Setelah dari kantor Mas Pras aku membawa Dzaky ke mall Centerpoint yang terletak di jantung kota Medan. Kemudian naik ke lantai dua mencari playground yang direkomendasikan Ningsih lewat chat beberapa saat lalu. Sampai di lantai dua aku menemukan playground yang Ningsih maksud, cukup mudah ditemukan karena terdapat balon squid raksasa di ujung arena yang bisa terlihat dari luar dan cukup mencuri perhatian.
Setelah mendatangi resepsionis dan menyelesaikan pembayaran, kami diberi gelang khusus untuk bisa masuk ke dalam. Segera kulepaskan sepatu Dzaky dan hanya menyisakan kaus kakinya saja, begitu juga denganku, lalu kusimpan semua barang bawaan kami kedalam loker yang ada di bagian pojok kanan ruangan dekat sofa.
Dzaky sudah berlarian masuk ke dalam arena mandi bola, kuawasi dia dari luar. "Hati-hati ya Nak." Seruku padanya, takut ia menubruk anak-anak lain yang ikut bermain.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang, aku menoleh. "Beneran Dahayu ternyata." Sapanya padaku.
"Loh mbak Nana?" Sahutku ketika menyadari siapa yang menepuk pundakku barusan. Kemudian kami bercipika-cipiki.
"Lagi nemenin Dzaky main ya Yu?" Ia melirik ke arah Dzaky di dalam arena mandi bola.
"Iya nih Mbak. Kalau Mbak Nana?" Aku ikut melirik ke arah anak perempuan yang memegang erat ujung kemejanya.
"Sama. Lagi nemenin Thalita mau main juga. Sayang ayo salim tantenya." Mbak Nana menggiring gadis kecil itu untuk menyalamiku.
Kusejajarkan diriku dengannya. "Halo anak cantik. Siapa namanya?"
Ia tampak malu-malu, beberapa kali melirik ke arah ibunya sebelum menyambut tanganku. "Thalita tante." Ekspresi wajahnya benar-benar menggemaskan, bibirnya kecil, pipinya kemerahan, dan matanya agak sipit, mengingatkanku dengan mata milik Bams.
"Duhh Onty tuh gemes banget sama anak cantik begini. Boleh aku culik nggak sih Mbak?" Kucubit pelan pipi Thalita takut ia menangis, karena kalau aku mencubitnya dengan brutal seperti aku mencubiti pipi Dzaky bisa repot urusannya, belum lagi resiko Thalita akan trauma. Oke bercanda.
Mbak Nana hanya tertawa-tawa mendengar banyolanku. Entah karena takut aku akan benar-benar menculik anaknya, atau khawatir pipi anaknya akan semakin menggelembung jika terlalu lama dekat denganku, mbak Nana segera menyuruh Thalita untuk ikut bermain di arena mandi bola bersama Dzaky.
"Mbak Na, aku boleh titip Dzaky sebentar nggak? Haus banget, mau beli minum di luar."
"Kamu ini kayak sama siapa aja sih Yu. Yaudah gih sana."
"Mbak Nana mau titip minum apa?" Tanyaku menawarkan. Tapi ia menggeleng.
"Mbak bawa minum."
"Oke deh, sebentar ya Mbak." Kemudian aku keluar dari playground tanpa melepas gelang untuk akses keluar masuk.
Kususuri satu persatu stand yang menjual berbagai jenis minuman dingin, tiba-tiba banget pengen minum smoothies matcha yang aku ingat sempat kulewati saat naik ke lantai dua tadi.
Kuedarkan pandanganku ke seluruh penjuru mall, sampai tiba-tiba pandanganku terpaku pada dua sosok yang salah satunya sangat kukenali dengan baik, sosok laki-laki dan perempuan itu baru saja melangkah keluar dari restoran cepat saji menuju lantai satu. Cepat-cepat kuikuti mereka berdua walaupun dengan jarak yang cukup jauh, namun sayang aku kehilangan jejak mereka berdua karena suasana mall yang lumayan ramai di siang menuju sore ini. Aku yakin aku tidak salah lihat, itu mbak Danti, tapi kenapa dia ada di sini? Bukankah seharusnya dia masih dinas di Padang?
KAMU SEDANG MEMBACA
SIMULAKRA [Completed]
ChickLitBisa jadi ini adalah cerita yang menunggu untuk kau temukan. So ya, terimakasih sudah menemukanku. Tentang cara semesta menarik benang-benang kusut masa lalu yang saling berkelindan dengan masa depan. Bagi seorang Dahayu Anindyaswari Sumarsono, pel...