Hujan semakin ramai. Udara semakin dingin. Langit berwarna abu terang. Katanya, jika hujan datang bersama langit dengan warna semacam itu, maka hujan akan tinggal untuk waktu yang sedikit lebih lama. Kursi-kursi kosong di dalam kafe seperti bercerita, bahwa banyak orang memilih untuk tinggal di rumah dan bersemedi di bawah selimut tebal di rumah masing-masing. Menikmati aroma rindu yang biasanya hanya menjadi rasa yang tak sempat terucap.
Aroma kopi yang di seduh, memenuhi ruangan. Suara peralatan yang beradu satu sama lain, dapat terdengar dengan sangat jelas. Hening tapi tak sepi. Ada kehangatan yang diantar melalu celah yang tak terlihat. Bulir air yang menempel di kaca, angin yang bermain dengan lonceng yang di gantung di pintu masuk, serta kursi dan meja kayu yang tampak berkawan baik dengan waktu rasanya membuat definisi tersendiri tentang rasa nyaman.
Mima masih merasakan ada yang mengganjal di tenggorokannya, meskipun sudah berusaha ia sapu dengan menenggak air putih yang baru saja di pesannya. Keterkejutannya belum hilang. Hampir sepuluh menit duduk berhadap-hadapan, tidak ada kata yang keluar dari mulut keduanya. Hanya kata Mima. Sapaan yang lebih tepat di sebut pertanyaan untuk memastikan yang terdengar keluar dari mulut laki-laki yang sekarang sudah duduk di depannya ini.
Asap, masih mengebul dari cangkir kopi yang ada di depan Bima. Mima lebih banyak menunduk, dan sesekali menyesap ice coffe lattenya, walaupun ia tak begitu menginginkannya sekarang ini. Kenapa dia datang disaat Mima udah sangat yakin ia tidak akan datang. Tiga puluh menit bukan waktu yang sebentar. Mau nya apa. Benar-benar balas dendam, atau sekedar iseng saja.
" Saya datang, waktu kamu masih mengumpat tentang saya ? makanya kamu kaget "
" Hah " Mima mengangkat wajahnya menatap laki-laki yang ada di depannya. Dahinya sedikit berkerut, mulutnya sedikit terbuka. Jelas pertanyaan tadi merupakan pukulan yang tepat menghantam jantungnya. Kejutan kedua. Kalau saja ia punya penyakit jantung, mungkin sekarang ia sudah harus di larikan ke rumah sakit. Bagaimana bisa laki-laki ini menebak setepat itu.
" Di lihat dari reflek sama ekspresi muka kamu sekarang, sepertinya saya menebak dengan sangat tepat "
Mima hanya menyunggingkan senyum yang terlihat kaku. Ia kembali menunduk kan kepala. Berusaha mencari tau, apa yang seharusnya ia lakukan sekarang. Entah mengapa, ia tiba-tiba tidak bisa menatap laki-laki yang ada di depannya berlama-lama. Padahal pada perjodohan sebelumnya, ia dengan sangat percaya diri bisa mendeskripsikan apa yang ia ingin lakukan, dan apa pendapatnya tentang perjodohan semacam ini. Kali ini berbeda. Entah mengapa.
Laki-laki yang ada di depan Mima sekarang, sungguh berbeda dari laki-laki yang ia bayangkan. Dari foto yang selalu di kirim oleh tante dan ibunya, serta kisi-kisi tentang bagaimana laki-laki ini, sungguh berbeda dari orang yang dia hadapi sekarang. Padahal, Mima sudah membentuk sebuah banteng pertahanan jika saja kisi-kisi dan penilaiannya dari foto memang benar adanya. Nyatanya, pertahanannya rubuh sebagian. Ia bukan hanya merasa kalah, karena laki-laki itu tiba-tiba datang, tapi untuk pertama kalinya ia bingung, bagaimana analisanya meleset hampir tujuh puluh persen.
Selama ini Mima membayangkan, Bima hanya laki-laki mapan yang akan banyak bicara, banyak rencana dan akan memaksakan segala kehendaknya. Nyatanya, laki-laki ini datang, menyebut nama, menebak apa yang sedang di fikirkan Mima, lalu duduk diam dan memandangi Mima. Mima hanya menyiapkan diri untuk menjawab, untuk membantah segala pernyataan, bukan untuk bertanya, dan di pandangi dalam waktu yang begitu lama.
Jantung Mima mulai berdegup sedikit lebih kencang. Laki-laki dingin di hadapannya, sedari tadi hanya melihat ke arah Mima tanpa mengatakan apa-apa. Ia mulai salah tingkah. Sesekali, ia mencoba melirik. Berapa kali percobaan pun hasilnya tetap sama, laki-laki itu masih memusatkan pandangannya hanya pada Mima saja. Mima mulai binggung. Tapi ia merasa, ia tidak bisa di intimidasi terus-terusan seperti ini. Ia mengumpulkan semua keberanian yang tersisa, walaupun sekarang tanpa perencanaan yang matang seperti yang biasa ia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Planet
RomanceApa yang terjadi ketika seorang perempuan berada di akhir dua puluannya dan belum menikah?. Binggo!!. Kapan kawin ?. Pertanyaan yang akan selalu menyerang dimanapun dan kapanpun. Senada Rima aka Mima seorang perempuan di akhir dua puluhannya dengan...