Chap 20

15.3K 1.5K 165
                                    

Mia mendengarkan ceritaku dengan antusias. Keceriaan, tawa atau sifat usilnya tertutup tatapan penuh belas kasih. Aku tidak mengharap respon seperti ini namun tetap membiarkan karena reaksi semacam itu normal terjadi saat seseorang mengetahui kabar tak menyenangkan. Mia menatapku layaknya korban yang perlu diselamatkan hanya saja sekarang aku merasa sedikit lebih kuat, lebih bisa menerima kenyataan. Semua sudah menjadi takdir hidup. Tidak ada kekuatan yang bisa mengubahnya.

Aku sengaja mengajaknya bicara di kafe dekat kampus seusai kuliah selesai. Kantin sering jadi salah satu tempat untuk mengobrol santai di kampus kecuali hari ini. Topik yang akan kubahas terlalu pribadi dan demi menghindari orang-orang senang bergosip. Alasan peting lainnya untuk berjaga-jaga kalau Genta tiba-tiba muncul. Genta memang tidak memiliki kaitan dengan ayahku tapi bertemu dengannya saat ini bisa memperburuk suasana hati.

"Aku tidak tahu harus bilang apa, Frey. Ceritamu di luar dugaan. Situasinya rumit sekali. Aku hanya berharap kamu dan ibumu bisa melewati masa sulit. Ibumu berhak bahagia. Ia layak mendapatkannya setelah bertahun-tahun menderita sendirian." Mia memaksakan senyuman yang tampak canggung. Ia mengaduk-aduk minuman dingin di gelas tanpa berniat meminuman. "Pengkhianatan. Rasanya belum percaya lelaki sebaik ayahmu bisa melakukan perbuatan itu. Aku kagum pada ibumu. Pasti tidak mudah menyembunyikan luka dan bersikap seolah perasaannya baik-baik saja."

Pandanganku beralih keluar jendela. Langit mulai gelap seiring berlalunya waktu. Lampu-lampu mulai menyala. Pemandangan yang menenangkan tapi tidak bagiku. "Aku juga berpikir begitu. Rasa sakitku tidak sebanding dengan pengorbanan ibuku. Dulu aku melihat ayah layaknya seorang kepala keluarga sempurna, ayah yang perhatian dan bertanggung jawab. Tidak sekalipun terpikir hal sebaliknya sedang terjadi. Yah, ada akhirnya, apapun alasannya, ayahku memiliki perempuan lain. Kasih sayangnya terbagi dan itu mengangguku."

"Bagaimana perasaanmu sekarang?"

"Masih sakit hati. Susah sekali buat lupa. Yang bisa kulakukan sekarang belajar ikhlas. Mau marah juga percuma. Ayahku sudah meninggal. Ia membawa rahasia kelamnya ke peristirahatan terakhirnya. Di sisi lain aku tidak bisa mendesak ibuku bercerita lebih jauh. Aku khawatir keingintahuan malah membuka luka lama."

Mia mengusap tanganku. Ia mengulum senyum meski masih menatap dengan sorot kasihan. "Sabar ya. Aku berdoa keluargamu diberi ketabahan. Seiring waktu kuharap kesedihan akan berganti bahagia. Omong-omong siapa saja yang tahu soal ini?"

"Baru kamu dan... " Aku menghela napas panjang. "Alvaro."

"Lalu bagaimana reaksinya? Aku pikir aku yang pertama tahu."Kening Mia berkerut. Bibirnya mengerucut. Ia tidak senang mendapati bukan dirinya yang pertama tahu.

"Situasinya memaksaku mengatakannya. Alvaro mendesak terus. Ia ingin tahu penyebab aku memilih kehujanan padahal ada kesempatan berteduh. Emosiku saat itu juga tidak stabil dan semua keluar begitu saja. Reaksinya sepertimu barusan. Ia memberi semangat, hal-hal semacam itu."

"Baguskan. Itu artinya ia perhatian. Kamu tidak suka?"

"Bukan begitu. Aku lebih merasa lega daripada senang. Cerita perselingkuhan ayahku adalah berita buruk. Ditambah setelah terbongkar, rasa khawatir, takut dan ragu susah hilang. Kalau ayahku yang selama ini bersikap seperti suami idaman bisa berbagi hati, apalagi Alvaro yang punya banyak penggemar. Aku tidak yakin  sekuat ibuku. Harus kuakui perasaan pada Alvaro berbeda saat bersama lelaki lain. Didekatnya membuatku tenang dan takut secara bersamaan. Tidak jarang akal sehat dan logikaku mendadak tumpul. Menurutmu itu aneh?"

Mia menggeleng lalu menghabiskan minumannya. "Yang kamu rasakan wajar kok, Frey. Luka dan ketakutan bisa berpengaruh sama jalan hidup. Walau begitu lepas dari stigma yang Alvaro yang kesannya pantas disebut bajingan, belum tentu pribadi sebenarnya seperti yang digambarkan artikel gosip. Beri Alvaro kesempatan membuktikan penilaianmu keliru dan cobalah lebih santai. Tidak perlu berpikir terlalu jauh. Ada alasan kenapa Alvaro bertahan. Mungkin kamu memiliki semua yang Alvaro inginkan meski kamu merasa ada yang lebih pantas. Dan kalaupun percintaanmu tidak berjalan lancar, jangan takut sendirian, aku akan menemanimu menangis dan kita akan bersenang-senang sampai kamu lupa pernah patah hati."

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang