chap # 16

18.6K 2K 148
                                    

Kejadian buruk baru saja berlalu, nyaris tanpa teriakan maupun kekerasan. Lelaki mabuk itu beranjak begitu saja seolah menyadari siapa lawan bicaranya. Ia beranjak, berjalan agak sempoyongan dan menghilang di antara pengunjung lain dekat panggung. Sekilas wajahnya nampak kesal namun tetap berjalan meninggalkan kami.

Mia bernapas lega. Wajahnya tak lagi merah oleh emosi tertahan. Aku sendiri baru bisa menghela napas panjang dan baru menyadari kemungkinan keterlibatan Mia hingga Alvaro berada di tempat yang sama dengan kami. Menilik dari permintaan lelaki itu sebelumnya, memberi kabar tentu menjadi salah satu tugasnya.

Aku mengusap pergelangan lengan yang lelaki tadi cengkram. Rasanya tidak lagi sakit namun menyisakan kemerahan. Bercak pertanda kebodohanku karena tidak bisa membela diri sendiri.

Genta dan Alvaro duduk mengapitku setelah kejadian tadi berlalu. Keduanya bereaksi seakan tidak pernah ada kejadian buruk. Aku tak mungkin mengusir mereka setelah menyelamatkanku dari bahaya. Sekalipun pernah bermasalah dengan Genta, hari ini ia berperan bukan sebagai orang jahat. Suka atau tidak, aku berhutang terima kasih padanya.

Begitu juga dengan Alvaro. Keberadaanya berhasil mengembalikan ketenangan. Hanya saja pesan akhir lelaki itu membuat bulu roma berdiri. Pernyataan yang diucapkan sama sekali tak terdengar seperti omong kosong. Entah kenapa aku merasa peringatan itu tidak ditunjukan hanya untuk pemabuk tadi. Meski begitu ia layak mendapat ucapan terima kasih. Ia membebaskanku dari rasa malu.

Acara makan berlanjut dengan dua tambahan tamu. Alvaro bersikap santai kembali. Ia tersenyum, tertawa dan mengobrol tanpa beban. Ia tahu kapan harus bereaksi seperti orang yang memiliki pengaruh dan saat berlaku layaknya teman. Reaksinya membuat Genta dan Mia terbawa arus sementara aku berusaha mengimbangi mereka sementara pikiranku sibuk membereskan mood yang terlanjur berantakan.

Makan malam terlihat normal kecuali sandiwara yang diperankan oleh aku dan Alvaro. Genta sama sekali tidak membahas hubungan kami yang lalu. Sikapnya malam ini seperti halnya yang kulihat pada Ditto.

Puas mengisi perut, Alvaro mengantar aku dan Mia pulang. Genta ikut mengantar sampai teras. Ia berpikir kedatangan Alvaro kebetulan belaka dan sempat menanyai keadaanku karena aku lebih banyak diam. Mia mencibir perhatian Genta walau tidak secara jelas memperlihatkan reaksinya. Beruntung Alvaro sedang mengambil mobil dan tidak menyaksikan adegan yang mungkin membuatnya salah paham.

"Kalian tidak apa-apa?" Alvaro menoleh padaku saat memakai seatbelt. Mia setengah memaksaku agar aku duduk di bagian depan.

"Saya tidak apa-apa, Pak."

"Kamu gimana, Frey?" Kelembutan nada bicara Alvaro sedikit menenangkan walau otakku masih terasa kacau.

"Aku baik-baik saja, Mas."

Sudut mataku menangkap senyum jahil Mia. Ia senang menggoda dan kali ini aku targetnya. Ditto mungkin akan ia seret untuk mendengarkan gosip tentang diriku.

Mobil Alvaro bergerak meninggalkan kafe. Kusandarkan tubuh ke belakang, mencari posisi senyaman mungkin saat Alvaro bicara dengan Mia. Alvaro berterima kasih karena Mia sudah memberitahu rencana kami.

Pandanganku tertuju pada keluar jendela. Pekatnya malam, suara-suara bising di tengah kemacetan tidak mengurangi antusias orang-orang yang mencari hiburan, entah bersama keluarga, teman atau pasangan. Sebagian tampak bahagia tapi tidak sedikit yang memasang raut lelah. Dunia memang tidah hanya diisi oleh tawa.

Langit malam tampak cerah dengan bulan yang bersinar terang. Suasana yang pas dan menyenangkan bagi pasangan-pasangan yang dimabuk cinta. Sementara perasaanku jauh dari itu. Meski telah berlalu, kejadian mengerikan tadi masih membekas.

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang