PART.22

27 19 8
                                    


Aldo berlari dilorong rumah sakit saat mendapat kabar dari Naura yang tertabrak. Aldo mencari ruangan dimana tempat Naura dirawat saat matanya melihat ruangan yang di cari dia langsung membuka pintu. Hal pertama yang dilihat Aldo, Naura yang sedang duduk dengan baju yang sudah kusut dan kotor rambut yang berantakan efek angin tangan yang lecet dan lutut yang sudah diperban.

Aldo langsung memeluk tubuh mungil Naura sangat erat seakan menyalurkan kecemasannya Aldo benar benar merasa khawatir saat Naura menelponnya tadi kalo dia berada dirumah sakit.

Naura hendak melepas pelukan Aldo namun Aldo semakin erat memeluknya.

"Al gue gak bisa napas." kata Naura menghilangkan rasa gugupnya. Aldo pun melepas pelukannya walau kedua tangannya masih dipinggang Naura dia seperti engan untuk melepasnya.

"Maaf, gue sangat khawatir saat denger lu masuk rumah sakit." ucapnya.

"Gue juga minta maaf udah buat lu sama tante Tiara khawatir." Naura menundukan kepala tidak berani untuk melihat Aldo karena jarak wajah mereka sangat dekat.

Aldo mengangkat dagu Naura."kenapa bisa kaya gini." tanyanya.

Naura mulai menceritakan dari awal dan berakhirnya dia bisa sampai disini. Aldo hanya diam dan  mendengarkannya namun saat Naura membahas orang yang menabraknya membuat kedua alisnya mengkerut bertanya dimana orang yang sudah menabrak Naura kenapa dia tidak ada diruangan ini.

"Dimana orang yang buat lu kaya gini." tanyanya dengan menahan rasa marah ditubuhnya.

"Gue juga gak tau dia cuma bilang mau bayar biaya administrasi terus gue disuruh tunggu disini sama dia, tapi lu tenang aja dia udah tanggung jawab kom nyatanya gue dibawa kerumah sakit gue juga udah gak papa kata dokter juga gue cuma luka dikit." jelasku mencoba menenangkan Aldo. Naura tau Aldo tengah menahan rasa marahnya dia bisa lihat dari raut wajahnya.

Aldo memenjamkan mata menetralkan emosinya dengan membuang napas panjang lalu dia menyatuhkan keningnya ke Naura.

"Mulai sekarang lu harus kabarin gue baik itu disekolah maupun diluar. Cukup hari ini aja gue seperti orang gak becus jagain lu, jangan buat gue khawatir gue takut kehilangan lu Ra." bisiknya, tak taukah Aldo dengan kedekatan ini memberikan efek ke tubuh Naura menjadi panas dan jantungnya berdebar sangat kencang membuat telapak tangan ya berkeringat.

Naura yang gugup dibuatnya hanya menganggukan kepala dia tidak tau mau bilang apa ke Aldo saat dirinya sangat dekat seperti ini.

"Al gue mau pulang." pinta Naura mencoba menghilangkan rasa gugupnya.

"Ayo." Aldo mengengam tangan mungil Naura dengan erat.

Dia berjanji mulai detik ini dia akan selalu ada menjaga Naura apa pun yang terjadi. Mungkin dia sudah jatuh cinta sejam pertama kali dia bertemu Naura di bis sekolah.

Miko yang sudah selesai dengan biaya administrasinya hendak menemui cewek yang dia tabrak tadi. Saat itu dia pikirannya sedang kacau jadi dia mengendarai motor dengan kecepatan tinggi hingga tidak memikirkan dampaknya itu bisa membuat celaka orang lain. Ditambah tekanan yang dia rasakan oleh ayahnya pria yang sudah sejak lama dia benci.

Saat dia membuka ruangan tersebut ruangan itu kosong tak ada orang. Bukannya tadi sebelum dia pergi keluar untuk bayar administrasi cewek itu masih ada kenapa sekarang sudah menghilang. Dia pun mencari keberadaan cewek itu disekitar ruangan.

"Maaf Sus, apakah tadi suster liat cewek yang masih mengunakan seragam sekolah dengan rambut panjang diruangan ini." tanyanya ketika melihat suster yang lewat didepan ruangannya.

"Tadi dia udah dijemput sama pacarnya mas baru saja." jawab suster itu.

"Makasih sus."

Setelah kepergian suster tersebut Miko pun menutup ruangan dan berjalan menujuh parkiran. Dia ingin cepat sampai rumah untuk mengistirahatkan badan dan pikirannya yang sangat lelah.

"Masih inget rumah juga kamu." sindir Antoni ayahnya yang duduk di sofa.

Miko tak peduli dengan ayahnya yang menyindirnya dia terus berjalan menujuh kamar seakan tidak ada orang.

"Kuping kamu masih berfungsi bukan" Antoni yang sudah marah melihat tingkah anaknya yang tidak mendengarkan omongannya.

Miko berhenti berjalan berbalik untuk melihat ayahnya."Apa peduli anda dengan saya." ucapnya seakan dia segan untuk menyebut kata ayah lewat mulutnya.

"Berani kamu ngelawan dengan ayahmu sendiri."

"Sejak kapan anda menjadi ayah saya. Seinget saya ayah saya sudah lama meninggal sejak anda memisahkan saya dengan ibu dan adik saya." jelas Miko dengan menahan emosinya.

Plak

"Lancang kamu bilang seperti itu kepada ayahmu sendiri, siapa yang sudah mengajarin kamu berbicara seperti itu." teriak Antoni.

"Anda mau tau siapa yang mengajari saya seperti itu. Yang mengajari saya adalah anda sendiri anda yang sudah membuat saya seperti ini anda yang sudah mebuat hidup saya hancur dan anda bertanya siapa yang sudah mengajari saya seperti ini. Lucu sekali anda ini." Miko pergi ke kamarnya meninggalkan Antoni yang masih berdiri.

"Miko mau kemana kamu saya belom selesai bicara."

"Mas udah mungkin Miko hanya lelah jadi dia berbicara seperti itu." Tania menghampiri suaminya mencoba untuk membawanya duduk disofa.

Dia tau ini semua karena dirinya yang sudah merebut dan menghancurkan rumah tangga suaminya yang terdahulu sehingga dia masih dihantui rasa bersalah. Namun apalah daya dia sudah jatuh hati oleh kebaikan Antoni saat dia masih menjabat sebagai sekretaris di perusahaan tempat dia bekerja sehingga timbul rasa ingin merebut Antoni dari istri tercintanya. Kadang Tania merasakan suaminya masih menyimpan rasa kepada mantan istrinya Tania juga sering memergoki suaminya memandang foto mantan istrinya dihanphonenya saat dia tak ada. Tania selalu berusaha untuk bisa menyingkirkan mantan istrinya dihati suaminya walau terdengar egois dia hanya ingin menjadi satu satunya perempuan yang bisa memenangkan hati Antoni.

Miko membanting pintu sangat keras meluapkan emosinya tak peduli jika engsel pintunya rusak. Dia duduk dipinggir ranjang menunduk dengan sebelah tangan menutup wajahnya merasakan air bening yang sudah mengalir dipipinya dia tidak ingat kapan terakhir kali dia menanggis.

"Mah Iko kangen." gumamnya.

Dia benar benar sangat merindukan keluarganya yang dulu dia merindukan pelukan hangat ibunya yang menenangkan dirinya. Bagaimana hangatnya tangan ibunya saat mengelus palanya saat dia terlelap dalam tidurnya dia ingin kemasa itu. Pikiran dan batinya lelah dengan semua yang dia jalanin ingin rasanya dia mengakhiri hidupnya yang suram dia hanya ingin hidup normal seperti yang lain.

Kadang dia merasa iri kenapa dirinya yang harus dibawa oleh ayahnya kenapa tidak adiknya saja kenapa harus dirinya.

Kenapa takdir kejam kepadanya jika memang pada akhirnya seperti ini kenapa dia dilahirkan, ingin rasanya dia meminta kepada Tuhan untuk segera mencabut nyawanya yang sudah tidak ada kebahagiaan didalam dirinya.

Mungkin dengan kematian dia bisa menghilangkan kesakitan yang dia rasakan selama ini.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang