3 | Petunjuk

1K 163 1
                                    

      

                                   

Happy Reading

.

.

.

3 hari sudah berlalu semenjak kecelakaan mengerikan itu, dan selama itu juga sekolah Diza di liburkan. Katanya untuk menghormati para korban kecelakaan. Bekas-bekas darah juga masih bisa terlihat, police line juga masih terpasang dimana-mana.

Sementara di lain tempat, keluarga Diza. Bunda serta adikknya sibuk membujuk Diza agar mau ikut melayat ke rumah temannya yang menjadi korban.

Diza yang pada awalnya bersikeras menolak akhirnya ikut juga, dia menyerah. Pertama karena Bundanya sendiri yang meminta, kedua karena ingin mengirim doa pada arwah-arwah yang mungkin saja masih tak tenang disana.

Sebenarnya kegiatan melayat sangat dihindari olehnya sejak dulu, bukan apa-apa. Pernah satu waktu saat Diza kecil, dirinya melihat arwah orang yang sudah meninggal sedang menatap jenazahnya sendiri.

Saat ini dirinya berada di rumah Hanna—dia menjadi salah satu korban kecelakaan mengerikan kemarin.  Diza tak menyangka, kemarin pagi Hanna masih segar bugar saja. Tapi sekarang? Dirinya sudah terbujur kaku di depan sana.

Tangisan histeris dari wanita—yang ku tebak adalah ibunya Hanna terdengar nyaring. Dia menangis meraung-raung, masih tak terima dengan kenyataan bahwa anak gadisnya sudah tiada.

Tidak hanya itu, sang ayah pun sama terpukulnya dengan sang ibu. Tetapi tidak menunjukkan terang-terangan seperti sang ibu.

Aku tahu karena bisa merasakan kesakitan mereka. Meski Hanna adalah orang yang secara terang-terangan membenciku, tapi aku merasa kasian terhadap Hanna.

Saat ini dirinya tengah kebingungan dengan situasi yang ku tahu masih belum bisa dia terima. Terbukti dengan Arwahnya  yang masih berkeliaran disekitar rumahnya.

Hanna masih memakai seragam sekolah. Wajah pucat serta darah yang mengalir dari dahinya, itu lah tampilannya saat ini.

"Ibu Hanna disini bu..." Ujarnya namun sayang tak ada satupun yang mendengar, kecuali aku.

"Pak. Ini Hanna pak..." Ujarnya lagi.

Aku pura-pura tak melihatnya, dan memilih untuk berdoa dengan tulus agar dirinya bisa tenang. Namun tak lama Hanna tiba-tiba saja menatapku, sama seperti yang biasa dia tunjukkan padaku. Tatapan kebencian.

Untuk beberapa detik mata kami bertubrukan. Perlahan Hanna menghampiriku. Kesempatan ini ku gunakan untuk pergi dari keramaian, aku tahu pasti ada yang ingin dia sampaikan padaku.

Berjalan dengan perlahan tak lupa ku lirik kebelakang dan dia masih mengikuti ku. Dan saat sampai pada tempat yang cukup sepi, aku langsung berbalik kearahnya. Membalas tatapan kebenciannya dengan tatapan dinginku.

"Ini semua gara-gara lo!" Teriaknya.

Aku masih diam, membiarkan dirinya mengeluarkan semua amarahnya.

"Lo pembawa si*al!"

"Lo anak se*tan, kembaliin lagi gue kayak dulu!" Lanjutnya lagi.

Mereka Yang Tak TerlihatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang