#14 Playlist: What If I Like You

1.4K 213 49
                                    

Shelma merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan hati yang paling lega yang pernah ia rasakan beberapa hari terakhir ini. Setelah menceritakan apa yang ia derita—kecuali alasan lengkap di balik trauma itu, Shelma merasa beban yang ia pikul sedikit demi sedikit terangkat.

Awalnya, teman-temannya di rumah Arumdalu terkejut, tidak tahu harus memberi reaksi seperti apa. Tapi untungnya, Shelma segera mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Bahwa Shelma hanya ingin teman-temannya di rumah itu tahu tentang apa yang menimpanya dan apa yang dideritanya. Shelma hanya tidak ingin ada rahasia di antara mereka—orang-orang yang sudah Shelma anggap sebagai keluarganya sendiri.

Shelma meraih ponselnya yang terletak di atas kasur dan mengecek pesan-pesan yang tidak terbaca di aplikasi Whatsappnya. Suara pintu yang dibuka kemudian mengalihkan atensi Shelma dari benda itu. Delyn masuk ke dalam kamar sembari menyeka wajahnya dengan sebuah handuk kecil berwarna putih.

"Loh, gue pikir lo udah tidur, Kak Shel." ujar Delyn begitu ia sadar Shelma masih terbangun.

Shelma kemudian bangkit terduduk dan menatap Delyn yang kini sudah duduk di depan meja rias. "Del, gue tuh lupaaa banget mau cerita sesuatu ke elo."

Merasa tertarik dengan ucapan Shelma, Delyn meletakkan kembali skin care-nya ke atas meja dan menoleh menatap Shelma. "Cerita apa?"

"Asli. Ini udah lama banget sih, udah ada dua mingguan deh kayaknya. Saking banyak pikiran, gue lupa mau cerita ke elo."

"Iiih, apaan?!" tanya Delyn tak sabaran.

"Lo inget mas-mas Taman Safari yang ngobrol sama gue? Lo tahu enggak sih, dia tuh intern di kantor gue!"

Delyn membulatkan matanya dan langsung berpindah untuk mendengar cerita Shelma lebih dekat lagi. "Hah? Serius lo, Kak? Sempit banget, Jakarta! Terus, terus?"

"Yaa... enggak ada terus-terus sih, tapi gue jadi temenan aja gitu sama dia."

"Dia kan juga ngefollow lo ya di Instagram? Jangan-jangan dia naksir lo, Kak."

Shelma mendengus. "Enggak ah, apaan sih, Del. Kayak Ansel deh omongan lo. Lagian, dia tuh lebih muda dua tahun."

"Jadi kalau seumuran atau lebih tua, mau ceritanya?" goda Delyn.

"Enggak gitu maksudnya, Deeel." balas Shelma gemas.

Delyn tertawa puas. Sesudah meredam tawanya, Delyn malah teringat dengan cerita Shelma satu jam yang lalu di ruang televisi. Melihat Shelma yang sekarang terlihat biasa saja, Delyn hampir tidak percaya kalau Shelma memiliki suatu trauma yang sulit ia lupakan, dan Delyn lebih tidak percaya lagi, kalau Shelma adalah korban perundungan di sekolahnya dulu.

"Kak Shel,"

"Hmmm?"

"Pokoknya, kalau ada apa-apa, cerita sama gue, atau sama anak-anak. Jangan dipendam sendiri."

Shelma termangu menatap Delyn beberapa saat. Tak lama, Shelma mengulum senyum. "Lo juga, Del, kalau ada yang mau diceritain, cerita."

☘☘☘

Shelma termenung setelah selesai membaca broadcast message dari Venka di channel kantor mereka untuk mengisi sheet performance review. Shelma benar-benar lupa tentang persoalan yang satu itu.

"Isi yang bagus ya buat gue, Shel." sahut Ansel membuat Shelma menjauhkan pandangannya dari layar komputer dan mengdengus kepada Ansel. Lelaki itu hanya tertawa menanggapinya.

"Gue harus isi juga ya ternyata? Bingung, baru pertama kali." Shelma kemudian mengalihkan atensinya kepada Arjun yang sedang berbicara dengan Raras. Sebagai mentornya, Raras dengan sigap membantu Arjun.

Playlist : He's Just Not Into YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang