Ketika manis dan pedas bersatu.

10 4 4
                                    

Hai semuanya ketemu lagi nih, bareng aku bersama cerita Galang dan Ratna. Bagaimana ya, kisah tentang mereka selanjutnya. Yuk, baca happy reading temen-temen

•••••

POV Ratna.

Minggu, 30 November 2013.

Pukul, 08.00 WIB.

"Bu, Ratna berangkat dulu ya?" kataku pamit untuk pergi ke cafe hari ini.

"Iya, kamu harus hati-hati naik motornya, ya?" kata Ibu dengan penuh perhatian.

"Hari ini Ratna tidak naik motor, Bu," kataku memberi alasan pada Ibu.

"Kenapa? Apa motormu rusak?" tanya Ibu merasa heran.

"Tidak, Bu. Hari ini Ratna memang sengaja tidak membawa motor. Ibu mau tahu alasanya apa?" kataku pada Ibu memancing rasa penasarannya.

"Apa?"

"Hari ini Galang akan menjemputku di- cafe, Bu," kataku dengan wajah sumringah.

"Apa sudah pasti, dia akan menjemputmu?" pertanyaan dari Ibuku itu sederhana, tapi mampu membuat ekspresi wajahku berubah seratus delapan puluh derajat dari yang tadinya bahagia sekarang ekspresi itu lenyap seketika.

"Galang tidak pernah mengingkari perkataannya, pasti dia akan menjemput Ratna, Bu. Lagiankan, Ratna dan Galang sudah dua hari tidak bertemu," kataku tampak terdengar seperti memihak Galang.

"Masih dua hari kan? Bagaimana kalau kalian tidak bertemu untuk waktu yang lebih lama dari itu? Seperti berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun?" kali ini kalimat dari Ibu benar-benar membuatku terdiam tanpa berkata sedikitpun.

"...."

"Kamu belum tahu, bagaimana sifat dan sikap dari keluarga Galang. Bisa saja kan, Galang hanya sementara bersifat seperti itu untuk hubungan kalian berdua. Hubungan kalian berdua itu masih baru, wajar sih masih manis-manisnya."

"Hm ... Yang Ibu katakan ada benarnya," kataku menyetujui perkataan dari Ibuku, "Bu, Ratna pamit berangkat ya."

"Iya, apa kamu akan terus mengobrol terus di sini bersama Ibu?"

"Hehehe ... Ya tidak, Bu. Ratna harus berangkat ke cafe sekarang pasti Laras dan teman Ratna yang lainnya sudah menunggu di sana."

"Berarti dari sini kamu akan naik angkutan umum?"

"Iya, Bu."

"Kenapa kamu tidak sekalian meminta Galang untuk mengantarkanmu ke cafe?"

"Galang itu sibuk, Bu."

"Hm ... iya deh."

"Assalamualaikum ... Daah Ibu," kataku berlalu menatap sesekali wajah Ibuku yang mulai memancarkan guratan di beberapa bagian wajahnya, menunjukkan bahwa usianya sudah tidak lagi muda.

"Waalaikumsalam ...."  Kata Ibu membalas salam dariku.


   Berjalan menjauhi rumah tepat di depan gang aku langsung mendapati sebuah kendaraan umum berwarna kuning dengan nomor kosong dua terlihat jelas terpampang di salah satu sisi kaca mobil. Melambaikan tangan ke arah angkot yang mulai melaju mendekati posisiku berdiri saat ini.

Galang dan RatnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang