Bab 16: Setia

3 1 1
                                    

Pagi hari selalu membawa semangat baru setelah tidur yang nyenyak. Tentu semua orang setuju. Hanya saja, jika mengalami mimpi buruk tak akan menjadi hari baru.

“Ah, kenapa semalam harus mimpi seperti itu sih?” lirih Elaksha pelan. Di dalam kamar yang masih gelap.

“Sha, udah bangun kan? Sarapan udah siap tuh kata Mami.” Elakshi mengetuk pintu kamar Elaksha hanya untuk berkata seperti itu dan kembali ke kamarnya. Karena ia baru tersadar kalo ponselnya tertinggal.

5 menit kemudian, semua sudah berkumpul di meja makan. Elaksha teringat mimpi buruknya, ia berencana curhat pada Elakshi dan meminta bantuannya untuk melakukan hal sama seperti dulu. Namun ia menatap ke arah Guntur yang sedari tadi melihatnya dengan tatapan tajam penuh tanya.

“Kamu ada apa Sha?” Guntur berbisik pelan dari samping Elaksha saat cewek itu sedang memakai sepatunya di ruang tv.

“Eh, Mas. Bikin kaget aja. Nggak kok. Nggak ada apa-apa.”

I know Sha. Something happen with you.”

“Ngomong opo sih Mas? Aku ora ngerti.”

“Aku punya indera ke-6 Sha, apa yang akan terjadi atau yang pernah terjadi itu mudah kuliat tanpa kamu beritahu.”

Elakshi datang di saat Elaksha akan menjawab pertanyaan Guntur. Akhirnya Elaksha mengalihkan pembicaraan. Menarik tangan Elakshi agar segera berangkat. Karena hari ini Elaksha tak membawa mobil. Rencananya Aditya akan menjemputnya dan mereka akan menonton film.

Dalam perjalanan ke kantor Elaksha, ia mulai memberanikan diri untuk curhat perihal mimpinya semalam. Mimpi yang menurutnya buruk. Elakshi mencoba mencerna dengan logika. Perihal mimpi memang terkadang dalam hidupnya pernah terwujud di dunia nyata. Entah seutuhnya nyata dan kadang hanya sebagai sebuah patokan.

“Lo harus kasih tau mimpi itu ke Aditya. Gimana juga dia kan tunangan lo, Sha.” Elaskhi mencoba menenangkan Elaksha yang terlihat sangat terbebani dengan mimpi itu.

“Gue pikir lagi deh Shi. Jangan gegabah dulu, nanti yang ada malah Adit khawatir. Mahesa juga pasti bakal begitu, kan?”

“Ya … emang sih. Ya udah sejalannya lo aja.”

“Iya Shi.”

“Iya doang nih?”

“Ya terus apa lagi?”

“Eh Mbak, itu udah sampe di depan tempat kerja lo. Masih betah aja duduk di mobil gue,” celoteh Elakshi, menatap heran dengan Elaksha.

“Hehehe. Oh udah nyampe ya. Ya udah deh, matur suwun Mbak yu,” balas Elaksha dan menutup pintu mobil.

Nggih Eyang Putri.”

Dibalas tatapan terkejut oleh Elaksha, tak terima dengan jawaban Elakshi. Belum sempat akan dibalas, Elakshi langsung melajukan mobilnya dari tempat itu dan segera menuju tempat kerjanya.

***
“Tumben Pak Satya belum datang,” oceh Elakshi dengan pelan. Ia langsung menuju ruangannya. “Eh bagus malah, gue bisa kerja sambil dengerin lagu, hehehe.”

Satya datang denga mood tidak baik. Ia benar-benar membutuhkan waktu sendiri tapi bisnis tetaplah bisnis. Bunyi telepon di meja Elakshi untuk pertama kalinya, selama ia bekerja.

“Tumben Pak Satya pakai telepon kantor. Biasanya juga chat whatsapp.”

Ia merapikan rambut yang sedikit berantakan, lalu ke ruangan Pak Satya.
“Iya, ada apa Pak?” tanya Elakshi dengan sopan.

“Nanti kamu tolong antarkan berkas ini ke kantornya Pak Danu ya. Pakai mobil saya aja, biar diantar sopir saya.”

“Baik Pak. Tapi maaf, apa boleh saya memakai mobil sendiri? Kebetulan saya tau kantornya Pak Danu.”

Di Balik Layar TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang