PART. 17

35 20 17
                                    

"Terpesona, aku terpesona." teriak Septian dipenjuruh kelas.

"Tuhan, bisa gak sih lu Sep sehari gak bikin gadu kelas sama suara jelek lu." kata Sigit yang sedang menyalin tugas PR."lu tuh bikin gue gak konsen sama tugas PR gue." sambungnya mencoba bersabar terhadap teman aliennya.

Seakan tuli Septian tetep pada pendiriannya bernyayi tak jelas. Masa bodo kalo suaranya jelek yang penting muka tampan itu prinsip Septian.

"Cobaan apalagi ini ya Allah, Kenapa engkau berikan hamba teman berwujud Dajal." Bagus mengangkat kedua tangan seakan berdoa.

Septian yang merasa gak terima dibilang Dajal oleh teman sebangku menjitak pala Bagus.

"Kampret! Temen apaan lu samain gue sama Dajal yang punya mata tiga. Lu gak liat muka ganteng gue ini kalah jauh sama gue." kata Septian ke Bagus yang sedang meringis oleh jitakan mautnya.

"Lu emang mirip Dajal, gak ngaca." teriak Lili.

Yang sudah bosan dengan kelakuan absurd Septian semakin menjadi setiap hari. Bahkan seisi kelas dan ketiga temannya mengiyakan ucapan Lili. Septian ini selalu saja membuat gadu kelas oleh tingkah petikilannya, sampai guru pun angkat tangan.

Tak jarang pula banyak kaum Hawa yang jatuh hati dengan wajah tampan bak Malaikat dan rayuan maut bibir lemesnya.

Septian menghampiri Lili dan duduk berhadapan."Lili sayang, gak boleh kasar mulutnya. Nanti bang Tian cipok." Septian memonyongkan bibir seperti ikan.

Plak

"Bangsat, bibir sexy gue." umpat Septian.

Lili tersenyum puas melihat Septian yang kesakitan."Makanya kalo ngomong disaring dulu bila perlu otak lu juga dicuci sama molto biar bersih." jelas Lili.

"Ya, Allah yang tega banget masa bibir suci gue lu tampar."

"Panggil yang sekali lagi gak cuma bibir lu yang gue tampar tapi muka lu juga." ancam Lili.

"Gue rela ditampar ratusan kali sama lu. Asal ditamparnya pakai cinta lu gue iklas lahir batin yang."

Lili yang kesal menjambak rambut Septian yang duduk dihadapannya membuat Septian kaget oleh serangan dadakan.

"Njir pala gue. Yang, ampun yang nanti bisa botak pala gue." Septian yang kesakitan mencoba melepas tangan Lili. Namun semakin Septian mencoba melepas semakin keceng juga jambakan Lili pada palanya.

"Woi bantuin gue." kata Septian melambang tangan hendak meminta bantuan temannya."yang ampun, Sakit nih pala gue lu jambakin. Yang maaf yang ampun gak lagi lagi gue." Septian memohon, Lili pun melepaskan jambakannya melihat helai rambut Septian yang beberapa terdapat disela jari tangan sakit kuat jambakannya.

Setelah puas menjambak pala Septian  Lili pergi keluar kelas. Berbeda dengan Septian yang sudah tak berbentuk rambut acak acakan dan pala yang nyut nyutan seperti di tiban batu bata.

"Bangsat, temen apan lu pada gak mau nolongin temen yang kesakitan." dumelnya merapikan rambut yang kusut.

"Maaf Sep bukannya kita gak mau nolongin, gue cuma takut kena amukan Lili. Lu kan tau sendiri Lili kalo udah marah kaya apa, jadi kita cari aman aja." jelas Bagus.

"Bener Sep." Hadi sebagai ketua kelas juga takut kalo udah berurusan sama Lili takut kena amukan yang seperti singa.

"Kampretlah lu pada? Nasib nasib punya bini kok kejem banget. Untung gue sabar." Septian mengelus dada meyakinkan dirinya utuk menerima semua cobaan.

"Lagian lu sih masih aja ngejar Lili yang udah kaya samson tenaganya kaya gak ad cewek lain aja." cetus Sigit.

"Tau lu, muka lu kan dibawa rata rata pasti adalah yang naksir sama lu Sep."  ejek Bagus dalam candanya.

"Pandangan gue cuma tertuju sama Lili kalo yang lain burem gue liatnya."

"Bucin memang beda." cibir Bagus.

"Jangan terpusat sama satu cewek Sep, kalo dia emang gak cinta sama kita. bikin sakit hati nanti. Lebih baik dicintai dari pada mencintai." jelas Sigit membuat kedua temannya terpanah akan ucapan yang terlontar dibibirnya. Jarang sekali Sigit berbicara serius seperti ini biasanya pasti cuma bercandaan.

"Wih...tumbenan amat lu Git ngomong bener." kata Bagus.

"Lu emang bener Git. Tapi mau gimana lagi kalo gue udah cinta mati sama dia gak ada yang lain dihati selain nama dia yang gue inginkan."

"Itu hak lu pada siapa lu jatuh cinta, gue juga sebagai temen cuma bisa mendukung lu dan melihat lu bahagia."

"Gue juga bakal dukung lu Sep. Kalo emang Lili jodoh lu."

Septian benar benar beruntung mempunyai teman yang baik menerima dia dalam keadaan apa pun. Walau Septian bukan dari keluarga kaya seperti ketiga temannya namun mereka mau berteman dengannya. Kedua orang tua Septian cuma pedagang kecil dia juga mempunyai dua adik yang masih sekolah dasar. Tak jarang pula Septian juga bekerja partime disebuah rumah makan siap saji untuk menambah modal sekolah adiknya dan dirinya. Dia tak tega kalo mengandalkan semua kebutuhan sekolah pada kedua orang tuanya yang sering sakit sakitan sebisa mungkin dia akan membantu.

Walau hidupnya tak bergelimang harta itu sudah cukup baginya asal bahagia bersama keluarga kecil yang dia punya. karena sekaya apapun orang itu jika tidak ada orang tersayang disamping mereka tidak akan bahagia. Kebahagiaan gak akan pernah bisa ditukar oleh uang maupun berlian begitu pula keluarga.

Buat apa hidup kaya tapi tak mempunyai kebahagiaan didalamnya hanya kelam dan asap yang menemaninya. Sama seperti mereka yang mencari kebahagiaan walau tipis harapan. Namun mereka tak akan menyerah untuk menemukan cahaya kebahagiaan yang mereka ingin wujudkan.

"Kalo lu sendiri gimana Do?" tanya Bagus tiba tiba melihat Aldo yang sedari tadi hanya diam.

Septian dan Sigit pun melihat kearah temannya. Aldo hanya mengangkat sebelah alisnya bertanya kenapa.

"Et...Dah nih orang susah banget buat ngomong." sambungnya.

"Es batu lu ajak ngomong Gus, Gus." ujar Septian.

Sigit yang udah tau sifat dingin cuek Aldo hanya menghela napas panjang menjelaskan maksud dari bagus."Maksud bagus tadi lu sendiri ada gak seseorang yang lu sukai apa lu cintai gitu." jelasnya.

"Gak mungkinkan lu gak suka sama cewek. Atau emang lu gak normal." sambungnya diiringin jitakan dipala.

Aldo tak terima jika dia dibilang gak normal oleh Sigit. Nyatanya dia jika berdekatan dengan Naura jantungnya berdetak sangat cepat dan nyaman jika bersama dengan dirinya. Apakah itu masih disebut kalo dia gak normal. Jadi jangan asal sembarangan berbicara kepada dirinya kalo dia gak mempunyai rasa suka kepada seorang wanita.

"Maksud lu apa ngomong gitu." Aldo melototkan matanya kepada Sigit.

"Maaf bro gue kan cuma bercanda gak serius." kata Sigit. Meminta maaf, sakit juga nih kepalanya. Temannya ini kalo jitak gak kira kira pakai tenaga.

"Makanya Git lu kalo ngomong disaring dulu haha." ejek Septian Dan Bagus menertawakan dirinya.

Kadang lucu juga kalo liat mereka ada aja kelakuannya. Mereka udah seperti keluarga jika dilingkarin, bisa juga sebagai teman curhat bahkan teman berantem. Jika sudah akur mereka seperti teletubbies.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang