Kumpul Keluarga

9 0 0
                                    

Jalanan mulai padat dengan kendaraan para pekerja. Suara klakson mobil bersahutan. Ditambah sesekali di iringi makian atau gerutuan yang keluar dari mulut mereka yang terjebak pada rutinitas yang tidak dapat di tolak. Malam sebelum larut, saat manusia meletakkan segala kesah lalu mengisi hati dengan rindu. Semua berlomba ingin menjadi yang tercepat sampai di rumah.

Mima menyandarkan kepalanya, ia mengetuk-ngetuk setir lalu mencengkramnya sesekali. Kurang dari lima belas menit, ia akan sampai di rumah. Bayangan keluarga besarnya yang sudah menunggu di depan pintu, sungguh sangat menggangu pikirannya. Sesekali ia melihat jam yang melingkar di tangannya. Semakin di perhatikan, ia merasa jam sedang mendorongnya untuk menginjak pedal gas lebih dalam, namun kearah yang berbeda dari rumahnya.

Lampu merah terakhir sebelum ia belok ke kanan, lalu memasukin perumahan tempat ia tinggal. Mima melihat dua dus donat yang tadi di belinya. Lalu membuang pandangan keluar. Ia melihat berderet-deret pedagang yang sibuk melayani pelanggan yang sudah mengantri. Hatinya semakin tak karuan. Sudah terbayang di kepalanya, ia tak akan sempat mengganti baju tapi sudah di serbu dengan ratusan pertanyaan. Mima menarik nafas kasar lalu membenturkan kepalanya ke setir yang sedang di cengkramnya.

Hijau. Ini warna yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Mima melambatkan laju mobilnya. Tepat di depan gerbang perumahan, ia menghentikan mobilnya. Berusaha menenangkan diri, lalu berfikir dengan logika yang tersisa sedikit lagi. Apakah ia harus lurus pulang, atau memutar kemudi dan pergi.

Bagi siapapun yang tidak sedang berada dalam posisi Mima, pasti dengan mudah mengatakan, tinggal datang dan hanya dengarkan. Tapi, bagi Mima, datang dan mendengarkan, seperti sebuah ujian, yang bahkan ketika telah selesai masih akan berlanjut di ujian lanjutan.

Dering handphone, Mima yang langsung tersentak dan dengan panik kearah handphonenya. Ibu. Satu kata yang mengetuk dadanya dengan sangat kuat. Ia hanya memperhatikan handphonenya yang berdering tanpa ada keinginan untuk mengangkatnya.

Panggilan ketiga. Mima mengalah.

" Hmmh " Mima menjawab dengan sedikit enggan

" Dimana kamu tuh, kok belum pulang juga, di telpon angkatnya lama di wa balesnya juga lama " Ibu langsung menghujani Mima dengan rentetan pertanyaan yang sulit untuk di jeda.

" Lima menit, ini udah deket, udah di perumahan " Mima langsung menutup telponnya.

Kurang dari lima menit. Mima sudah memarkir mobilnya di halaman rumah. Ia mencoba mengamati keadaan sekitar. Tidak terlihat ada keramaian layaknya kumpul keluarga. Hanya ada satu mobil terparkir, yang dapat ia identifikasi sebagai mobil dari tantenya. Sekali lagi ia mencoba mengamati. Di bukanya kaca jendela, dan mencoba melongok keluar. Pintu rumah terbuka, namun tidak terlihat ada keramaian di dalam rumah. Ia melihat sandal yang berjajar di depan rumahnya, masih dapat ia hitung jumlahnya.

Bukannya mereda, jantungnya justru berdetak lebih cepat lagi. Bukan bayang-bayang pertanyaan yang akan ia terima, tapi bayangan tiba-tiba sudah ada orang yang akan di jodohkan dengannya di dalam sana membuat Rima semakin tak karuan. Ia memegangi dadanya, menyandarkan kepala dan mencoba mengatur nafas, agar detak jantungnya kembali normal seperti biasa.

" Masuk. Ngapain di dalem mobil lama-lama " Suara ibu nya mengagetkan Mima.

Mima melirik ibunya yang sudah berdiri di depan rumah. Mima menarik nafas yang sangat dalam, dan meyakinkan dirinya sendiri agar tetap tenang, hingga bisa memberikan argumentasi yang dapat diterima orang tuanya nanti di dalam.

Sepi. Mima meletakkan donat yang ia bawa, dan melemparkan pandangan ke segala arah. Tidak ada apa-apa dan siapa-siapa. Hanya tante Ima dan om anwar yang terlihat sedang duduk di meja makan bersama ayah dan ibunya. Mima semakin bingung. Ini tidak mungkin pikirnya. Seharian ibunya menelpon dan mengirim pesan tiada henti hanya untuk menyuruh Mima segera pulang, hanya untuk bertemu om dan tantenya yang sudah sering ia temui.

Marriage PlanetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang