Hujan sudah berhenti, walaupun mendung masih belum pergi. Hampir jam dua belas siang. Mima dan Bima masih berkeliling mencari tempat makan. Tempat makan yang di sarankan Bima ternyata tutup, sehingga mereka masih harus mencari tempat lain untuk makan. Ada beberapa pilihan, yang semuanya penuh. Tentu saja, ini hari libur, banyak orang yang akan menghabiskan waktunya bersama keluarga.
Dari berbagai pilihan yang mereka punya sekarang, Mall adalah tempat terakhir paling aman. Setidaknya akan ada tempat parkir walaupun susah. Akan ada tempat makan yang tidak penuh, walaupun bukan makanan yang ingin dimakan pada saat ini.
Mima memajukan badannya, ia melihat ada orang yang sedang bergerombol di pinggir jalan. Beberapa sedang memunguti sisa-sisa bagian-bagian motor yang masih berada di jalan.
" Disini empat puluh menitnya berhenti " Bima membuka suara
" Ahhh, gara-gara kecelakaan ini " Mima menoleh ke arah Bima yang masih konsentrasi menyetir.
Fix. Mima merasa punya hutang penjelasan lebih dari sekedar sibuk sebagai alasan pembatalan pertemuan mereka sebelumnya. Bima bisa dengan mudah membereskan pertanyaan yang ada di dalam kepala Mima, terlebih setelah Mima secara sembarangan menebak bahwa Bima sedang membalas dendam.
Suasana mall ramai. Sebagian besar restoran penuh, bahkan ada yang antriannya masih mengular di luar resto. Ini sudah tempat ke sekian yang mereka datangi, rasanya sudah lelah, jika harus pergi mencari tempat makan lain.
Mima mengedarkan pandangan keseluruh tempat yang bisa di jangkau matanya. Ia bahkan sesekali tersenyum sendiri melihat keramaian di hari libur yang biasa ia gunakan hanya untuk bermalas-malasan di rumah saja. Antrian panjang, gerombolan orang-orang yang bercanda, anak-anak yang berlarian, rasanya sudah sangat lama sekali sejak terakhir kali ia menghabiskan hari liburnya di mall. Padahal, jika mengingat masa lalu, ia bahkan tak pernah absen untuk mengunjungi berbagai mall, bahkan hanya sekedar nongkrong menghabiskan waktu.
Saking konsentrasinya bernostalgia dengan dirinya sendiri, Mima hanya terdiam ketika Bima membuka pintu dan mempersilahkan Mima masuk terlebih dulu. Ia melihat, ruangan yang baru saja ia masuki. Hanya ada meja kotak dengan sepasang kursi yang saling berhadapan. Bukan ruangan yang luas, tapi cukup lega jika hanya di isi oleh mereka berdua. Ruangan dengan dominasi warna merah dan cokelat ini terasa sangat mewah. Mima bahkan masih terus memutar-mutar kepalanya untuk mengamati dengan seksama detail dari ruangan tempat ia duduk sekarang.
" Kenapa ? " Bima bertanya dengan tenang sembari membenarkan posisi duduknya. Sedari tadi ia memperhatikan Mima yang sibuk dengan dirinya sendiri.
" Enggak " Mima menjawab santai, dan berusaha mengumpulkan semua konsentrasinya pada laki-laki yang ada di depannya sekarang.
Tidak, lama makanan berdatangan. Mima melihat ke arah pelayan dan Bima bergantian. Ia merasa belum memesan apapun, ia bahkan baru duduk, dan masih sibuk mengamati keadaan lalu memncari posisi yang nyaman. Tiba-tiba makanan sudah datang.
" Ini resto kenalan aku, tadi aku udah reservasi sekalian pesen menu buat kita. Aku ga tau kamu suka apa, tapi ini makanan paling recommended yang ada di tempat ini "
Mima hanya mengangguk-anggukan kepala, tanda mengerti. Ia teringat tadi ketika Bima sibuk dengan telponnya.
" Mas Bima sering kesini ? "
" Intensitas sering itu berapa kali, kalau satu bulan satu atau dua kali termasuk sering, berarti sering "
Mima hanya mencoba tersenyum sebisanya. Apapun pertanyaannya akan berakhir dengan pertanyaan kembali. Bima Nampak sangat ahli dalam mengendalikan situasi. Ia tenang. Setiap jawabannya selalu diplomatis. Berakhir dengan jawaban dimana penanya tidak akan punya opsi untuk mengembangkan pertanyaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Planet
Storie d'amoreApa yang terjadi ketika seorang perempuan berada di akhir dua puluannya dan belum menikah?. Binggo!!. Kapan kawin ?. Pertanyaan yang akan selalu menyerang dimanapun dan kapanpun. Senada Rima aka Mima seorang perempuan di akhir dua puluhannya dengan...