Part 10

0 0 0
                                    

Semilir. Angin tidak datang beramai-ramai. Hanya gerombolan kecil yang hilir mudik menyapa. Menyenggol dedaunan, bermanja dengan rerumputan, lalu menggoda dengan membelai helai-helai rambut yang tergerai. Ini tidak romantis. Hanya ada aura yang berbeda di setiap belaian angin. Entah karena cuaca yang mendukung, tempat yang memang membuatnya terasa seperti itu, atau keberadaan seseorang yang tiba-tiba menjadi sangat dekat.

            Mima merapihkan letak piring-piring berisi makanan yang baru saja di sajikan. Ia mengecek beberapa pesan yang masuk dan belum sempat dibalas sembari menunggu Bima yang sedang ke kamar mandi. Pekerjaan selalu menjadi hal yang sangat menyenangkan bagi Mima. Ia seperti teman akrab yang siap kapan saja untuk disapa, tanpa terkecuali tanpa pernah berkata tidak. Mima sering larut dalam pekerjaannya, terlebih setelah semua kejadian yang menimpanya beberapa tahun lalu.

            Belum kering luka karena di khianati orang yang sangat ia cintai selama lebih dari tujuh tahun, Mima harus menghadapi kenyataan bahwa usaha yang ia bangun dengan sahabatnya juga harus berakhir dengan perpecahan. Ia dan Luna harus merelakan perusahaan rintisan yang dibangun bersama dengan penuh cerita kepada salah satu teman mereka yang berkhianat dan menjual perusahaan pada pihak lain. Tentu saja, waktu itu mereka masih awam, belum benar-benar memahami bagaimana cara berbisnis dengan benar.

            Satu tahun tiga bulan. Mima ingat dengan jelas, ia butuh waktu selama itu untuk menata hati kembali agar bisa kembali berdiri. Memulai semua dari awal lagi. Bahkan Luna, saat itu sudah bergabung dengan perusahaan lain. Mimpi mereka yang sudah terkubur, perlahan mereka gali kembali dan mencoba disusun pelan-pelan.

" Gak di makan ? " Suara Bima membuyarkan lamunan Mima tentang masa lalu

" Belum, baru dateng kok "

            Ini bukan makan bersama pertama mereka, tapi juga bukan yang kesekian kalinya. Kedua. Angka yang rasanya terlalu dini untuk bisa menjadi nyaman berbicara tentang ini dan itu. Mereka hanya fokus pada makanan. Hanya suara peralatan makan yang terdengar. Hening. Dimana, keributan dan obrolan santai selama di mobil tadi. Sepertinya, baru saja mereka menjadi sangat akrab dan tiba-tiba menjadi canggung kembali.

" Sorry, ini makanan pertama aku dari tadi pagi. Lapernya beneran laper " Bima mengelap mulutnya dengan tisu setelah menyelesaikan tegukan terakhir dari segelas es jeruk yang ada di depannya.

" Hah " Mima meletakkan kembali sendok berisi makanan yang baru saja akan ia suapkan ke dalam mulutnya. Ia memandangi Bima yang mengagguk-angguk pertanda yang di dengar Mima adalah benar. Mima tersenyum, baru saja ia menganggap keheningan diantara mereka adalah kecanggungan.

" Tapi kayaknya dari kemaren sore deh. Pulang meeting sama client di luar jam Sembilan malem, terus langsung tidur, karena ada jadwal dari tadi pagi " Bima mencoba mengingat kembali.

" Mau ? " Mima menyodorkan sendok berisi makanannya, yang tadi batal ia makan.

            Bima tertawa kecil, lalu memajukan badannya untuk menerima suapan dari Mima. Makanan yang barusan ia selesaikan sebenarnya sudah cukup, tidak terlalu kenyang, tapi sudah cukup untuk menenangkan rasa lapar yang ia tahan sedari pagi. Ia hanya ingin.

" Emang dirumah gak ada makanan, sampe ga makan dari kemaren malem ? "

" Ada, di kulkas kayaknya ada makanan yang bisa di panasin, makanan instan juga ada. Males aja "

" Ya minta tolong lah, sebelum pulang, kabarin orang rumah minta disiapin makan, jadi pas nyampe tinggal makan " Mima kembali menyodorkan potongan daging dari piringnya untuk Bima.

" Aku tinggal sendiri di apartemen. Jadi semuanya harus di kerjain sendiri " Bima terlihat sedikit lebih serius sekarang " Kalau nanti menikah pun, aku akan tinggal di apartemen itu, sementara sambil liat kemungkinan yang lainnya kedepan. Tapi rumah, bukan prioritas. Apartemen aku cukup nyaman, aman, fasilitasnya juga lengkap, dan pas untuk di tinggali berdua. Tetap ada ruang, tapi privasi juga akan tetep tersedia "

Marriage PlanetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang