Hampir jam tujuh tiga puluh malam. Mima meletakkan tas berisi berbagai barang di atas sofa. Ia berjalan ke arah jendela dan membuka tirai berwarna hitam yang menjuntai hingga ke lantai. Pemadangan menuju malam kota dari ketinggian yang tenang ternyata bisa membawa aura tersendiri. Ia lanjut membuka kaca besar dengan menggesernya ke samping, ada balkon kecil yang hanya di isi satu sofa tanggung berwarna hitam di sisi sebelah kanan. Sepi. Tapi mungkin tujuan tuan rumah, memang untuk menikmati perjalanan menuju malam sebelum istirahat dengan memandangi jalanan, lampu kota dan kadang benda-benda langit yang berhamburan dengan cara paling sederhana. Ia hanya ingin menikmati, bukan membagi.
Apartemen sederhana, yang di dominasi warna hitam dan putih ini terasa begitu nyaman. Walaupun hanya di huni seorang laki-laki, tapi apartemen ini cukup bersih, semua benda di letakkan dengan sangat rapi. Peletakkan setiap barang juga di sesuaikan dengan tinggi dan warna. Mungkin karena di huni oleh seorang arsitek, maka tempat ini terasa begitu presisi.
" Lumayan kan " Bima menyusul Mima yang masih menikmati angin yang bertiup pelan dan membelai lembut wajahnya.
" Nyaman kok " Mima menjawab pelan. Kegiatan di luar agenda yang terlalu menarik untuk di tolak.
" Baguslah kalo kamu udah ngerasa nyaman, karena tempat ini yang bakalan jadi tempat kamu pulang nantinya " Bima tersenyum dan memandangi Mima dan juga tengah menengok ke arahnya.
" Ehhhh, liat barang yang di beli tadi yuk " Mima mengalihkan kecanggungan dan langsung kembali masuk ke dalam.
Perjamuan selesai. Itu hanya acara ramah tamah orang-orang penting dengan jadwal padat, sehingga acara diringkas dengan sangat apik. Hanya butuh kurang dari dua jam hingga acara usai. Dua jam yang cukup membuat Mima merasa sudah mendapat gelar Mrs. Bimasatya. Setiap orang mengatakan, akhirnya seorang Bima bisa membawa seseorang setelah selama ini selalu datang sendiri. Bahkan seorang perempuan mungil dengan dress berwarna cream dan topi kecil yang menempel di kepalanya menawarkan diri untuk menjadi desainer pakaian pengantin jika mereka menikah nanti. Katanya, Bima adalah orang istimewa yang membantu merancang tempat tinggal sesuai dengan impiannya, sehingga ia ingin membuat sesuatu yang istimewa di hari istimewa Bima.
Bima memperkenalkan Mima kepada semua koleganya. Jika ia melihat Mima mulai merasa tidak nyaman, dengan cepat ia menggengam tangannya, atau sekedar melingkarkan tangannya sebentar di pinggang Mima. Ini perasaan paling nyaman yang bisa di sajikan oleh seorang laki-laki ketika membawa seorang perempuan ke dunianya. Perasaan asing yang di hadapi dengan genggaman, seolah dengan lantang mengumumkan pada dunia, ini perempuan ku, maka hanya ada dua kata untuk sikap itu nyaman, aman. Seperti semua mata yang memandang memancarkan doa, agak mereka bahagia.
Tumpukan tas belanja, berserakan di sofa. Mima masih takjub dengan apa yang ia lakukan hanya dalam waktu setengah hari. Seperti ada tongkat sihir lalu merubah semuanya seketika. Ia sesekali masih mencubiti tangannya pelan, hanya untuk memastikan bahwa yang terjadi bukanlah mimpi. Usai perjamuan, Miss Celline, perempuan yang menawarkan diri untuk menjadi desainer untuk acara pernikahan langsung mengajak Bima dan Mima ke butik miliknya. Butik besar dengan dekorasi serba putih seperti ruangan para putri di dongeng-dongeng yang sering Mima lihat. Gaun putih berderet-deret. Pegawai langsung menyambut kehadiran mereka bertiga, hanya dengan mengangkat tangan, para pegawai dapat memahami apa yang di inginkan Miss Celline. Ada yang langsung membawa buku, ada yang datang membawa pensil, ada yang datang dengan alat ukur, ajaib. Tanpa kata, hanya mengangkat tangan saja.
" Lucu ya " Mima membuka kotak perhiasan berwarna coklat yang sedang di pegangnya. Ada gelang berwarna silver dengan beberapa liontin bergantungan di sekitarnya. Di kotak berikutnya, ada kalung dengan bandul bermata berlian " Ada yang ke skip ga sih ? " Mima bertanya sembeari merapihkan perhiasan yang baru dia lihat.
" Hmmh " Bima meletakkan kotak jam tangan yang baru saja ia buka " Besok-besok bisa beli lagi "
" Bukan, bukan barangnya. Step yang kita lakukan " Mima memandang Bima dengan serius " Aku gak ngerti ini harus di sebut apa, tiba-tiba aku ngerasa kayak kita bakalan nikah besok. Pergi ke desainer, yah walaupun ini gak di sengaja. Terus semua ini " Mima menunjuk semua barang yang ada di sekitarnya " Harusnya, Mas Bima minta ke orang tua ku dulu gak sih. Aku harus ketemu keluarga Mas Bima juga "
" Ohh, sudah. Aku sudah minta kamu ke orang tua kamu " Bima menjawab santai
" Kapan ? kok aku gak tau. Bukannya kemaren kemaren sibuk ya. Kita aja gak ketemu " Mima meletakkan kotak perhiasan yang di pegangnya dan menghadap ke arah Bima.
" Dulu. Satu hari habis ketemu kamu, aku minta nomer telpon ibu. Sempet ketemu sekali. Hari itu aku langsung minta ijin buat minta kamu jadi istri aku " Bima menjawab santai, sembari mencoba jam yang baru saja di bukanya.
" Waaah, Anda luar biasa ya " Mima terkesima. Mulutnya terbuka sedikit, masih belum bisa menerima kejutan lain yang di berikan Bima " Akrab ya kalian, udah ibu aja manggilnya " Mima menggeleng-gelengkan kepalanya
Terjawab sudah misteri kenapa ibu dan tantenya sangat tenang selama ini. Bima benar-benar penuh dengan kejutan. Bahkan untuk sesuatu yang Mima tak pernah bayangkan. Bagaimana langkahnya bisa begitu lebar ketika Mima berfikir pada langkah – langkah kecil.
" Berarti aku yang belum datang ke keluarganya Mas Bima " Mima mengatakan dengan setengah berbisik. Tidak yakin dengan apa yang ia katakan.
" Ga perlu. Papa udah meninggal, kakak di luar kota, Mama sudah tau kamu siapa " Bima menjawab dingin. Nada bicaranya berubah. Mima menelan ludah, ia bisa membaca ketidak nyamanan dari nada bicara Bima dan menyudahi pertanyaannya.
Dalam sehari Mima bertemu dengan banyak Bima. Bima yang manis saat menjemputnya, Bima yang sangat dapat diandalkan saat berada di tengah teman-temannya, Bima yang sangat dewasa saat mereka berbelanja, Bima yang sangat hangat saat berada di apartemennya, dan Bima yang dingin saat membicarakan tentang keluarganya. Entah masih ada berapa Bima yang akan ia temui ke depannya.
Jika Bima bertemu Mima yang dulu, mungkin sekarang Mima sudah memutuskan untuk mundur perlahan. Seperti ada wadah di dalam hatinya yang tidak menerima segala jenis ketidak sesuaian. Ia merasa lebih baik mundur sebelum semuanya akan menjadi lebih sulit kedepannya. Tapi hari ini, seperti ada senyawa yang sedang bekerja di dalam dirinya. Ia berhasil membuat ekspekatasinya tidak bergerak secara liar. Tidak membiarkan kekhawatiran menguasai dirinya.
Lewat tengah malam. Mima masih menyandarkan punggungnya di tumpukan bantal. Memandangi tembok kamarnya yang gelap. Hanya cahaya remang dari lampu jalan yang masuk dari celah-celah ventilasi kamar dan tirai yang ada tepat di sebelah tempat tidurnya. Ia mencoba merangkum apa yang sedang terjadi pada dirinya selama sehari. Bima dan segala kejutannya. Dirinya dan segala keterkejutannya. Ketidak mungkinan dan segala keajaibannya.
Lampu handphonenya menyala. Mima menoleh ke meja kecil yang ada di samping tempat tidurnya. Mas Bima. Orang yang membuatnya belum ingin memejamkan mata.
" Selamat tidur. Tidur yang nyenyak. Terimakasih untuk hari ini dan hari-hari kedepannya nanti. Aku dan segala kekurangan ku menanti untuk kamu lengkapi "
Mima meraih handphonenya, membaca pesan itu berkali-kali. Seperti sedang menghirup aroma kopi di pagi hari saat rintik hujan turun. Ia sedang memikirkan balasan yang tepat.
" Selamat tidur Mas. Tidur yang nyenyak. Terimakasih untuk hari ini juga hari-hari kedepannya nanti. Terimakasih, sudah menyambut aku dan segala ketidak sempurnaan ku dengan sangat menyenangkan " Mima mengirim pesannya. Lalu ia kembali mengetik " Sebenernya aku ga tau mau bilang apa. Ini kaku banget, ngirim kayak ginian tuh gak kayak biasanya banget. But for sure I cant wait for our next journey " Keduanya tidur dengan nyenyak malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Planet
RomanceApa yang terjadi ketika seorang perempuan berada di akhir dua puluannya dan belum menikah?. Binggo!!. Kapan kawin ?. Pertanyaan yang akan selalu menyerang dimanapun dan kapanpun. Senada Rima aka Mima seorang perempuan di akhir dua puluhannya dengan...