkan pisau yang ada di tangannya.
Mark ragu-ragu menerima pisau yang Bulan berikan, "ini aku disuruh apa?"
"Potong jari."
"Ha?!"
"Potong sayur nya, Mark. Jangan kaget gitu kayak disuruh beneran aja." Bilang Bulan mendengus pelan, Mark pun mengangguk kini menurut.
"Kalau kamu bisa buat telur mata sapi, kamu bisa jadi pemimpin hidup aku." Bilang Bulan lagi, kini dengan suara yang pelan namun terdengar jelas di telinga Mark.
Jujur, mendengar apa yang Bulan bilang barusan hampir saja Mark benar-benar memotong jarinya.
•••
Ditunggu update selanjutnya yaaa💚💚💚💚💚💚💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Sementara | Mark Lee✔️[Completed]
Fiksi Penggemar-'kisah sementara yang diharapkan lama.' Untuk Mark Lee- Dyudyu, 2020