Tragic: 2

6.8K 518 3
                                    

Pria dengan setelan jas semi formal serba hitam itu duduk bersandar di bangku pinggir taman, pergelangan kakinya menyilang di atas lutut membentuk posisi angka empat yang menunjukkan dominasi dan zona kekuatannya. Ia duduk dengan tenang, kedua tangannya terlipat di depan dada. Nyaliku sedikit menciut untuk mendekatinya. Orang-orang yang tidak mengenal sosok aslinya pasti akan sangat mudah terkelabui oleh wajah charming dan senyum menawan yang senantiasa tersimpul di bibirnya. Tapi tidak denganku, aku sudah cukup mengenal betapa senyum mempesona itu tak lain adalah seringai tajam bak predator yang sedang mengincar mangsa.

Aku langsung berlari sekuat tenaga keluar dari bandara sesaat setelah pria itu mematikan teleponnya tadi. Pikiranku kalang kabut membayangkan apa yang pria berbahaya ini bisa lakukan sewaktu-waktu.

"Mau apa kamu!"

"Galak banget ya calon istriku." Kudengar kekehannya dari seberang telepon.
"Keponakan kamu lucu ya, jadi pengen ikutan main." Lanjutnya. Tunggu dulu, apa katanya tadi.

"Jangan macam-macam kamu Mas!" Tanganku yang menggenggam gawai bergetar.

"Aku nggak macam-macam, cuma liatin doang."

"Berani kamu sentuh dia kamu akan..."

"Kenapa? Apa yang bakal kamu lakukan Dahayu. Sekarang kamu pilih, kamu yang temani aku main di sini atau aku yang akan ikut main sama keponakanmu."

Setelah itu sambungan terputus. Tanpa berpikir dua kali aku langsung beranjak dari dudukku dan berlari secepatnya meninggalkan bandara. Aku tau kemana aku harus menuju.

Setengah mati aku berusaha mengatur mimik wajahku. Aku tak boleh terlihat lemah di hadapannya. Kuseret langkahku mendekat dengan tangan yang masih mencengkeram koper.

Ia tersenyum saat melihatku berjalan ke arahnya. "Hai sayang." Seru pria itu.

Kuedarkan pandanganku ke sekitar taman. Terlihat Dzaky sedang bermain ditemani Ningsih yang agak jauh dari tempatku berdiri, sepertinya mereka tidak menyadari keberadaan kami. Kuhela nafas lega saat mengetahui pria ini belum berbuat macam-macam.

"Mau apa kamu!"

Harsa Sanjaya, pria yang sedang berdiri di hadapanku ini menyusupkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ia maju selangkah mendekatiku, refleks kakiku ikut mundur selangkah pula.

"Begini caramu menyambut calon suami?" Ia tertawa sinis.

"Cukup katakan apa maumu dan segera pergi dari sini."

Harsa berdecak. "Ternyata calon istriku ini tidak bisa diajak basa-basi ya."

"Berhenti main-main Mas. Katakan maumu."

Ia memandangiku tajam. "Kamu takut?" Harsa tertawa, dan aku benci jenis tawa yang seperti itu.

"Aku nggak punya alasan harus takut sama kamu."

"Poker facemu itu tidak mempan untukku Dahayu. Berhenti memasang wajah seperti itu." Damn it Harsa!

"Ikut aku." Ucapnya tepat di telingaku.

Ku alihkan pandanganku kepada Ningsih di tengah taman, berharap dia melihat keberadaanku di sini. Kalau sesuatu terjadi padaku setidaknya dia bisa mencari bantuan. Ternyata Harsa menyadari gerak gerikku, ditariknya lenganku kuat-kuat.

SIMULAKRA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang