Bye Bima

3 0 0
                                    

Kertas masih berserakan di atas meja. Beberapa orang menyandarkan kepalanya di kursi. Sisanya mengetuk-ngetukan pensil ke kepala, memainkan botol minum yang ada di depannya, hingga merobek kertas menjadi serpihan kecil dan membuat meja menjadi semakin berantakan.

            Mima menarik botol minuman yang ada di depannya. Menenggak habis sisa air yang ada di dalamnya. Meremas botol kecil itu lalu melemparkanya dan masuk tepat ke keranjang sampah yang ada tak jauh dari posisi duduknya. Suasana meeting seringkali berakhir seperti ini ketika deadline sudah di depan mata dan klien tiba-tiba meminta perubahan di sana sini.

            Mata-mata jenuh dan penuh kantuk, amarah yang ingin di luapkan tapi tertahan, kebosanan yang mulai timbul tenggelam. Semua perasaan campur aduk itu tertuang di saat bersamaan. Mima menundukkan kepalanya sebentar. Mencoba bernafas dan menenangkan dirinya sendiri, sebelum ia berdiri dan menenangkan orang lain yang ada di depannya sekarang.

" Ok " Mima menegakkan kembali kepalanya " Kita cuman bakalan berakhir dengan kedongkolan kalo kita terus ada disini lima menit kedepan. Jadi beresin barang-barang kalian, makan yang kenyang, tidur yang cukup, bermain-main yang bikin kalian happy, besok kita lanjutin lagi " Mima membereskan kertas-kertas yang ada di depannya " Hari ini, yang ada di ruangan ini ga usah ngerjain apa-apa, tugas kalian mengosongkan pikiran sebentar, besok ketemu, gue gamau liat muka-muka suntuk kayak hari ini lagi, kalian harus hidup besok, jangan jadi zombie kayak hari ini "

" Iya Mbak " Semua orang menjawab serentak

            Mima kembali duduk di kursinya ketika ruangan sudah kosong dan bersih dari kertas-kertas yang berserakan. Ia memegangi tengkuknya dan memijatnya pelan. Rambutnya yang rapi pada saat berangkat kerja, sudah mulai tidak beraturan. Kepalanya terasa sedikit berdenyut. Hampir dua minggu penuh, ada banyak hal yang terjadi di luar dugaan. Ia berusaha tetap tenang. Sebagai pimpinan, ia tidak ingin terlihat panik sehingga akan menimbulkan kepanikan bagi orang lain di kantor.

" Kenapa lagi sekarang " Suara Luna terdengar mendayu dan membuat Mima membuka sedikit matanya dan menoleh

" Biasa si Pak Barry, si Mr. last minute "

" Dari dulu dia mulu dah. Mau ga di terima di klien lama, mau di terima ganggu mulu. Serba salah ya " Luna menarik toples kacang yang ada di depannya dan dengan cepat mengunya biji-biji kacang itu.

" Ya gimana " Mima mulai meletakkan kepalanya di meja, dan membiarkan tangannya menggantung.

" Eh, ngobrol-ngobrol, Mas Bima lo gimana ? "

" Apanya yang gimana ? "

" Iya, masa ga ada pergerakan apa-apa sih " Luna mulai kepo

" Kayaknya udahan deh. Dia illfeel ama gue kali. Ga ada ngehubungin, tante sama ibu gue juga anteng-anteng aja, jadi yasudah, kayak yang kemaren-kemaren aja " Mima menarik tangannya dan melipat kedepan dan memasukkan wajahnya disana.

" Yaudah, sabar aja, nanti kita cari jodoh yang baru "

            Mima hanya mengangkat jari tengahnya dan mengarahkan kepada Luna tanpa mengangkat kepalanya. Luna tertawa puas lalu mendorong kepala Mima pelan dan pergi meninggalkan Mima sendirian di dalam ruangan.

            Sudah lewat dua minggu. Sunyi. Tiba-tiba saja, pesan dari tante dan ibunya jarang masuk. Ia bahkan sudah meng-unmute keduanya. Terkadang, Mima bahkan secara berkala mengecek handphonenya. Ada harapan samar-samar yang enggan untuk dia akui. Ini  aneh, tapi Mima pikir pertemuan kemarin terlalu menggantung jika harus berakhir. Tidak ada kata perpisahan atau yang menandakan adanya perpisahan. Ia justru menangkap harapan, bahwa aka nada pertemuan lanjutan. Tapi sepi. Itu tidak pernah terjadi.

            Untuk beberapa saat, Mima bahkan merasa sedang di ajak berdialog oleh karma. Ia seperti sedang diceramahi tentang perasaan orang-orang yang pernah di jodohkan dengannya namun berakhir dengan pernyataan singkat dan terhenti di pertemuan pertama. Mungkin, perasaan semacam yang Mima rasakan sekarang kurang lebih sama. Berharap tiba-tiba akan di kabari, berharap tiba-tiba akan bertemu, hanya untuk sekedar menjelaskan apa yang belum sempat di katakan pada pertemuan pertama yang singkat. Tapi seperti biasa, bahkan pada karma Mima berani menjawab. Ia berkata, ini berbeda. Bahwa di waaktu-waktu yang lalu, dengan jelas keduanya setuju untuk tidak bertemu kembali. Setuju bahwa mereka tidak satu frekuensi. Jelas akhirnya. Namun kali ini, Mima merasa belum ada akhir, ia bahkan masih mengingat jelas senyumnya yang tiba-tiba merekah pada saat melihat punggung Bima pergi. Ia tiba-tiba benci dengan dirinya sendiri yang begini.

            Mima, beberapa kali masih mengecek handphonenya. Ia membuka aplikasi berkirim pesan dengan logo hijau dan gambar telpon itu. Ada banyak notifikasi disana. Tapi bukan dari sumber yang ia inginkan. Ia membalas beberapa pesan yang masuk. Sesekali bahkan ia me-restart hanphonenya, berharap ada pesan yang tersangkut dan belum sampai padanya. Kebodohan yang sering ia hina, dan sekarang sedang ia lakukan.

            Bahkan pekerjaan yang sangat ia cintai sekalipun tidak mampu membunuh rasa penasarannya. Mima dengan malas membuka email yang masuk, setelah di ingatkan kesekian kalinya oleh Nana asistennya. KINGDOM. Ia ingat, ia melewatkan sesi untuk diskusi dengan pihak KINGDOM karena ada beberapa masalah di kantor. Besok lusa adalah jadwal pengganti yang sudah di sepakati bersama, ia melihat bahan koreksi yang akan mereka diskusikan. Mata Mima bergeser ke calendar yang ada tidak jauh dari komputernya. Sabtu. Besok lusa adalah hari sabtu. Ini diluar hari kerja biasanya. KINGDOM tidak pernah membicarakan pekerjaan di luar hari kerja dan jam kerja. Mima tersenyum, mungkin ini petunjuk, bahwa ia segera harus mengalihakan perhatiannya. Bahkan, sudah di siapkan hal lain yang harus ia perhatikan.

            Ok. Jika bukan Bima, pasti akan ada Bisma, Bima, Bintoro atau Bi Bi yang lainnya, kenapa harus menunggu sesuatu yang tidak jelas, mungkin aku gak secantik perempuan pada umumnya, tapi rasanya aku juga gak seharusnya di diamkan lebih dari dua minggu tanpa ada kejelasan apa-apa. Mima berbicara meyakinkan dirinya sendiri. Ia menoleh melihat hanphonenya, lalu dengan tegas mengatakan " BYE BIMA ".

Marriage PlanetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang