Tell Me The Truth

6K 602 8
                                    

Aku sedang memperhatikan tingkah lucu seorang gadis kecil di hadapanku dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Rambutnya yang dikuncir dua mengayun-ayun di udara setiap kali papan jungkat jungkit itu membawa tubuhnya naik dan turun. Tawa riangnya membuat anak laki-laki yang bermain bersamanya semakin semangat  menggerak-gerakkan tubuhnya agar papan yang mereka naiki semakin cepat bergerak.

"Kakak..ayo lebih cepat Kak." Seru si gadis kecil sambil tertawa girang.

"Pokoknya satu kali lagi setelah itu kita pulang. Takut ibu marah."

"Yahh nggak asik." Si gadis kecil cemberut.

Kulihat anak laki-laki itu berhenti bergerak lalu turun. "Ayo pulang." Katanya.

"Nggak mau, ayo main lagi Kak."

"Kalau nggak pulang sekarang Ibu kamu bisa marah, ayo pulang. Besok kita main lagi." Bujuk si anak laki-laki.

Langit sudah mulai gelap tertutup awan hitam, anak laki-laki itu berjalan pelan berharap si gadis kecil mengikuti di belakangnya.

"Kak Lana nggak asik !!" Teriak si gadis kecil, tidak bergerak dari papan yang masih dia duduki.

Anak laki-laki itu masih tidak menghentikan langkahnya menuju keluar taman bermain yang sudah mulai gelap pertanda akan segera turun hujan.

"Kak Lanaaa!!" Gadis kecil itu berteriak lagi sambil merajuk.

Berhasil, anak laki-laki itu menghentikan langkah kakinya kemudian menoleh kebelakang. Terlihat ia menghembuskan nafasnya dengan kesal. Ia mendekati lagi gadis kecil yang sedang merajuk itu, menggenggam pergelangan tangan kecilnya kemudian membawanya turun.

"Besok kita main lagi, tapi sekarang kita harus pulang sudah mau hujan." Bujuknya sambil mengelus-elus puncak kepala si gadis kecil, sang empunya kepala masih saja menunduk. "Anin, kakak janji." Gadis kecil itu mengangkat kepalanya, menatap anak laki-laki dihadapannya yang sedari tadi berusaha membujuk.

"Bener? Kakak udah janji loh?" Anak laki-laki itu mengangguk-anggukkan kepalanya pasti. Kemudian keduanya tampak menautkan jari kelingking sambil tersenyum lebar.

Aku masih mengamati tingkah keduanya dari jarak beberapa meter, sesekali sudut bibirku juga ikut terangkat melihat tingkah lucu mereka. Hujan turun dengan derasnya tanpa aba-aba, buru-buru aku berteduh di bawah atap gazebo yang ada tengah-tengah taman. kutolehkan kepala ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan kedua anak itu, khawatir mereka akan kebasahan. Aku mulai panik saat tidak menemukan kedua anak itu dimanapun. Tanpa berpikir dua kali aku langsung berlari keluar dari perlindungan atap gazebo menembus derasnya air hujan.

Sekarang tubuhku sudah basah kuyup, kuusap air yang mengalir menghalangi penglihatanku sembari mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru taman. Akhirnya kutemukan mereka, sedang tertawa-tawa bermain hujan dengan tubuh yang sudah basah seluruhnya, mereka berlarian mengelilingi arena permainan dengan tubuh si gadis kecil berada di gendongan anak laki-laki itu. Ia merentangkan kedua tangan, kepalanya mendongak menghadap langit.

Tiba-tiba waktu terasa berjalan melambat, suara-suara lain teredam oleh tawa keduanya yang seolah terekam jelas di pendengaran ku. Tiba-tiba gadis kecil itu menoleh ke arahku, senyumannya masih terkembang kemudian melambai-lambaikan tangannya. Aku melihat wajahnya, wajah bahagia dibawah rinai hujan yang turun dari awan pekat di atas sana.

Aku terbangun dengan nafas yang tersengal, mimpi itu datang lagi. Jam digital di atas nakas masih menunjukkan pukul dua dini hari, kuurut pangkal hidung dan pelipisku yang terasa berdenyut. Lama kelamaan mimpi-mimpi ini terasa semakin  mengganggu, ada apa sebenarnya? Kenapa mimpi tentang orang yang sama selalu saja datang tanpa aba-aba. Kenapa semua terasa sangat nyata, setiap detailnya terasa tidak asing.

"Anin dan kak Lana." Aku bergumam, merapal nama yang baru pertama kali ini muncul dari sekian banyak mimpi tentang mereka berdua.

Aku teringat wajah gadis kecil itu, wajah dan namanya sangat mirip denganku, apa sebenarnya selama ini semua mimpi-mimpi itu adalah tentangku? Tapi kenapa aku memimpikan itu semua? Apa sebenarnya ini berhubungan dengan masa kecil yang tidak bisa kuingat?

Kepalaku semakin berdenyut saja setiap kali aku berusaha mengingat sesuatu. Kuambil gawaiku di atas nakas, beberapa notifikasi chat langsung muncul begitu layar menyala. Beberapa chat dari grup sekolah dan ada chat dari Bams dibagian paling atas, bukan karena chat darinya kusematkan tapi karena chat itu baru saja dikirim beberapa jam yang lalu.

From : Jangan Diangkat
P
P
P
"Tok..tok..Ada orang disitu"
"Hey..udah tidur ya? Kalau dicium dari baunya sih kayaknya udah tidur."

Benar-benar nggak ada akhlaknya anak kadal satu ini, tengah malam spam chat bukannya kasih salam apa gitu malah P P P. Apa sih sebenarnya P itu? Permisi, punten, ping atau apa?

From: Dahayu
"Akhlak mana akhlak? Salam dulu gitu loh."

Handphoneku bergetar lagi tidak lama setelah pesan balasan itu kukirimkan, dari Bams. Fast respons banget ya dia ini.

From: Jangan Diangkat
"Loh kok masih bangun Yu?"

From: Dahayu
"Baru aja kebangun. Kamu sendiri kenapa belum tidur."

From: Jangan Diangkat
"Lembur. Ada beberapa kerjaan yang mepet banget, udah dikejar deadline."

"Kamu besok siang ada acara? Mau lunch bareng?"

From: Dahayu
"Boleh."

Setelah mengetikkan balasan singkat aku segera mematikan layar ponsel kemudian berbaring lagi berharap bisa tidur kembali.

SIMULAKRA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang