#12 Playlist: Takut

1.4K 213 36
                                    

Bagi sebagian orang, masa Sekolah Menengah Atas menjadi masa sekolah yang akan sulit dilupakan karena kenangan-kenangan manisnya. Tapi bagi Shelma, masa SMA-nya adalah masa yang paling ingin ia lupakan.

Setiap orang tentu memiliki masa lalu bukan? Baik itu kenangan baik maupun kenangan buruk. Untuk Shelma, pilihan itu jatuh pada pilihan kedua.

Bertahun-tahun mencoba sembuh dari trauma yang mendalam, Shelma melakukan berbagai macam cara, termasuk menjadi orang yang sama sekali tidak memiliki teman di bangku perkuliahannya.

Shelma takut. Ia terlalu takut untuk memiliki teman dan didekati oleh orang. Tapi ketakutannya kian menghilang setelah Savira—juga kedua orang tuanya, tidak pernah bosan untuk mengingatkan Shelma bahwa dirinya juga pantas memulai lembaran yang baru.

"Aku malam ini tidur di apartemennya Kak Vira." Begitu isi pesan yang beberapa detik lalu Shelma kirimkan ke group chat rumah Arumdalu, yang beberapa detik kemudian segera ditanggapi oleh Alana.

Shelma menghela napasnya dan meletakkan handphonenya di atas meja. Bagaimana ya, ia ingin memulai cerita ini kepada Savira? Apa ia harus sedikit berbohong atau mengatakan yang sejujurnya? Kalau ia jujur, Savira pasti akan menyuruhnya untuk segera resign dari kantor—dan ini adalah bagian yang paling tidak ia inginkan. Shelma akan realistis, ia membutuhkan uang untuk bertahan hidup dan tidak mau menyusahkan ayah dan ibunya.

"Guys, gue balik ya. See you tomorrow!" Ansel berseru dengan semangat dan berjalan keluar setelah mengacak pelan rambut Shelma dari belakang.

Shelma menatap punggung Ansel yang kian menjauh dan berbelok keluar dari ruangan. Sebenarnya, ia baru saja ingin meminta tolong Ansel untuk mengantarkannya ke apartemen Savira yang terletak di daerah Kebon Jeruk. Tetapi melihat Ansel yang terburu-buru untuk pulang, Shelma mengurungkan niatnya.

Hari ini, Shelma memang tidak membawa kendaraannya saat berangkat ke kantor tadi pagi. Entah kenapa, ia tidak begitu ingin membawa motor sebelum berangkat ke kantor dan memutuskan untuk menggunakan ojek online saja. Mungkin, firsatnya segaja datang pagi itu untuk menunjukkan kepada Shelma bahwa ia tidak akan bisa fokus jika pulang menggunakan kendaraan sendiri setelah apa yang menimpanya siang tadi.

"Shel, enggak pulang?" Raras yang bersiap-siap untuk pulang menoleh ke arah Shelma yang duduk kembali di kursinya. Pertanyaan itu membuat Arjun yang ada di sebelahnya ikut menatap ingin tahu.

"Iya, Mbak. Sebentar lagi." Shelma tersenyum singkat, lalu menggenggam kedua tangannya erat.

Raras menatapnya khawatir, merasa ada yang aneh dengan Shelma. "Lo sakit, Shel? Bawa motor?"

Shelma terdiam sejenak lalu menggeleng. "Enggak... gue mau nginep di apartemen Kak Vira, Mbak."

Mendengar itu, Raras terdiam. Hampir setahun mengenal Shelma, Raras tahu kebiasaan gadis itu jika ia sampai menginap di apartemen kakaknya. Bukan hal yang aneh sebenarnya, hanya saja, jika itu Shelma maka ada sesuatu yang telah terjadi kepadanya dan Shelma membutuhkan kakaknya sekarang,

"Di mana apartemennya?" Arjun menyahut, membuat Shelma dan Raras menoleh ke arahnya.

Shelma menatap Arjun ragu. Ia tak ingin merepotkan Arjun. Apalagi jika tebakannya soal Arjun memiliki rasa terhadapnya itu benar, maka Shelma tak ingin membebaninya.

"Di mana?" tanya Arjun lagi karena Shelma tak kunjung menjawab.

"Di Kebon Jeruk, Jun." Arjun tersenyum, senang Shelma menjawab pertanyaannya. Arjun kemudian menyandang ranselnya di punggung. "Ya udah, yuk."

"Titip Shelma ya, Jun. Makasih udah mau ngantarin dia." kata Raras.

"Sama-sama, Mbak."

"Ya udah, kalau gitu gue balik duluan ya? Kabarin gue kalau udah di apartemennya Kak Vira ya?" Raras mengusap punggung Shelma dengan lembut lalu berjalan keluar dari ruangan mereka.

Playlist : He's Just Not Into YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang