26

817 176 13
                                    

Tidak ada interaksi lebih antara Bulan juga Mark. Tidak seperti biasanya yang kadang saling menempel saat Mark ada waktu untuk tinggal di kelas lebih lama, kali ini mereka tidak begitu padahal Mark hari ini tidak ada kesibukan lain dan hanya diam di kelas.

Lucas yang sudah tahu ceritanya lantas diam saja. Tidak ada pertanyaan seputar Bulan di antaranya dengan Mark. Lucas tidak bisa ikut campur jika tidak dilibatkan, selain itu Mark tidak ada menceritakan hal tersebut sehingga Lucas hanya bisa diam menunggu diceritakan oleh Mark.

"Nanti Lo lanjut mana Cas?" Tanya Mark yang sibuk menulis, sedikit melirik ke arah Lucas.

Lucas menghela napas, " gue agak gak yakin bisa lanjut sebenernya."

"Kenapa?"

"Ya mikir aja lah." Kata Lucas sesaat berdecak singkat, "gue sekolah aja kadang enggak niat. Mau lanjut, apa kabar jadinya?"

Mark tersenyum menggelengkan kepalanya, "jangan gitu banget, lah. Lo di angkatan masuk peringkat dua puluh besar tuh artinya enggak bodoh bodoh banget."

"Anjir! Gue enggak bilang gue bodoh, ya. Cuma enggak niat!" Lucas mendengus kesal, sementara Mark cekikikan seperti biasa menertawakan sahabatnya.

Kedua bahu Lucas terangkat singkat bersamaan ia juga berdecak pelan, "pokoknya, gak tau lah kedepannya gue bakal gimana."

Mark menganggukkan kepalanya bertepatan ia selesai menulis. Laki-laki itu menutup pulpennya, "gue mau ke kantor guru, nih. Mau ikut gak?"

Alis Lucas terangkat sebelah, "ngapain deh Lo ke ruang guru? Gak habis-habisnya urusan Lo? Mau ujian juga."

"Ini tuh catatan nama yang bakal ikut jadi ketos–waketos." Mark menghela napas bangkit dari duduknya, "Lo jadi mau ikut apa enggak, nih? Cuma anter ini, sih."

Lucas menggeleng, "kalau ngantin gue gas. Kantor guru enggak dulu, deh."

"Lo tuh sadar udah mau ujian malah mikir ngantin mulu."

Lucas memilih tidak menanggapi Mark, laki-laki itu memainkan handphonenya pura-pura tidak mendengar. Mark menggelengkan kepalanya, lantas segera pergi keluar kelas.

Sedang di tempat duduknya sendiri, Bulan yang daritadi sibuk mencatat di selembar kertas akhirnya selesai dan bangkit dari duduknya.

Yeri dan Yuqi yang duduk sambil bermain handphone sedikit terkejut dengan gerakan Bulan yang tiba-tiba.

"Gue mau ke ruang guru, nyerahin nama yang kemarin lomba karate." Kata Bulan menunjukkan selembar kertas di tangannya.

Alis Yeri terangkat sebelah, "sendiri?"

Bulan mengangguk, "Lo berdua dari muka keliatan banget magernya kalau gue minta nemenin."

Mendengarnya, Yeri dan Yuqi hanya menyengir memamerkan deretan giginya yang rapi.

"Hati-hati, ya." Kata Yuqi, Bulan memandang heran, "kenapa?"

"Tadi gue sempet liat Mark keluar kelas. Awas ketemu terpaksa berduaan." Katanya menjelaskan, menunjuk ke arah dimana kursi Mark yang kosong tidak diduduki berada.

Bulan melihat sebentar, berdecak pelan memandang Yuqi jengkel. "Ketemu juga gapapa kali?"

"Nanti susah move on baru rasa Lo."

Tidak menanggapi ucapan Yuqi, Bulan memilih untuk pergi keluar segera. Ia tahu alasan Yuqi yang terdengar menjengkelkan dan agak sinis dengan sosok Mark itu, sebab ceritanya yang telah diketahui gadis itu.

Sebenarnya Bulan murni bercerita bukan karena ingin membuat Yuqi ataupun Yeri membenci Mark dan berpihak kepadanya. Emangnya dia anak kecil?

Bukan juga karena tidak ikhlas tentang hubungannya dengan Mark yang terpaksa berakhir, padahal baru akan memulai. Tidak sama sekali.

Sudah Bulan katakan dengan jujur, sejak ia memutuskan untuk tidak menaruh harapan dan hatinya pada Mark yang tidak pasti itu, dia ikhlas. Dia sudah ikhlas.

Terbukti bagaimana ia tidak ikhlas dari ia yang tidak menangis untuk laki-laki itu, juga tidak merasa patah hati untuk laki-laki itu. Bulan ikhlas tanpa rasa lain hal sebagainya yang masuk kategori buruk.

Sejujurnya ia sama dengan Yuqi. Sempat melihat Mark yang keluar dari kelas, tapi tidak tahu kemana tujuan laki-laki itu keluar. Bulan tidak begitu penasaran seperti dulu.

Tapi tidak bohong, ia ingin melihat laki-laki itu lagi.

"Eh—"

Langkah kaki Bulan terhenti, ia terkejut bukan main saat akan masuk ke ruang guru, sosok Mark yang baru saja ada di pikirannya keluar dari ruang guru.

Mereka hampir saja saling tabrak, jika suara Mark yang kaget tidak keluar dan langkah kaki Bulan tidak merespon dengan cepat.

"Yaampun. Kaget." Kata Mark terlihat menetralkan detak jantungnya, mengusap dadanya naik turun.

Bulan menghela napas panjang, ia juga butuh menetralkan detak jantungnya yang berpacu tak kalah cepat.

Sejenak keduanya larut dalam diam. Berlagak masih menetralkan jantung yang sebenarnya hanya alibi belaka, keduanya itu jujur canggung satu sama lain.

Mark sebenarnya tidak mau bersikap canggung tanpa alasan, ketika dirinya mesti harus menyelesaikan percakapan tentang hubungan keduanya yang terpaksa berakhir padahal baru akan memulai.

Berbeda dengan Bulan, ia bingung haruskah ia bersikap canggung sedangkan ia tidak memiliki alasan kuat untuk bersikap demikian. Ia berpikir tentang hubungan nya dengan Mark dari awal adalah teman. Tidak ada alasan kuat menurutnya jika ia harus bersikap canggung dengan seorang teman. Termasuk pula Mark, teman dekatnya.

Mark mengusap tengkuk belakangnya, memerhatikan Tangan Bulan yang tidak kosong tampak membawa kertas putih yang dilipat.

"Ada urusan apa?" Tanya Mark memandang kertas di tangan Bulan sesaat.

Bulan paham dengan arah pandang Mark pun mengangguk lantas menjelaskan, "mau kasih nama yang kemarin menang lomba karate di sekolah lain."

"Oh, yang pas barengan festival sekolah itu ya?" Tanya Mark lagi, Bulan pun mengangguk.

"Kalau kamu?" Gantian Bulan melempar pertanyaan.

"Aku kasih nama kandidat yang bakal jadi ketua sama wakil ketua OSIS." Mark terkekeh pelan, "maklum, bentar lagi aku mau lengser."

"Oh, iya." Bulan mengangguk turut membenarkan.

Lalu keduanya kembali diam.

Mark mengedarkan pandangan ke segala arah, asal itu tidak terpaku pada sorot mata Bulan. Asal Mark tahu saja, Bulan melakukan hal yang sama yang ia lakukan.

Saling mengedarkan pandangan berharap tidak bertemu tatap, akhirnya yang dihindari malah terjadi. Keadaan seakan menjadikan keduanya lelucon. Mark dan Bulan bertatapan satu sama lain.

Senyum canggung terukir tanpa alasan.

Bulan berdehem pelan, "aku ke dalam ya." Katanya sambil menunjuk ke arah dalam ruang guru.

Mark diam di tempat tidak memberi respon, tidak juga menyingkir memberi ruang untuk Bulan lewat.

Awalnya Bulan meragu haruskah ia terobos saja, atau menunggu tanggapan dari Mark. Tapi, melihat dari bagaimana Mark diam saja tampaknya laki-laki itu tidak akan memberikan tanggapan apapun.

Bulan melangkah hendak pergi begitu saja, tertahan saat ia bersinggungan dengan Mark.

Mark menahan lengannya pelan. Bulan menoleh dan memandang bingung, sementara Mark menatapnya serius tepat di manik matanya.

"Ayo pulang bareng." Begitu katanya mengajak.

•••


Seriusan dua hari yg lalu ini mau di up malah lupaa😭😭😭

Maaf yaaa😭😭😭

Malam ini kalau bisa dituntaskan kita tuntaskan. Kalau engga ya besok hehehehe

Bentar lagi mau end hehehe
Artinya cerita baru lagi mau up hehehe

Stay healthy 💚

Selamat menunaikan ibadah puasa ya💚 maaf baru mengucapkan sekarang 💚💚

Sementara | Mark Lee✔️[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang