Kalau seandainya karakter Maleficent itu nyata, maka wanita yang sekarang berdiri dihadapanku ini adalah Maleficent si penyihir itu. Bahkan meskipun saat ini dia sedang tersenyum, aku masih bisa mendengar ‘You poor simple fools. Thinking you could defeat me !? Me,The Mistress of all evill !' dari balik senyumnya.
Tadi selesai brunch di Pilastro, Bams tiba-tiba banget ngajak ke Gramedia di Sun Plaza. Karena memang aku nggak ada rencana lain, aku setuju saja waktu dia mengubah tujuan ditengah jalan. Dan disinilah kami, berhadapan dengan Maleficent nyata yang nggak tau nongol dari mana.Dari ratusan kota di Indonesia ini kenapa harus di Medan ini juga, bahkan di mall ini. Atau jangan-jangan sebenarnya dia punya semacam radar khusus untuk melacak dimana aku berada.
Semalas itu kalau ketemu sama makhluk yang satu ini. Hobinya itu loh, suka banget memancing, bukan memancing ikan apalagi memancing kreativitas tapi memancing keributan. Dengan mini dress hitam dan bibir yang dipoles merah, perempuan dihadapanku ini benar-benar seperti jelmaan Maleficent.
"Loh Mas Bams, Dahayu? Wahh nggak nyangka banget ya kita ketemu di sini. Kamu apa kabar Yu."Ini Meisie, orang yang selalu terobsesi untuk bersaing denganku sejak zaman awal perkuliahan.
Aku memaksakan senyum tipis, "Great Mei, kayak yang kamu lihat."
"Kamu sekarang sama Mas Bams?"Ia bertanya sambil menunjuk kearahku dan Bams bergantian. Menatapku dari atas ke bawah seolah sedang melakukan scanning.
Thanks to mbak Danti yang keras kepala memaksaku ganti pakaian tadi pagi. Kalau tidak penyihir ini pasti akan punya bahan untuk mencercaku, walau sebenarnya aku nggak perduli sih. "Maksud kamu?"
Dia tertawa mengejek, "Wah nggak nyangka banget ya, dunia cepat banget berputarnya."
"What do you want to say Mei? Don't beat around the bush." Nada sarkasku jelas tidak bisa disembunyikan.
Pria di sampingku ini kenapa diam aja sih, ngomong apa kek gitu padahal nama dia disebut-sebut loh."Liat kamu sekarang Yu, jalan sama mantan pacar aku loh?" Masih dengan tawa mengejeknya.
"What !!" Aku otomatis menoleh ke arah pria disampingku ini, meminta penjelasan. Bams menggaruk tengkuknya yang aku tau itu sama sekali tak gatal.
"Oh iya, aku dengar dari temen lama aku di kantor, kamu baru resign ya? Ada masalah apa sih? Bukan dipecat kan ya? Berarti sekarang kamu pengangguran dong? Mau aku kasih rekomendasi sama kolega aku nggak, siapa tau ada yang punya posisi kosong. Ya walaupun aku nggak yakin sih ada yang kosong."
Ubun-ubunku terasa mendidih sekarang, tanganku mengepal berusaha keras untuk tidak mencakar wajah Maleficent ini di sini, saat ini juga. Senyum menyebalkannya itu benar-benar membuat aku mual.
Aku menarik nafas perlahan, takut-takut aku lepas kendali dan melakukan tindak kriminal terhadap wanita ini, ya walaupun nggak ada satupun payung hukum di dunia ini yang melindungi penyihir."Pertama Mei, itu bukan urusan kamu so please mind your own business. Yang kedua, why are you f*cking yourself around. Dan yang ketiga, that's totally bullshit!"
Aku mengacungkan jari tengahku sebelum pergi meninggalkan penyihir ini. Aku berjalan cepat kemanapun arah kakiku melangkah, emosiku benar-benar tidak tertolong. Senggol bacok mode on.
Sampai tanganku di tarik dari belakang dan siapa lagi pelakunya kalau bukan Bams. Bahkan aku sampai lupa kalau aku bersama dia tadi.
"Hei hei..tenang dulu dong."
"Kamu kenapa diem aja sih dari tadi, jelas-jelas nama kamu di sebut-sebut loh, karena dia mantan kamu gitu!"
"Tenang dulu oke...tarik nafas..buang..tarik lagi..buang." Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, aku menurut saja apapun kata Bams.
Setelah lebih tenang Bams menyeretku kesebuah kedai gelato dan memesan satu cup matcha ukuran medium dan satu cup chocolate sorbet ukuran small kemudian dine in disudut kedai yang agak sepi.
"Udah belum marah-marahnya?" Ucapnya sambil memasukkan satu sendok chocolate sorbet kedalam mulutnya yang tidak kutanggapi.
"Aku nggak nyangka loh kamu bisa mengumpat kayak gitu, beyond my expectations. Savage Yu." Kali ini dengan dua jempol yang terangkat.
"Ya kamu dari tadi bengong doang kayak patung pancoran, kan nyebelin."
"Aku kan jagain takut kamu tiba-tiba lompat ke Meisie terus kamu cakar-cakar itu mukanya yang udah kayak jeruk purut waktu kamu kasih jari tengah, kamu sih nggak liat ekspresi nya tadi."
Aku sampai tertawa terbahak-bahak mendengar cara Bams mendeskripsikan wajah Meisie, bisa-bisanya loh dia."Tega banget kamu sama mantan sendiri. Terus tadi bukannya cipika-cipiki ketemu mantan malah diem bae kayak ayam sayur."
"Mantan my ass. Memangnya pacaran cuma seminggu itu bisa disebut pacaran gitu, mana aku terpaksa banget terima dia, itu jugak udah dulu banget."
Satu sendok matcha gagal landing ke dalam mulutku. "Loh terpaksa gimana?"
"Ya gara-gara kamu lah." Bams melipat rapat kedua sisi bibirnya.
"Maksudnya gimana? Kok gara-gara aku?"Bams diam sejenak kemudian membenarkan posisi duduknya, gerakan saat seseorang merasa tidak nyaman. "Aku udah bilang kan kalau first sight is the deepest."
"Iya, terus?" Sebelah alisku terangkat, nggak paham maksudnya.
"Sejak saat itu, aku selalu cari tau semua tentang kamu, apa yang kamu suka apa yang nggak kamu suka, sampai aku deketin Meisie yang saat itu dekat sama kamu untuk cari info tentang kamu. Tapi aku nggak nyangka kalau tiba-tiba dia nembak aku padahal dia udah tau dari awal alasan aku deketin dia, singkat cerita aku terima dia ya cuma biar aku nggak kehilangan informan aja tapi diakhir-akhir dia berubah, dia nggak mau lagi kasih info tentang kamu ya udah aku putusin lah."
Aku sampai melongo mendengar penjelasannya, semoga aja nggak sampai drooling saking lebarnya mulutku terbuka.
"Jahat banget kamu Bang sumpah, pantesan aja dia tiba-tiba terobsesi banget jatuhin aku dalam hal apapun. Dalam hal pertemanan dia selalu berusaha rebut semua temen-temen aku, dalam pelajaran dia selalu berusaha menyaingi aku dan pernah dia sabotase tugas aku kalau kamu mau tau.Bahkan dia selalu jelek-jelekin aku setiap ada cowok yang mau PDKT, dan sampai ke dunia kerja yang sialnya lagi-lagi satu kantor sama dia, dia masih tetap terobsesi buat jatuhin aku. Awalnya aku juga nggak tau kenapa, ternyata ini toh biang keladinya."
"Ya aku nggak maksud gitu Yu. Aku juga udah pernah minta maaf kok sama dia. But hey, Everything's fair in love and war as they say." Bams terkekeh.
Aku memukul lengannya lagi dengan gemas, dan dendam tentu saja."Fair..fair gundulmu."
"Terus selama jadi stalker-ku dulu, kamu dapat info apa aja?"
"Harus banget nih diceritain?" Bams berdeham.
Aku mengedik, “Anggap aja kamu lagi nebus dosa.”
“Oke..oke. Aku jelasin nih. Tapi janji kamu jangan mikir aku pervert oke?” Aku mengangguk.
"Nama lengkap kamu Dahayu Anindyaswari Sumarsono, suka warna putih, setiap ngerjain tugas di Arua caffe yang di dekat UGM kamu pasti selalu request lagunya Anson Seabra yang somewhere in ann arbor dan segelas lemon tea honey ukuran tall, kamu nggak pernah suka film Barbie, dan fakta lain yang aku dapatkan akhir-akhir ini adalah playlist lagu kamu kalau lagi galau di Spotify itu Linking Park dan Foo Fighter dan yang bikin aku makin gak habis pikir kamu tetap bisa nangis kejer walaupun itu lagu rock metal."
Aku menutup mulutku yang menganga lebar. saking nggak nyangkanya manusia satu ini seniat itu jadi stalker.
"Seriously Bang? Dan kamu dulu nggak pernah berusaha deketin aku gitu. Malah jadi stalker nggak jelas."
Bams terkekeh. "Aku terlalu pengecut waktu itu Yu. Tapi aku nggak setuju sama statement kamu yang terakhir. Tujuan aku jelas. Walaupun nggak pernah terealisasi."
Walaupun mungkin saat itu aku akan menolak segala jenis pendekatan dari siapapun, tapi aku paham betul rasanya. Perasaan ketika kita memilih untuk menjadi pengecut karena seseorang. Karena terkadang ada hal-hal yang memang lebih baik dibiarkan begitu saja, sembari dikagumi dari jauh.***
Noted:
*Dahayu tuh aslinya emang rada swag kok, cuma ciut kalau dihadapan mas Pras doang. 😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
SIMULAKRA [Completed]
Chick-LitBisa jadi ini adalah cerita yang menunggu untuk kau temukan. So ya, terimakasih sudah menemukanku. Tentang cara semesta menarik benang-benang kusut masa lalu yang saling berkelindan dengan masa depan. Bagi seorang Dahayu Anindyaswari Sumarsono, pel...